Gus Baha Jelaskan Hukum Mengunci Pintu Masjid, Boleh atau Tidak?

Ulama ahli Al-Qur’an dan Tafsir asal Kab. Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akarab disapa Gus Baha dalam suatu ngaji kitab tafsir bersama para santri menjelaskan tentang hukum mengunci masjid.
[Link versi video ada di bawah]
Berikut penjelasan Gus Baha:
Menurut saya, masjid itu satu paket dengan thaharah (bersuci), sebab syarat sah shalat itu apabila bersucinya sah.
Makanya di dalam masjid, Allah menyifatkan:
فِيهِ رِجَالٌ يُحِبُّونَ أَنْ يَتَطَهَّرُوا
(QS. At-Taubah: 108)
Masjid yang baik itu bagaimana? Masjid yang di dalamnya banyak orang-orang yang bersuci. Paket bersuci itu melibatkan air. Kalau airnya baik, alatnya baik, berarti masjid itu baik.
Sekarang banyak masjid yang menara dan pagarnya mahal, lampunya, (keramik) terbuat dari granit dan berbagai macam, tapi alat bersucinya jelek.
Nah, itu tidak boleh! Jadi tidak bisa, (karena) masjid sekarang sudah selera, seperti pagar, batu granit yang dipakai keramik, dan macam-macam.
Zaman sekarang coba pikir, masjid itu dibangun dengan dana miliaran. Tempat yang dibuat sujud ya seperti itu. Sudah begitu cuma untuk menjaga jam.
Lah masjid-masjid dikunci demi melindungi jam. Masjid 2 miliar untuk melindungi jam yang harganya 1 juta.
Berarti dikunci demi melindungi apa? Jam..!! Makanya dinamakan masjid pelindung jam. Masjid dibuka saja, setidaknya ada tempat untuk shalat.
Menurut saya haram mengunci masjid yang sampai menyebabkan orang tidak bisa shalat. Bagaimanapun masjid itu diwakafkan untuk shalat!
Jadi, kalau ruang dalam dikunci, maka tetap gerbang harus dibuka, supaya andaikan ada orang hendak shalat itu bisa, entah di teras atau minimal ada satu kamar mandi yang dibuka.
Karena masjid itu diwakafkan untuk shalat. Kecuali, sudah ada kasus riil (nyata) misalnya banyak preman atau lonte (pelacur) tidur dan beraktivitas maksiat di situ. Syaratnya riil, bukan ragu-ragu, itu baru boleh (dikunci).
Saya juga pernah mengalami, ada orang lapor ada masjid di jalan karena sepi itu dipakai pacaran dan lainnya. Kalau tidak (riil), maka tidak boleh, karena diwakafkan untuk shalat.
Berulang kali (ketika perjalanan) saya berhenti hendak shalat, ternyata masjid malah dikunci semua. “Ini panitianya (pengurus masjid) bisa ngaji atau tidak?!” kata saya.
Orang yang wakaf (untuk masjid) kan kasihan. Jika kebetulan yang hendak shalat itu ulama besar kan rugi sekali. Berarti tidak jadi dishalati ulama kan gara-gara dikunci.
Ketika ditanya alasan, “Itu Gus, kalau dibuka jamnya hilang!”
“Oh, jadi masjid di sini dibangun untuk melindungi jam,” saya jawab begitu.
Menurut saya, sebaiknya ambil jalan tengah. Oke lah yang di tengah dikunci tidak apa-apa, tapi tetap terasnya bisa dipakai untuk shalat. Bagaimanapun masjid itu diwakafkan untuk shalat!
Memang banyak kasus, ada orang nakal di situ (masjid). Orang daerah saya juga pada mengadu ke saya:
“Banyak Gus, orang hendak ngising (BAB) kebelet dari rumah, datang ke masjid hendak BAB, karena WC-nya terbuka, di rumah tidak punya WC. Habis BAB langsung pulang ke rumah.”
Saya juga pernah disomasi. Saya ini pengurus masjid lho, saya tanya pengurusnya, “Yang begitu (BAB di WC masjid) sedesa berapa orang?”
“4, Gus!”
“Lha yang datang ke masjid untuk shalat?”
“80 Gus!”
“Lha iya orang 80 kok kamu kalahkan demi 4 orang saja.”
Masalahnya menjadi terbalik setelah dikunci, malah orang yang hendak jamaah dan BAB kembali pulang karena masjid dikunci.
Saya ini kiai beneran, jadi sering dengar orang mengadu macam-macam. Kalau kamu jadi panitia (pengurus masjid) memilih mana? Ya milih dibuka, demi 80 orang kok.
Nah, kalau seperti itu kita harus memikirkan maslahat dan madharatnya.
Link Versi Video:
“Gus Baha – Hukum Mengunci Masjid“