Masjid Ibrahimi terletak di Hebron Ibrani tepi Barat, wilayah ini masuk dalam otoriter Palestina. Bentuk masjidnya hampir sama dengan Masjid Al-Aqsa.
Masjid ini dikelilingi pagar yang tinggi dengan material batu-batu besar. Rata-rata panjangnya 7 meter. Bangunan ini merupakan lanjutan bangunan kuno yang telah berdiri sejak masa pemerintahan Herodes (37 SM-7 SM) saat menguasai Yarussalem (Al-Tatbiqiyah 2009, 6).
Masjid Ibrahimi sebenarnya sampai saat ini masih menjadi sengketa 3 agama yakni Islam, Yahudi dan Kristen. Jadi, bukan Masjid Al-Aqsa saja yang menjadi tujuan utama perang antar agama ini. Sengketa ini terjadi karena situs sakral suci yang ada dalam masjid Ibrahimi.
Di dalam masjid Ibrahimi terdapat goa yang diduga sebagai makam dari Nabi Ibrahim dan istrinya Sarah. Lalu ada pula Nabi Ishaq, Nabi Ya’qub, dan beberapa keluarga dari Nabi Ibrahim (Ju’bah 2008, 51).
Di kalangan Muslim, Masjid Ibrahimi dikenal dengan sebutan Haram Al-Ibrahim (tanah suci Ibrahim), bagi orang Yahudi masjid ini sebagai goa leluhur Makhpela. Dan di kalangan umat Nasrani, masjid ini sebagai objek ziarah karena Ibrahim (Abraham) diangap sebagai Bapak Suci bagi mereka. (Ghazali 2016, 67)
Area bangunan masjid sejatinya sudah ada sejak Nabi Ibrahim lahir. Ketika istri Nabi Ibrahim Sarah, wafat di usia 127 tahun, Nabi Ibrahim berniat memakamkan istrinya di goa yang ada di ladang kecil milik Efron bin Shouhar. Akhirnya Nabi Ibrahim membeli ladang beserta goa yang berada di area tersebut seharga 400 Syikal (mata uang Israel).
Ketika Nabi Ibrahim wafat, beliau dimakamkan di sebelah Sarah, istinya. Kemudian menyusul Nabi Ishaq beserta istri, Nabi Ya’qub beserta istri dan anak-anaknya dimakamkan di sana.
Para sejarawan sepakat tentang keberadaan makam Nabi Ibrahim beserta keluarga tersebut. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Ibnu Katsir, “kuburan Nabi Ibrahim dan putranya Ishaq dan cucunya Ya’qub berada di area yang dibangun oleh Sulaiman di kota Hebron daerah yang saat ini dikenal dengan kota al-Khalil” (Katsir 2009, 214).
Area goa tersebut kemudian dibangun pagar yang tinggi dan besar dikenal dengan nama Kheir. Menurut kajian para sejarwan barat, pagar tersebut dibangun oleh Herodes di masa kekuasan Romawi.
Fakta tersebut dibuktikan dengan bahan pagarnya yang mirip dengan pagar yang dibuat oleh Herodotus. Ciri khas dari Herodotus yakni batu-batu besar yang panjangnya mencapai 7 meter.
Berbeda pendapat dengan sejarawan Barat, para sejarawan Muslim menyatakan bahwasanya bagunan pagar yang ada di daerah Masjid Ibrahimi bukan dibuat oleh Raja Romawi Herodotus. Tembok besar yang difungsikan sebagai pagar itu dibuat oleh Nabi Sulaiman karena batu yang digunakan sangat besar. Nabi Sulaiman meminta bantuan jin untuk membangun tembok tersebut.
Seperti yang dinyatakan oleh sejarawan Mujiruddin Al-Hambali bahwasanya Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Sulaiman untuk dibuatkannya pagar makam kekasih Allah. Kemudian Nabi Sulaiman beserta orang-orang Bani Israel pergi ke Kan’an dan tidak menemukan makam yang dimaksud.
Allah kemudian menurunkan wahyu,“Jika kamu melihat cahaya dari langit maka itulah makam kekasihku Ibrahim.” Saat memandang cahaya, cahaya itu kemudian mengarah tepat ke kota Hebron. Di sanalah kemudian Nabi Sulaiman meminta tentara jin untuk membangun pagar di area tersebut (Al-Hambali n.d., 55).
Kemudian di saat kekuasaan Bizantium, di atas pagar dibangunlah atap, membuka pintu dan menambah empat tiang. Pagar tinggi tersebut diahiasi dengan ornament-ornament Kristen.
Dalam hal ini, masih menjadi perdebatan oleh para sejarawan tentang siapa yang membangun gereja tersebut. Ada yang menyebutkan pada masa kekuasaaan Justinia I (527-565 M), ada pula yang menyebutkan pada masa Raja Cosntantin I (305-337 M).
Ketika Persia berhasil menduduki Palestina tahun 614 M, mereka menghancurkan gereja yang dibangun di atas goa tersebut. Kondisi bangunan yang telah hancur masih tetap berlangsung hingga kaum Muslim menaklukkan daerah ini.
Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab (634-644 M), tentara Muslim melakukan ekspedisi dan berhasil menaklukkan kawasan Syam. Daerah Syam dahulunya meliputi Syria, Jordania, Palestina dan Libanon. Penguasaan daerah ini dipimpin oleh Amru bin Ash atas kemenangannya melawan Bizantium.
Saat itu Hebron belum menjadi kota suci karena situs-situsnya yang telah dihancurkan oleh Persia. Setelah kaum Muslim menguasainya, kawasan masjid Ibrahim di Hebron menjadi tempat berziarah baik dari kalangan Muslim, Kristen maupun Yahudi.
Di pemerintahan dinasti Umayyah (662-750 M), kawasan makam Nabi Ibrahim mendapat perhatian khusus. Mereka membangun atap masjid dan memberi kubah diatas setiap makam para Nabi dan keluarganya.
Khalifah Umayyah menisbahkan sebagian hartanya untuk membangun Masjid Ibrahimi. Dalam data sejarah, tidak jelas kapan tepatnya Masjid Ibrahim dibangun.
Pada masa kekhalifahan dinasti Abbasiyah (750-1519 M), Hebron tetap mendapatkan perhatian khusus dari khalifah. Di masa khalifah Muhammad al-Mahdi, beliau membuka pintu di sebelah Timur laut dengan tingg 3.5 m yang tebuat dai besi.
Kemudian dia memberikan ornamen khusus kepada Masjid Ibrahimi secara besar-besaran. Tak hanya itu, belau juga menambah ruangan untuk penginapan para peziarah (Ghazali 2016, 74).
Di masa pemerintahan Fathimiyyah pada saat menguasai wilayah Syam, area Masjid Ibrahimi diperluas. Bilik ruangan menjadi terpisah dengan Masjid. Pada tahun 985 M mereka membangun kembali kubah di atas makam Nabi Ibrahim dan istrinya.
Di tahun 1099-1887 M kota Hebron jatuh ke tangan tentara Salib sekaligus menguasai Yarussalem. Masjid Ibrahimi menjadi target mereka sebagai pembukan jalan menguasai kota Hebron secara keseluruhan.
Dalam bawahan komandan Pierre de Nourbun, Masjid Ibrahim berhasil dikuasai dan semua barang berharga disita. Pada tahun 1100 M, pasukan Salib membuat benteng di sekitar kota Palestina untuk menambah kekuatan. Di sekitar Masjid Ibrahimi juga dibangun benteng yang dinamakan benteng Abraham.
Pasukan Salib mengubah fungsi Masjid Ibrahimi menjadi Gereja. Namanya diubah menjadi Gereja Santa Abraham. Gereja ini mejadi pusat keagamaan Kristen dan penduduk sekitarnya.
Sebelumnya konstruksi bangunan Masjid Ibrahimi tidak ada yang berubah. Namun, kemudian pada tahun 1119 M pengerjaan dan perbaikan gedung baru dimulai. Renovasi pertama dengan membongkar kubah Masjid dan beberapa ruang di dalamnya.
Kemudian dibentuklah bangunan tersebut dengan gaya arsitektur Basilicia. Pada posisi atas, sebuah kubah dibangun dengan ciri khas meruncing dan pada bagian bawah disangga empat penyangga melingkar. Model arsitektur gereja ini mirip dengan gaya arsitektur gereja pertama di Inggris.
Di tahun 1174 M, di bawah kepemimpinan Salahuddin Al-Ayyubi, daerah Palestina berhasil ditaklukkan. Salahuddin Al-Ayyubi kemudian mengubah kembali fungsi Gereja Santa Abraham menjadi Masjid Ibrahimi.
Selanjutnya Salahuddin Al-Ayubi mengambil langkah untuk membuang semua aksesoris simbol-simbol kepercayaan Kristen. Pada tahun 1191 M, ia mendatangkan mimbar dengan ukiran indah terbuat dari kayu yang sengaja dirancang tanpa menggunakan paku dari Asqalan.
Pada kepemimpinan Sultan Qabos bin Isa di Hebron (1180-1227 M), Masjid Ibrahimi mendapat perhatian besar. Ia meletakkan batu marmer yang sangat indah disamping mimbar dan selesai dibangun pada tahun 1215 M.
Pada masa Dinasti Mamluk, Sultan Mansur Qalawun pada tahun 1287 M melakukan renovasi Masjid dengan menutup sebagian dinding Masjid menggunakan marmer. Makam Nabi Ibrahim juga dipasang marmer. Begitu pula dengan salah satu pintu masjid yang dihiasi oleh marmer.
Di masa Dinasti Ottoman (1399-1924 M), Masjid Ibrahimi menjadi kegiatan majelis taklim dan akademik. Para penguasa pada masa itu, membuat dekorasi dan hiasan ornamen seperti kaligrafi ayat Al-Qur’an, hadis-hadis dan syair dimunculkan di dinding dan pilar-pilar Masjid.
Setelah berakhirnya perang dunia I, para tentara Inggris memasuki kota Hebron pada tahun 1917 M. Inggris kemudian membentuk kekuatan militer dan selanjutnya atas restu “Liga Bangsa-Bangsa” Inggris membentuk pemerintahan di Palestina (1920-1948 M).
Inggris pun membentuk dewan tinggi Islam guna menjaga situs-situs Islam yang ada di Hebron. Organisasi ini kemudian merekonstruksi mimbar Masjid Ibrahimi, mengecat, melengkapi penerangan halaman Masjid, dan memasang ubin di Mushallah Jaulah (Sholih 2000, 180)
Setelah Inggris melepas Palestina pada tahun 1948, Hebron secara resmi berada di kekuasaan Yordania. Pada tahun 1953 M Yordania membuka pintu sebagai jalan yang disambungkan dengan tangga baru. Di tahun ini juga diselesaikannya peninggian benteng dan kemudian disakralkan oleh kaum Yahudi.
Pada tahun 1964 M Pemerintah Yordania menggusur bangunan-bangunan yang hampir mengelilingi Masjid seperti pasar Agroed, ruang-ruang penginapan peziarah, dan beberapa rumah para penjaga kebersihan Masjid.
Lalu pada tahun 1967 M, kota Hebron jatuh di tangan kekuasaan Gubenur Militer Israel. Orang-orang Yahudi mulai tinggal di kota Hebron. Pasukan Israel melakukan serangan ke Masjid Ibrahimi sebagai langkah menguasai Hebron.
Mereka berniat mengubah fungsi Masjid Ibrahimi menjadi Sinagog yang sangat dibutuhkan umat Yahudi. Saat tentara Israel leluasa memasuki Masjid Ibrahimi mereka mengibarkan bendera kebanggan mereka di ujung menara Masjid. Hal ini semata-mata sebagai pertanda bahwa kaum Muslimin dilarang memasuki Masjid baik untuk ibadah maupun untuk lainnya.
Pennyataan sepihak Israel tak diterima oleh kaum Muslimin terlebih Masjid Ibrahimi adalah tempat mereka selama ini beribadah. Akhirnya meletuslah peperangan yang terjadi hingga tahun 2013. Penyerangan tidak hanya dilakukan oleh tentara Israel tetapi juga warga sipil Yahudi.
Disini kaum Musilimin diperlakukan dengan sangat mengerikan. Kaum Muslimin dilarang melakukan kegiatan yang seharusnya dilakukan. Seperti dilarang mengumandangkan azan, mengganggu kaum Muslimin yang shalat, merobek-robek mushaf, melakukan pemukulan terhadap petugas kemanan yang sedang shalat, memberi bahan kimia panas di tempat wudhu, membawa anjing ke masjid dan lainnya.
Pada tahun 2010, Israel mengumumkan bahwa Masjid Ibrahimi adalah warisan Yahudi. Mereka menempelkan simbol-simbol Yahudi dan meletakkan kitab Taurad dia dalam Masjid. Tentu saja pernyataan Israel yang kontrovesional ini membuat PBB dan Liga Arab memicu protes.
UNESCO menyatakan bahwasanya Masjid Ibrahimi adalah warisan Palestina. PBB juga menegaskan bahwa Masjid Ibrahimi bukan wilayah Yahudi. Tapi, Israel menolak penyataan UNESCO dan PBB. Israel menganggap kebijakan ini adalah kepentingan politik.