Secara filosofis, kata Puan yang diambil Sinta untuk nama depan organisasi yang baru ia bangun merupakan kepanjangan dari “Pesantren Untuk Pemberdayaan Perempuan dan Anak”. Ada beberapa program utama untuk merealisasikan visi misi Puan Amal Hayati. Misalnya, Devisi Pendampingan Korban, Devisi Kajian Kitab Kuning, Devisi Sosial Kemanusiaan, Devisi Pengembangan Pluralisme dan Kerukunan Umat Beragama, Devisi Publikasi.

Melalui Puan Amal Hayati ini, Sinta bergerak berkeliling memberikan advokasi khususnya kepada beberapa korban kekerasan dan pelecehan seksual. Memang awalnya, program dari Puan Amal Hayati bukan hanya menyentuh kaum perempuan akan tetapi kaum laki-laki. Hanya saja karena menrut data, korban kekerasan seksual lebih banyak didominasi perempuan maka Puan Amal Hayati bergerak di isu itu.

Program pendampingan kepada korban yang dilakukan Puan Amal Hayati meliputi: pendampingan sikologis, pendampingan hukum dan pendampingan media. Program itu terus dijalankan hingga hari ini. Tak terhitung berapa korban yang mendapat kelembutan dan uluran tangan dari organisasi ini.

Secara sederhana, langkah gerakan Sinta Nuriyah bisa dikategorikan sebagai beberapa gerakan berikut. Pertama adalah kajian dan diskusi. Poin ini  Sinta membahas bagaimana perspektif dan pandangan akademik terhadap isu yang akan dibahasnya. Perspektif yang digunakan bermacam-macam, keagamaan, hukum, kesehatan dan lain sebagainya. Biasanya untuk pengayaan wacana, Sinta berdiskusi dengan pemikir lintas batas generasi. Forum Kajian Kitab Kuning yang ia bentuk adalah bentuk wujud konkretnya.

Kedua, mendirikan organisasi dan aktif memberi pendampingan. Agar gerakan yang diusung berjalan efektif ia perlu mendirikan organisasi yang mewadahi. Bukan hanya itu, ia juga memberi pendampingan intens, khususnya bagi perempuan yang sudah menjadi korban. Sebab sampai saat ini Indonesia masih belum menjadi negara yang ramah bagi perempuan. Sehingga korban-korban pelecehan dan kekarasan seksual masih banyak di Indonesia.

Ketiga, dari diskusi ke aksi. Hal itu ditandai dengan kemauannya berkeliling se-Indonesia khususnya selama Ramadan untuk memberikan pencerahan. Sejak tahun 2000 ia mengadakan roadshow program sahur di hampir banyak titik di Indonesia. Dari forum ini, diharapkan hasil-hasil diskusi bisa diterapkan. Bukan hanya itu, kegiatan ini menjadi wadah untuk memperat persaudaraan antara pemeluk agama-agama.

Usianya yang makin menua dan mobilitasnya yang terganggu tak mematahkan kobar semangatnya. Sebelum pandemi seperti yang kita rasakan satu tahun belakangan ini, jadwal selama Radaman untuk roadshow sahur sudah tersusun rapi dan padat.

Secara lengkap isu yang disasar Sinta bukan hanya soal ketidakadilan gender. Ia juga berjuang di isu minoritas baik agama, suku dan ras, kelompok yang termarginalkan, kaum yang dimiskinkan dan kaum disabilitas.

Ide-ide dan pemikirannya di atas dituangkan di banyak bidang gerakan dan organisasi. Seperti Wartawan Majalah Gatra, Dewan Penasehat Komnas HAM, Ketua Pelopor Khsuus Kebebasan Beragama Komnas Perempuan, Anggota Konggres Wanita Indonesia (Kowani) Komisi nasional kedudukan di Indonesia, pendiri yayasan al-Munawwarah (bergerak pada pemberian bantuan dana atau beasiswa kepada anak sekolah, keluarga tidak mampu, para penyandang cacat, dan korban bencana) dan banyak lagi tempat di mana ia berjuang.

Lain dari gerakan yang ia perjuangkan secara mandiri, baik melalui Puan Amal Hayati dan organisasi lain, Sinta Nuriyah adalah istri dari seorang pemikir, politisi, kiai, negarawan, budayawan, cendekiawan Muslim Indonesia, yaitu K. H. Abdurrahman Wahid. Ia yang menemani jejak langkah dan perjuangan Gus Dur. Ia yang mendorong ketika Gus Dur butuh motivasi.

Atas semua dedikasi dan perjuangannya ia mendapatkan banyak perghargaan, seperti daftar 100 tokoh berpengaruh dunia versi Majalah Times kategori tokoh pejuang perempuan 2018, 11 tokoh perempuan paling berpengaruh versi harian New York Times 2017, Soka Women’s College Comendation of Friendship dari Soka Women’s College Universitas Soka sebagai pejuang Perempuan, Doktor Kehormatan Honoris Causa (Dr. HC) dari UIN Sunan Kali Jaga Jogjakarta 2019 dan masih banyak lagi penghargaan untuk beliau baik dalam ruang lingkup Indonesia dan Dunia.

Penutup

Ibu Sinta adalah tipikal perempuan tangguh yang rela jatuh bangun memperjuangan nilai-nilai kesetaraan, keadilan, dan kemanusiaan. Bersama empat putri hasil pernikahannya dengan K. H, Abdurrahman Wahid: Alissa Wahid, Yenny Wahid, Anita Wahid, dan Inaya Wahid ia terus gelisah jika menjumpai ketidakadilan, peminggiran, dan intoleransi di Indonesia. Hingga usia senjanya ia tetap menjadi perempuan petarung. Memperjuangkan apa yang menjadi pemikiran dan cita-citanya selama ini.

Sehat terus ibu Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid: Perempuan Pejuang Perempuan.

Leave a Response