Di kalangan umat Islam terkadang ada yang keliru dalam memaknai ayat yang menerangkan wajah yang terdapat bekas sujud. Akibatnya, beberapa orang secara sengaja membuat bekas semacam tanda hitam di jidat kepalanya.

Dalam konteks ini, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) dalam suatu majelis ngaji Tafsir Al-Qur’an bersama para santri menjelaskan bahwa kita ini pasti mati. Dan yang paling kita kenang saat mati adalah di masa hidup pernah melakukan sujud. Hal ini karena sujud merupakan identitas kita.

Selain itu, kelak di Padang Mahsyar (tempat berkumpul di akhirat), para malaikat akan menyeleksi manusia apakah ada tanda sujudnya atau tidak.

Maksud tanda (bekas) sujud bukan jidat yang hitam, melainkan cahayanya (Nur). Tidak ada ulama yang berpendapat bahwa tanda sujud itu jidat yang hitam atau tidak hitam.

Semua ulama berpendapat, bahwa ayat سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ (di wajah mereka ada tanda sujud) itu sama seperti ayat:

يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَىٰ نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ

“Pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka…” (QS. Al-Hadid: 12)

Jadi, ketika wajahnya ada cahaya, artinya di dunia ia bersujud. Sehingga bukan masalah jidat hitam atau tidak.

Kalau soal jidat hitam itu masalah sajadah. Misal, kalau sujud lama tetapi sajadahnya bagus dan empuk mungkin tidak bisa sampai membekas hitam pada jidat.

Makanya, ketika identifikasi di akhirat siapa yang benar dan siapa salah, ukuran bagi Allah itu berdasarkan ayat:

سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ

“…di wajah mereka ada tanda sujud…” (QS. Al-Fath: 29)

يُعْرَفُ ٱلْمُجْرِمُونَ بِسِيمَٰهُمْ فَيُؤْخَذُ بِٱلنَّوَٰصِى وَٱلْأَقْدَامِ

“Orang-orang yang berdosa dikenal dengan tanda-tandannya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki mereka.” (QS. Ar-Rahman: 41)

Jadi orang-orang pendosa itu dilihat saja oleh malaikat bagian identifikasi. Jika jidatnya tidak ada cahaya, maka ditempatkan di gerbong kiri.

Dengan status sujud yang seperti itu dan fungsinya seperti itu, kenapa ketika kamu sujud kok terburu-buru bangun? Kan nanti yang menyelamatkan kamu dan identitas kamu itu sujud.

Makanya, kalau saya sujud itu senang sekali, karena benar-benar saya nikmati. Meski saya jarang shalat sunnah, tetapi sujud saya itu kualitas A, karena benar-benar saya nikmati.

Matur suwun Gusti, jenengan nakdir kulo sujud (Terima kasih Tuhan, Engkau menakdirkanku untuk sujud).”

Lihat saja dalam Syarakh kitab Ihya Ulumuddin yang ditulis oleh Sayyid Zabidi yang memuji sujud sampai sundul langit (berlebihan):

هو كليتك، هو ماهيتك، هو قولك, هو مادتك

Sujud itu identitas kamu, hakikat kamu, dan kamu diciptakan untuk itu. Dan ukuran salah-benar ukurannya” sujud atau tidak.

Bagaimana mungkin sesuatu yang jadi identitas kamu, tapi tidak betah sujud dan tuma’ninah, itu apa-apaan? Dengan pemahaman seperti itu, menganggap shalat itu benar-benar spesial. Tapi, kalian kan tidak!

Aneh! Islam kalian memang aneh. Tapi, itu kan menurut akal nubuwwah (Nabi). Berhubung akal kita bukan nubuwwah, ya sudah begini-begini saja.

Bagaimanapun kita ini umatnya Nabi Muhammad. Semoga kita mendapatkan syafa’atnya. (M. Zidni Nafi’)

Simak sumber video pengajian berikut ini >> (Gus Baha)

Leave a Response