Di antara tujuan menikah adalah mendapatkan ketenangan atau dalam bahasa Alquran adalah sakinah. Tujuan ini sejalan dengan apa yang terdapat dalam firman Allah dalam surah Ar-Rum ayat 21 sebagai berikut:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kekuasaan) Nya adalah Dia menciptakan untuk kamu pasangan-pasangan (hidup) dari jenis kamu sendiri, supaya kamu tenang kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kamu mawaddah dan rahmat. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat bukti-bukti bagi kaum yang berpikir (tentang kuasa dan nikmat Allah swt.)”

Konsep sakinah dalam ayat di atas, dalam banyak tafsir klasik dan pendapat umum saat ini lebih banyak berpihak pada penafsiran yang mengacu pada budaya patriarkis. Hal ini dikarenakan tinjuan penafsiran kebahasaan, khususnya kata “lakum dan kum” merujuk pada jenis mudzakkar (laki-laki) yang ditujukan kepada suami.

Sedangkan kata “ilaiha” karena memiliki kata ganti berjenis muannats (perempuan), maka merujuk pada perempuan yang berarti istri. Penafsiran ini selanjutnya memiliki makna bahwa di pernikahan sejatinya adalah ketenangan bagi laki-laki melalui hubungannya dengan perempuan. Merujuk pada penafsiran tersebut, sejatinya bunyinya kurang lebih bahwa perempuan adalah objek dan orang kedua yang dijadikan sebagai alat pencapai ketenangan tersebut.

Padahal jika kita lihat lebih jauh sebagaimana kaidah Bahasa Arab, bahwa meskipun kata ganti itu berjenis laki-laki (lakum), sejatinya di dalamnya memiliki makna untuk perempuan juga. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya ayat-ayat perintah salat dalam surah Al-Baqarah ayat 43 dan lain-lain yang menggunakan kata ganti hum dalam penunjukannya (khitab).

Ini juga dapat diterapkan dalam menafsirkan ayat di atas sebagaimana yang diungkapkan oleh Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm. Dalam pandangan beliau, kata lakum bukanlah dikhususkan untuk laki-laki. Sehingga bunyi pemaknaannya adalah “telah kami ciptakan untuk laki-laki dan perempuan dari setiap diri keduanya pasangan”. Pemaknaan ini lebih relevan karena keduanya memiliki andil dalam mewujudkan keluarga yang tenang, atau dalam bahasa ayat tersebut adalah sakinah.

Dengan begitu, pernikahan adalah upaya untuk menuju pada ketenangan jiwa dan hati yang dilakukan laki-laki maupun perempuan. Menikah adalah salah satu wadah yang disiapkan Allah untuk setiap hamba-Nya baik laki-laki dan perempuan agar satu sama lain menemukan ketenangan dari masing-masing pasangannya. Kalau perempuan adalah sumber ketenangan bagi laki-laki, lantas perempuan harus ke mana dong untuk dapat ketenangan?

Wallahu A’lam Bisshowab

Leave a Response