Ketika ada orang berbuat zalim pada orang lain semisal mencuri, berdusta atau memukul, salah satu hal yang kita yakini adalah si pelaku akan menanggung dosa akibat apa yang ia lakukan.

Namun, tahukah anda bahwa bisa saja dosa yang ia tanggung seakan berpindah pada orang yang ia zalimi, padahal orang yang dizalimi tidak melakukan balas dendam. Orang yang zalim kehilangan dosanya, bahkan kelak ia berhak memiliki pahala yang berasal dari orang yang dizalimi.

Lalu apa yang akan terjadi bisa ditebak. Si pelaku zalim justru berpotensi menjadi orang yang dikasihi Allah, daripada orang yang dizalimi. Terlebih bila si pelaku bertaubat dari pelakunya, dan orang yang dizalimi bersikeras tidak memberi maaf.

Lalu sebab apa si pelaku kehilangan dosanya, dan yang dizalimi justru memperoleh dosa meski tidak membalas dendam?

Jawabannya adalah karena mendoakan buruk, jelek atau mengutuk kepada orang lain. Imam Al-Ghazali dalam kitab Bidayatul Hidayah memperingatkan tentang hal ini:

فَاحْفَظْ لِسَانَكَ عَنِ الدُّعَاءِ عَلٰى أَحَدٍ مِنْ خَلْقِ اللهِ تَعَالٰى، وَإِنْ ظَلَمَكَ فَكِلْ أَمْرُهُ إِلٰى اللهِ تَعَالٰى؛ فَفِيْ الْحَدِيْثِ: (إِنَّ الْمَظْلُوْمَ لَيَدْعُوْ عَلٰى ظَالِمِهِ حَتّٰى يُكَافِئُهُ ثُمَّ يَبْقٰى لِلظَّالِمِ فَضْلٌ عِنْدَهُ يُطَالِبُهُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ)

Jagalah lisanmu dari mendoakan buruk pada salah satu makhluk Allah Ta’ala. Apabila ada yang menzalimimu, maka pasrahkan permasalahannya pada Allah. Disebutkan dalam hadis: “Sesungguhnya orang yang dizalimi pastilah saat mendoakan buruk pada orang yang menzaliminya ia sampai pada posisi menyamainya. Kemudian tersisa kebaikan milik orang yang menzalimi, pada diri orang yang dizalimi, yang bisa ia tagih di hari kiamat”.

Terdapat salah satu hal yang disampaikan oleh Al-Ghazali secara tidak langsung dalam keterangan di atas. Doa buruk/jelek yang diucapkan oleh orang yang dizalimi kepada orang yang menzalimi adalah suatu kezaliman pula.

Doa jelek atau buruk itulah yang membuat orang yang dizalimi menjadi pelaku zalim. Bukannya memperoleh pahala sabar, justru malah mendapat dosa. Orang yang semula menzalimi malah terhapus dosanya dan memperoleh pahala kesabaran.

Imam al-Ghazali dalam keterangan di atas menggunakan dasar hadits. Imam Az-Zabidi dalam Ittihaf Sadatil Muttaqin menyatakan, bahwa hadis dijadikan dasar Imam Al-Ghazali tersebut semakna dengan hadis dhaif yang diriwayatkan at-Tirmidzi:

مَنْ دَعَا عَلَى مَنْ ظَلَمَهُ فَقَدْ انْتَصَرَ

Barangsiapa yang mendoakan buruk pada orang yang menzaliminya, maka berarti ia sudah membantu orang tersebut.

Imam Al-Munawi dalam Faidul Qadir berkomentar mengenai kandungan hadits ini. Bahwa orang yang mendoakan buruk pada orang yang menzaliminya, maka sama saja ia menciderai kehormatan si pelaku zalim. Sehingga dosanya pun berkurang, dan pahala orang yang dizalimi ikut berkurang sepadannya.

Selain itu, menurut Imam Az-Zabidi, keterangan Al-Ghazali juga sesuai dengan Al-Qur’an surat As-Syura ayat 41-42:

وَلَمَنِ انْتَصَرَ بَعْدَ ظُلْمِهِ فَأُولَئِكَ مَا عَلَيْهِمْ مِنْ سَبِيلٍ () إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada satu dosapun terhadap mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.

Kalau mendoakan buruk tidak boleh, lalu apa yang sebaiknya dilakukan orang yang dizalimi?

Menurut Imam Al-Ghazali, sebaiknya yang dia lakukan adalah mengembalikan segala hal pada Allah. Sedang menurut Imam Abi Sa’id Al-Khadimi dalam kitab Bariqah Mahammadiyah, sebaiknya ia tidak mendoakan buruk sama sekali, bersabar, memaafkan dan mengembalikan segala hal kepada Allah ta’ala.

Imam Al-Ghazali menceritakan suatu kali banyak di antara masyarakat yang mengutuk Al-Hajjaj Ibn Yusuf Ats-Tsaqafi. Al-Hajjaj adalah seorang pemimpin yang zalim dan kejam. Ia membantai banyak orang termasuk sahabat nabi; ‘Abdullah Ibn Zubair tatkala beliau berdoa di dekat Ka’bah.

Mengetahui sikap masyarakat tersebut kepadanya, lalu ada salah seorang ulama salaf bernama Ibn Sirrin berkomentar, “Allah akan menghukum orang-orang yang mengutuk al-Hajjaj demi membela al-Hajjaj, sama seperti menghukum al-Hajjaj demi membela orang yang dizaliminya”.

Al-Hajjaj mungkin adalah sosok yang pantas dicaci maki akibat perbuatannya. Namun, hal itu tidak lantas membuat orang lain bebas mendoakan buruk kepada dirinya. Ibn Sirrin; seorang ulama terkemuka yang menyatakannya. Demkian Bahaya Mendoakan Buruk kepada Orang Menzalimi Kita.

Menyimak keterangan ini, lalu apakah kita tetap bersikeras semena-mena doa buruk pada orang yang zalim atau orang kita benci?

Leave a Response