Maria Walanda Maramis adalah tokoh emansipasi perempuan yang memberikan perubahan signifikan dalam kehidupan kaum perempuan Minahasa. Mulai dari memberi pendidikan dan pengajaran, organisasi, hingga berpolitik telah terbukti bahwa wanita mendapat perlakuan yang lebih baik dari sebelumnya.

Sosok Maria sendiri patut untuk dijadikan sebagai teladan bagi anak nusantara untuk membuat suatu gebrakan perubahan ke arah yang lebih baik.

Suatu kota kecil yang saat ini terletak di kabupaten Minahasa Utara, dekat Kota Airmadidi provinsi Sulawesi Utara, tepatnya Kema, adalah tempat lahir Maria. Mempunyai nama lengkap Maria Josephine Catherine ataupun yang lebih dikenal Maria Walanda Maramis.

Pada abad ke 20 Maria Walanda Maramis adalah seseorang Pahlawan Nasional Indonesia Karena usahanya yang gigih untuk  meningkatkan kondisi perempuan di Indonesia. Dari tanah Minahasa Maria Walanda Maramis, berikan sumbangsih besar untuk pembangunan bangsa bersama para pejuang Wanita Indonesia angkatan laut (AL) dan Laksamana Mahalayati dari Aceh, Marta Christina Tiohahu dari Ambon Maluku, RA. Kartini dari Jawa, Nyi Ageng Serbu dari Jawa Barat serta masih banyak lagi.

Semenjak berumur 6 tahun,  Maria Walanda Maramis sudah yatim piatu dan sejak itulah maria diasuh oleh pamannya. Maria hanya bersekolah sampai Sekolah Dasar (HIS), tetapi Maria Walanda Maramis bercita-cita sangat besar untuk memajukan kaum perempuan. Tidak hanya bercita-cita sekadarnya saja, tetapi bercita-cita sangat dan ingin mewujudkannya.

Beruntung, karena keluarga pamannya mengasuh mereka dengan penuh perhatian dan cinta kasih hingga dewasa. Oleh pamannya, Maria Josephine Chaterine Maramis dan kakak perempuannya disekolahkan di Sekolah Melayu setingkat Sekolah Dasar, di Airmadidi. Di sekolah ini para siswanya belajar membaca dan menulis, serta sedikit ilmu pengetahuan dan sejarah

Maria Walanda Maramis menikah dengan Yoseph Frederick Calusung Walanda pada tahun 1890. Semenjak menikah dengan Yoseph semangat maria  terus berkibar dan semangat Maria Walanda Maramis membengkak untuk  mewujudkan cita- citanya. Terlebih suami Maria yang bekerja sebagai pengajar HIS di Manado itu  sangat mendukung cita- cita istrinya.

Tidak hanya suami Maria yang mendukung cita-citanya, tetapi juga  ahabatnya yang lain mendukungnya. Hingga pada Juli 1917, Maria Walanda Maramis sukses mewujudkan impiannya, yaitu mendirikan organisasi PIKAT (Percintaan Bunda Kepada Anak Keturunannya).

Organisasi ini mempunyai visi pembelajaran serta pembterdayaan yang ada di berbagai pelosok negara Indonesia dan sukses memperjuangkan emansipasi perempuan. Mendesak kekuatan untuk berjuang, mengganti suasana menjadi yang lebih baik serta maju.

Dalam Sejarah Nasional Indonesia: Masa Prasejarah Sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan ( oleh M. Junaedi Al Anshori tercatat bahwa pada tanggal 8 juli 1917, Maria dan beberapa rekannya mendirikan sebuah organisasi.

Hal tersebut dilakukan pada saat Maria berumur 45 tahun. Organisasi yang mereka dirikan diberi nama Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya disingkat menjadi PIKAT.

Di PIKAT ini, Maria sangat senang membagikan pengetahuan kepada para perempuan. Salah satu nya adalah pengetahuan tentang dasar-dasar berumah tangga untuk kalangan para perempuan yang sudah lulus HIS.

Maria membuka jalur baru untuk kalangan perempuan yang kehabisan harapan di tengah belenggu tradisi yang mengungkung. Memupuk keinginan buat berganti menjadi lebih baik serta maju bisa meruntuhkan kekuatan tradisi kurang baik yang mengakar.

Organisasi PIKAT tersebut mendapat sambutan yang hangat dari masyarakat sekitar. Sampai pada akhirnya organisasi tersebut muncul cabang-cabang organisasi PIKAT di berbagai wilayah lainya seperti di Kalimantan maupun di pulau Jawa.

Sejak saat itulah setiap 1 Desember, warga Minahasa memperingati Maria Walanda Maramis, wujud yang dikira selaku pendobrak adat, pejuang kemajuan serta emansipasi wanita di dunia politik serta pembelajaran.

Bagi Nicholas Graafland, dalam suatu penerbitan Nederlandsche Zendeling Genootschap tahun 1981, “Maria ditahbiskan selaku salah satu wanita teladan Minahasa yang mempunyai bakat istimewa buat menangkap menimpa apa pun serta untuk memperkembangkan energi pikirnya, bertabiat gampang menampung pengetahuan sehingga lebih kerap maju daripada kalangan lelaki”.

Walaupun memang di Pulau Jawa nama Maria Walanda masih terdengar asing dan rata-rata masyarakat jika ditanya pahlawan perempuan terbiasa menyebut hanya Ibu RA Kartini.

Saat ini nama Maria Walanda banyak digunakan untuk berbagai nama tempat untuk mengenangnya.  Misalnya nama Jalan Walanda Maramis yang berada di pusat Kota Manado. Selanjutnya dibuatkan pula sebuah patung  Maria Walanda yang sedang menggandeng anak perempuan yang letaknya berada di pusat Kota Manado.

Selain itu nama Maria Walanda digunakan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Minahasa yang namanya menjadi RSUD Maria Walanda Maramis.

Perempuan Minahasa yang gigih memperjuangkan nasib kaumnya itu meninggal dalam umur 52 tahun pada bulan Maret 1924. Jenazahnya dimakamkan di Maumbi, Manado, Sulawesi Utara. Pemerintah Indonesia mengangkut Maria Yosephine Catharina Maramis sabagai Pahlawan Pergerakan Nasional pada tahun 1969.

 

 

Sumber:

Manus,M.P.B. (1985). Maria Walanda Maramis. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.

Moniaga, Eveline. (1983). Pendidikan Perempuan di Minahasa: sebagai salah satu kegiatan PIKAT, sejak awal berdirinya sampai dengan tahun 1930.

 

Leave a Response