Ramadhan tahun ini merupakan tahun kedua di masa pandemi. Hanif Mudzofar yang merupakan mahasiswa Indonesia yang tengah melanjutkan studi postgraduate-nya di University of Malaya, pada tahun-tahun sebelumnya bisa menjalankan ibadah puasa di negeri Jiran bersama istri dan anak-anaknya, kini harus rela sendirian.
Adanya lockdown oleh Kerajaan Malaysia tahun lalu memaksa Hanif harus rela memulangkan istri dan anak-anaknya sebab visa dependent pass yang dipakai tidak dapat di-renewal. Pada saat lockdown diterapkan di Malaysia, banyak mahasiswa Indonesia yang di Malaysia memilih pulang ke Indonesia.
Sebagian lagi lebih memilih untuk tetap tinggal di Malaysia. Karena ada informasi bahwa, jika sudah balik ke Indonesia, maka akan susah masuk kembali ke Malaysia dalam musim pandemik ini.
Untuk saat ini, pelajar Indonesia yang ingin ke Malaysia sudah diizinkan masuk, tetapi wajib karantina di hotel yang sudah ditentukan oleh Kerajaan Malaysia selama beberapa hari. Biaya karantina yang dikenakan tergolong tidak murah, sehingga banyak teman mahasiswa yang masih enggan masuk ke Malaysia.
“Alhamdulillah tahun ini bisa menjalani ramadhan dengan normal, bisa menikmati kembali suasana ramadhan seperti sebelum lockdown pada tahun 2020. Shalat fardlu dan Tarawih berjamaah di Masjid sudah diperbolehkan.
Bazar makanan di berbagai tempat di Kuala Lumpur dan Selangor pada sore hari menjelang buka puasa sudah aktif lagi, walaupun masih mendapat penjagaan khusus oleh aparat polisi setempat.
Selain itu juga bisa menjalin silaturrahim dengan bebas ke tempat teman-teman mahasiswa satu perjuangan. Semua kelonggaran ini tetap dilaksanakan dengan mematuhi SOP yang ada.
Patungan untuk Adakan Buber
Kesadaran akan norma baru yang sedang berlangsung, dan kebutuhan untuk komunikasi secara langusng, membuat teman-teman mahasiswa Indonesia yang di Malaysia berinisiatif untuk mengadakan acara buka bersama (buber) pada satu waktu. Acara buber ini dilaksanakan di salah satu rumah kontrakan yang tidak jauh dari kampus University of Malaya.
Masing-masing sepakat membawa “senjata” apa saja yang bisa dibawa untuk buber. Ada yang membawa buah-buahan, empek-empek, donat, cake, tempe mendoan, es campur, es jus, dan yang lainnya.
Beberapa “amunisi” tersebut kebanyakan tidak buat sendiri, alias beli jadi di bazar, tapi ada juga kawan yang membuatnya sendiri (home made). Khusus untuk tuan rumah, mendapatkan jatah yang lebih banyak, yakni menyuguhkan nasi beserta aneka lauk-pauk yang variatif dengan cara membayar seorang juru masak asal Indonesia yang berprofesi sebagai PMI (Pekerja Migran Indonesia) dan juga merupakan tetangga rumah sebelah.
Untuk mendapatkan menu asli Indonesia, diperlukan koki asli orang Indonesia supaya taste-nya sesuai dengan lidah orang Indonesia.
Acara buber dengan sesama pelajar Indonesia ini terdiri dari mahasiswa S1, S2, dan S3 dari berbagai jurusan. Untuk jumlah sengaja dibatasi, karena mengikuti SOP yang berlaku. Partisipan buber tidak hanya dari kawan yang muslim, namun ada juga sahabat non muslim yang hadir dan ikut meramaikan agenda ini.
Buka bersama ini, menjadi ajang silaturrahim, saling mengenal, dan memperkuat rasa kebangsaan sesama pelajar Indonesia di Malaysia. Terlebih di musim pandemik ini, sikap saling menguatkan sesama anak bangsa di perantauan menjadi hal yang urgen untuk dilakukan.
Ikuti Pengajian Virtual PCINU Malaysia
Setiap peristiwa pasti terdapat hikmah. Perkara yang tidak dinginkan kedatangannya bisa menjadi berkah jika disikapi dengan bijaksana.
Adanya musim pandemik ini memunculkan tren baru yang sangat positif, yaitu menjamurnya berbagai even besar dikemas secara virtual. Salah satunya adalah pengajian Ramadhan yang diadakan oleh PCINU Malaysia.
Di Kuala Lumpur, cuaca sore hari pada bulan ramadhan ini sering hujan sehingga pengajian virtual PCINU Malaysia bisa menjadi pilihan yang baik untuk media belajar sekaligus sumber informasi keagamaan yang valid karena langsung menggunakan rujukan primernya.
Bagi rekan-rekan yang waktunya padat dan hanya memiliki waktu sekejap untuk mengikuti pengajian, maka program kultum PCINU Malaysia menjelang buka puasa juga sangat bermanfaat untuk kesehatan mental dan ruhani.
Kabarnya baiknya adalah Nahdlatul Ulama yang menjadi organisasi keagamaan terbesar di Indonesia ini sangat aktif menyebarkan nilai Islam Rahmatan lil ‘Alamin dan berbanding lurus dengan penguatan nilai kebangsaan yang sudah tersebar ke seantero dunia, melalui PCINU sedunia.
Selain itu, syiar Islam yang damai ini juga semakin menarik dengan adanya PCINU sedunia yang kreatif meramu segala skill yang dimilik SDMnya sehingga menjadi “konsumsi sehat” bagi umat.
Mengikuti Program Tarawih di KBRI
Hidup di Malaysia tanpa keluarga kecilnya, Hanif mampu move on dengan cara memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk mengikuti berbagai aktifitas positif yang ada di Malaysia, termasuk mengikuti program yang diadakan oleh KBRI. Program itu adalah buka bersama di KBRI Kuala Lumpur yang diselenggarakan tiap hari Jumat.
Acara buber yang di KBRI ini diisi dengan pengajian agama dimulai dari pukul 19.00 waktu Malaysia. Sebelum masuk aula, para tamu sudah mendapatkan menu makanan berat yang telah disediakan oleh KBRI untuk berbuka puasa, lengkap dengan takjil dan sejenisnya. Variasi menu buka puasa yang beragam itu membuat perut semakin bahagia ingin segera diasupi.
Setelah pengajian dan buka puasa dilanjutkan dengan shalat Maghrib berjamaah. Waktu di antara Maghrib dan shalat Isya bisa dimanfaatkan untuk menjalin komunikasi dengan staf-staf KBRI. Kemudian masuk waktu isya, shalat berjama’ah diteruskan dengan shalat Tarawih dan ditutup dengan shalat Witir.