KH Ahmad Bahauddin Nursalim, ulama Qur’an yang juga pengasuh Pesantren Tahfidz LP3IA, Narukan, Kab. Rembang, dalam suatu majelis pengajian kitab bersama para santri  pernah menjelaskan tentang keutamaan melek bengi (malam) yang lebih baik daripada ibadah puluhan tahun.

Berikut keterangan dari Gus Baha:

Suatu ketika, Imam Ahmad dan Imam Syafi’i bertemu.

“Ya Ahmad, kalau mereka sudah tidak iman, lalu tobatnya bagaimana?” tanya Imam Syafi’i.

“Tobatnya dengan cara shalat yang rajin,” jawab Imam Ahmad.

Lantas Imam Syafi’i tertawa ngakak mendengar jawaban tersebut.

“Ya Ahmad, shalatnya orang kafir itu tidak sah!” sahut Imam Syafi’i.

Imam Ahmad bin Hanbal tiba-tiba menangis lalu langsung mengecup lutut Imam Syafi’i.

Pendapat Imam Ahmad itu naif. Masak menyebut kafir, tapi disuruh shalat. Padahal orang sah shalat kan berarti masih iman.

Mestinya jika Imam Ahmad berpandangan (orang berdosa besar) itu kafir, maka harusnya suruh membaca syahadat, tapi malah menyuruh shalat.

Sejak saat itu, Imam Ahmad mengakui Imam Syafi’i dengan sebutan faqihus-sunnah (paham Sunnah Nabi). Akhirnya, menjadi akidahnya ahlussunnah, bahwa dosa besar tidak menyebabkan kafir.

Makanya, tidak ada orang cerdas kecuali Imam Syaf’i.

Sejak kalah debat, Imam Ahmad pun sangat menghormati Imam Syafi’i. Namun, putri Imam Ahmad agak kurang terima karena tiap malam ayahnya selalu shalat 200 rakaat.

Suatu saat, putri Imam Ahmad mengintip rumah Imam Syafi’i. Ia penasaran apakah shalat Imam Syafi’i lebih hebat, sehingga ayahnya sampai-sampai hormat kepadanya.

Putri Imam Ahmad menyaksikan, setelah shalat Isya’ Imam Syafi’i duduk di kursi sambil memegang kepala, habis itu tidur, tiba-tiba bangun lagi sambil memegang kepalanya, lalu tidur lagi, sampai waktu subuh.

Setelah itu, anak perempuan itu menceritakan kepada ayahnya, “Tadi malam saya mengintip Muhammad bin Idris (Imam Syafi’i), dia pekerjaannya melek dan tidur. Ketika melek sambil memegang kepala, lalu tidur, terus bangun lagi sambil memegang kepala, lalu tidur lagi, lalu begitu terus sampai subuh. Kenapa ayah menghormatinya?”

Mendengar cerita tersebut, Imam Ahmad lalu menemui Imam Syafi’i untuk menanyakan perihal cerita dari putrinya.

“Iya benar, tadi malam saya berpikir 63 masalah. Makanya, saya memegang kepala terus. Baru 43 masalah yang terjawab, sisanya belum ketemu jawabannya.” Kata Imam Syafi’i

Ini adalah satu contoh pentingnya melek malam. Saya sendiri sering melek malam dan jarang shalat sunnah.

Semua ulama dahulu berkata, sebagian menyebut ini hadis:

“Berpikir satu jam itu lebih baik daripada ibadah 60 tahun.”

Ini kisah nyata. Saya kan termasuk orang alim. Saya percaya Imam Syafi’i dalam fatwa fikih, Imam Abul Qasim Junaid dalam fatwa tasawuf, Imam Ghazali dalam fatwa hujjah.

Makanya, saya sebagai orang alim dan hafal Qur’an itu tidak pernah benar-benar cinta kepada Allah seperti kecintaanku ketika membaca teks-teksnya Abul Qasim Al-Junaidi.

Link ngaji versi audio-visual:

Gus Baha – Manfaat Melek Bengi

Leave a Response