Beberapa waktu lalu, media sosial sempat ramai dengan salah satu pembahasan menarik perihal salah satu kelompok yang meragukan integritas dan kredibilitas sahabat Abu Hurairah sebagai salah satu sahabat yang banyak meriwayatkan hadist. Tulisan ini berusaha menjawab keraguan tersebut.
Abu Hurairah adalah salah satu sahabat Rasulullah yang masuk Islam setelah hijrah. Kecintaannya pada kebenaran telah membawanya kepada Islam setelah perang Khaibar, tepatnya pada tahun ketujuh Hijriyah, sehingga menuntunya untuk bersyahadat di hadapan Nabi Muhammad SAW.
Abu Hurairah berjumpa dengan Rasulullah hanya dalam kurun waktu yang cukup singkat. Selama empat tahun. Namun empat tahun ini tidak disia-siakannya. Ia pergunakan waktu tersebut untuk menjadi pelayan Rasulullah SAW dan dengan setia mengikuti ke mana saja Rasulullah pergi.
Abu Hurairah tak pernah absen dari majelis yang Rasulullah laksanakan. Abu Hurairah tidak hanya belajar langsung dari sumbernya, namun juga merekam kata demi kata yang terucap dari mulut Nabi Muhammad SAW. Ia juga menyimpan setiap momen persoalan yang Rasulullah selesaikan. Di mana nantinya akan berguna jika terjadi permasalahan yang sama.
Sebenarnya ada satu keistimewaan yang dimiliki oleh Abu Hurairah tetapi tidak dimiliki oleh sahabat yang lain. Abu Hurairah terkenal dengan ingatannya yang kuat. Abu Hurairah bisa mengingat dengan mudah, termasuk semua perkataan dengan detail betapa pun panjangnya. Dan ingatan itu bisa ia pertahankan hingga akhir hayatnya. Subhanallah sungguh karunia yang patut disyukuri oleh siapapun yang memperolehnya.
Selain itu, ia memutuskan untuk menjadi jalan dakwah dengan menjadi penyambung dakwah Nabi. Ia akan menyampaikan segala sesuatu yang didengar, dilihat dan dipahaminya dari segala sisi kehidupan Rasulullah SAW.
Pada tulisan kali ini, penulis hendak menyampaikan beberapa poin penting perihal kekuatan daya ingat yang dimilikinya, sekaligus beberapa bukti bahwa ia menjadi sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits.
Jika membaca narasi hadits berikut, sepertinya sejak dulu ada orang-orang yang mempertanyakan integritas Abu Hurairah sebagai perawi hadits terbanyak, karena kebersamaannya bersama Rasulullah cukup singkat, yakni antara tiga sampai empat tahun.
Secara kuantitas mengalahkan jumlah hadits yang diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah (Istri Rasulullah), Sahabat Abdullah bin Umar, Sahabat Anas bin Malik dan lain-lain.
Abu Hurairah menjawab keraguan tersebut dengan hadits berikut:
Artinya, “Diceritakan dari Abdul Aziz bin Abdullah ia berkata, Malik pernah bercerita kepadaku dari Ibnu Syihab dari A’raj dari Abu Hurairah berkata: Sesungguhnya orang-orang berkata: Abu Hurairah banyak (meriwayatan hadits), kalau saja tidak ada dua ayat di dalam al-Qur’an, saya tidak meriwayatkan hadits, dia kemudian membaca: Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa penjelasan-penjelasan dan petunjuk, setelah Kami menjelaskannya kepada manusia di dalam al-Qur’an, mereka adalah yang dilaknat Allah dan dilaknat orang-orang melaknat. Kecuali orang-orang yang bertaubat, berbuat baik dan menjelaskan, maka mereka adalah yang Aku terima taubatnya dan Aku adalah Yang Maha menerima taubat dan Maha Penyayang (QS. Al-Baqarah [2]: 159-160)
Sesungguhnya saudara-saudara kami dari kalangan sahabat muhajir sibuk dengan bisnis di pasar, dan sesungguhnya saudara-saudara kami dari kalangan sahabat anshar sibuk bekerja di kebun-kebun mereka, dan sesungguhnya Abu Hurairah menetapi (mulazamah) bersama Rasulullah SAW, karena merasa kenyang perutnya (menerima keadaan), dia menghadiri (majelis) yang tidak mereka hadiri dan dia menghapal apa yang tidak mereka hapal (HR. Al-Bukhari).
Melalui Hadits ini, Abu Hurairah hendak menjawab dan meluruskan isu yang beredar di tengah masyarakat sehubungan dengan banyaknya hadits yang diriwayatkan. Kebersamaannya dengan Rasulullah memang cukup singkat, tetapi dengan intensitas yang tinggi. Ada banyak majelis Rasulullah yang selalu dia hadiri, sementara sahabat-sahabat yang lain sibuk berbisnis dan berkebun, sehingga dia bisa mengetahui dan menghapal hadits yang tidak mereka ketahui.
Abu Hurairah juga menjelaskan keengganannya meriwayatkan hadits, seandainya tidak ada perintah agama. Dia meriwayatkan hadits semata-mata karena perintah. Kalau saja tidak ada ancama kutukan dari Allah terhadap orang-orang yang menyembunyikan ajaran agama, nisacaya Abu Hurairah tidak meriwayatkan hadits. Betapa kehati-hatian Abu Hurairah! Tidak seperti “kita-kita” yang kadang terkesan kurang hati-hati.
Ada hadits lain yang menjadikan Abu Hurairah cukup istimewa, berikut bunyi haditsnya:
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, berkata: Saya bertanya, ya Rasulallah, sesungguhnya saya mendengar darimu banyak hadits, saya lupa! Beliau bersabda; hamparlah selendangmu. Aku lalu menghamparnya. Beliau kemudian menyiduk (mengambil sesuatu) dengan kedua tangannya, kemudian bersabda; peluklah itu (selendang). Aku lalu memeluknya (di dada). Saya kemudian tidak lupa sesuatu setelah (peristiwa) itu (HR. Al-Bukhari).
Abu Hurairah mendapatkan anugrah yang sangat istimewa dari Nabi Muhammad SAW, sehingga memiliki ingatan yang sangat kuat. Dan, ini adalah mukjizat Nabi Muhammad SAW. Wajar jika kemudian beliau mampu menghapal 5374 hadits.