Ahmad Khatib bin Abdul Latif al-Minangkabawi atau yang lebih dikenal dengan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi merupakan salah satu tokoh ulama reformis yang cerdas berasal dari Koto Minangkabau, Sumatera Barat.
Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi lahir di Koto Tuo, Sumatera Barat, pada 8 Jumadil Awal 1276 H (1860 M). Ia meninggal dunia tahun 1334 H (1916 M). Sejak kecil ia memperoleh pendidikan agama dari ayahnya, Abdul Latief. Dari pendidikan ayahnya, ia hafal beberapa juz.
Tahun 1887, Ahmad Khatib muda diajak ayahnya ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Kemudian setelah rangkaian ibadah haji selesai, ayahnya kembali ke Minangkabau. Sedangkan ia tetap tinggal di Mekah untuk menyelesaikan hafalan dan belajar pada guru dan ulama terkemuka di Masjidil Haram. Nama ulama tersebut di antaranya Sayyid Bakri Syatha, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, dan Syekh Muhammad bin Sulaiman.
Dari ulama-ulama inilah menjadikan Ahmad Khatib al-Minangkabawi sebagai ulama besar di Mesir dan imam besar Masjil Haram non Arab pertama dari Minangkabau.
Ketika tinggal di Mesir, Syekh Ahmad Khatib mendirikan semacam pondok pengajian di lingkungan rumahnya yang letaknya sekitar Masjidil Haram sebagai tempat belajar ilmu pengetahuan dan agama.
Pondok pengajian yang dikelola Ahmad Khatim, lambat laun mengalami perkembangan, terlihat dari jumlah muridnya yang cukup banyak, mencakup beberapa negara di dunia, salah satunya dari Indonesia.
Jamaah haji yang berasal dari Minangkabau dan daerah lainnya pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan juga menuntut ilmu, salah satunya kepada Ahmad Khatib al-Minangkabawi, sang imam masjid Masjidil Haram. Nama beliau begitu masyhur di Nusantara.
Pribadinya yang cerdas dan bijak mampu mendorong pemuda-pemuda asal Minangkabau dan daerah lainnya. Mereka tertarik untuk menuntut ilmu pengetahuan dan agama kepada beliau. Syekh Khatib menguasai beberapa bidang ilmu agama seperti ilmu fikih, syariah, dan tafsir.
Murid-murid yang dilahirkan oleh pesantren beliau antara lain: Abdullah Ahmad, Haji Rosul, Ahmad Dahlan, Syekh Jambek, dan beberapa tokoh lainnya yang kemudian hari menjadi tokoh pembaharu di Indonesia.
Pengaruh pemikiran Ahmad Khatib al-Minangkabawi cukup besar bagi murid-muridnya. Terbukti, setelah kembali ke tanah air, beberapa muridnya mendirikan organisasi, seperti Muhammadiyah. Selain itu, ia juga mendirikan beberapa lembaga pendidikan Islam, dakwah, maupun mendirikan majalah pembaharuan seperti al Munir.
Ahmad khatib juga dikenal sebagai penulis yang kreatif. Kurang lebih 47 buku yang berhasil beliau tulis. Umumnya membahas masalah hukum Islam, fikih, dan beberapa buku lainnya.
Gagasan pembaharuan Ahmad Khatib al-Minangkabawi ternyata sangat berpengaruh pada gerakan pembaharuan di Indonesia dan mampu memberi warna baru dalam sejarah pembaharuan Islam di Indonesia. Sangat pantas jika beliau diangkat sebagai imam besar serta khotib di Masjidil Haram maupun menjadi mufti mazhab Syafi’i di Mesir, ulama besar di awal abad 20.