Riwayat hidup saya tak lepas dari hewan anjing. Membaca sejarah Ashabul Kahfi, pasti menemukan kisah anjing. Anjing yang ikut tertidur bersama tujuh pemuda Ashabul Kahfi bernama Qitmir. Lalu saat menonton tiga sekuel film John wick masih ketemu anjing.
Anjing di film ini bukan berjenis Chihuahua yang dibawa ibu berinisial SM masuk ke dalam Masjid Jami’ Al Munawwaroh, Sentul City. Namun perlu diingat baik-baik, sebrutal-brutalnya John wick, dia tak pernah membawa anjing ke tempat ibadah.
Tetangga di Jalan Selat Karimata, Perumnas Sawojajar ada yang punya anjing. Yang luar biasa lagi, anjing ini menggonggong kala adzan berkumandang Masjid al-Makshum. Hal ini mengusik ketenangan ibadah para jamaah. Singkat cerita, anjing itu tak menggonggong lagi. Gara-gara pemiliknya di beri “wejangan indah” oleh salah satu jamaah masjid.
Tentang memelihara anjing, Salah satu santrinya Kiai kholil Bangkalan tercatat pernah punya anjing. Bukan sembarang santri, pasalnya beliau ini pencetus ide pendirian Majelis Tarjih dan pernah menjadi pucuk pimpinan Persyarikatan Muhammadiyah. “Kok ada kiai Muhammadiyah kayak begini?” Pasti pembaca iqra.id bertanya dalam hati.
Hendri F. Isnaeni dalam laman historia (4/4/2018) menyebut KH. Mas Mansyur pernah memelihara anjing betina jenis Keeshond. Anjing itu hadiah dari pemilik restoran Molen-Kamp, langganan Sukarno, di Pasar Baru, Jakarta.
Suatu ketika KH Abdul Wahab Hasbullah, pendiri Nahdlatul ulama (NU), berkunjung ke rumah Mas Mansyur di Jakarta. Ketika sedang menikmati jamuan makan, Ibrahim, anak Mas Mansyur, melepas anjingnya dan mendekati tempat makan.
Melihat ada anjing mendekatinya, Kiai Wahab langsung melompat dari tempat duduknya. Suasana jadi ramai. Ibrahim segera mengambil anjing itu. Setelah Kiai Wahab pulang, Mas Mansyur memarahi Ibrahim yang melepaskan anjing itu sewaktu Kiai Wahab bertamu.
Sewaktu mau melahirkan, anjing yang biasa tidur bersama Ibrahim itu, dihadiahkan kepada dr. Soeharto, staf Mas Mansyur di Putera (Pusat Tenaga Rakyat) pada masa pendudukan Jepang. Soeharto kemudian menjadi dokter pribadi Sukarno.
Selain Kiai Mas Mansyur, masih ada dua tokoh Islam. Misalnya menurut cerita Dosen Teologi Islam, Dr. M. Lutfi Mustofa M.Ag., Prof. Dr. Harun Nasution punya seekor anjing. Bahkan anjing ini terang-terangan dibawa ke kampus UIN Ciputat. Terakhir dan sekaligus menutup artikel ini, yang tak boleh dilupakan adalah Syekh Mutamakkin.
Ulama yang dikisahkan dalam Serat Cebolek ini pernah memelihara dua ekor anjing. Yang pertama diberi nama Abdul Qahar, mirip dengan nama penghulu di Tuban dan yang kedua Qamaruddin, mirip dengan nama khatib masjid Tuban (Islah gusmian, Pemikiran Tasawuf Syekh Ahmad Mutamakkin, 2012).
Apa yang dilakukan Kiai Mas Mansyur, Prof. Harun Nasution dan Syekh Ahmad Mutamakkin tak perlu dijadikan dalih (baca :pembenaran) bagi Muslim di Indonesia untuk memelihara anjing. Sebaiknya pelihara hewan lain saja, misal ikan arwana, burung kenari atau kura-kura. Wallahu’allam