KH. Abdul Syakur Yasin karib dipanggil Buya Syakur. Terutama oleh para santri dan jemaat pengajian dan majelis dzikirnya ‘Wamimma’. Orang-orang Pesantren sekitaran wilayah tiga Cirebon nyaris pasti mengenalnya. Kiai nyentrik asal Indramayu ini disebut kawan seperantauan Gus Dur di Timur Tengah silam.
Bahkan kesohor di kalangan kami para santri Cirebon-Indramayu, Buya Syakur diakui Gus Dur sebagai intelektual muslim Indonesia yang sejajar dengan Nurkholis Majid dan Quraish Shihab. Walau demikian, sebab Buya Syakur berhuni di kampung dan lebih aktif di masyarakat bawah, namanya kurang melejit. Juga, boleh jadi sebab Buya Syakur tidak menganggit karya tulis seperti Cak Nur dan Kiai Quraish.
Dalam suatu pengajian, Buya Syakur ditanya soal “tidak akan masuk surga orang yang memiliki rasa sombong”. Apa benar? Buya Syakur merespon bahwa bagi orang yang di dalam hatinya menyimpan rasa sombong tidak usah berkhayal bisa masuk surga. Sebab surga tidak ditempati orang-orang sombong.
Mengutip sabda Nabi SAW, beliau menegaskan: Laa yadkhula ahafdukum al-jannata man kaana fii qalbihi mitsqaalu habbatin min al-kibr. Tidak akan masuk surga orang yang di hatinya menyimpan kesombongan, sekalipun seberat atom.
Dan ciri dalam hati kita menyelinap rasa sombong adalah jika kita masih memiliki rasa “lebih baik dari” orang lain.
Dalam hal ini Buya Syakur mengambil amtsal dari Iblis. Iblis dikeluarkan dari surga oleh sebab sekadar merasa lebih baik dari Adam AS. Iblis yang sudah bermukim di surga saja disepak keluar. Apalagi kita yang sama sekali belum pernah masuk lantas bermimpi ingin masuk surga. Sedangkan dalam hati menyimpan kesombongan? Na’udzubillah.
Pertanyaannya kemudian; mengapa orang sombong tidak bisa masuk surga? Ihwal ini, Buya Syakur mengajak agar kita memahami psikologi kesombongan. Bukan hanya telah disabdakan Nabi SAW, ada alasan-alasan logis mengapa surga tidak bisa ditempati oleh orang-orang sombong.
Pertama, orang sombong itu bodoh. Masih soal kesombongan Iblis, Buya Syakur memaparkan bahwa tatkala Iblis enggan untuk sujud kepada Adam AS, Iblis beralasan sebab ia lebih baik dari Adam AS. Saat ditanya apa pasal Iblis merasa lebih baik, Iblis menjawab; khalaqtanii min naarin wa khalaqtahu min thiin. Adalah Iblis merasa lebih baik sebab ia diciptakan dari api sedang Adam dari tanah.
Buya Syakur mengajak kita untuk berpikir. Antara tanah dan api, mana yang lebih baik? Tentu lebih baik tanah. Sebab tanah mengandung banyak unsur mineral dan logam. Bahkan api pun bisa terpantik dari kedalaman tanah. Sedang api hanya api.
Sampai di sini Bunya Syakur hendak menunjukkan kebodohan Iblis yang merasa lebih baik dari Adam AS. Sedang ternyata antara tanah dan api, tanah lah yang lebih bernilai dibanding api. Bahkan kita pun berpijak di atas tanah, bukan di atas api. Iblis si sombong ternyata bodoh.
Kedua, orang sombong itu tidak mau mengakui kelebihan orang lain. Alasan kedua ini diinspirasi oleh ayat quran yang menjelaskan tentang Malaikat yang keberatan atas pilihan Allah SWT untuk menjadikan Adam AS sebagai khalifah di muka bumi. Allah membuktikan, kata Buya Syakur, bahwa penilaian Malaikat itu keliru. Kemudian Allah menguak potensi diri Adam dengan menganugerahinya ilmu pengetahuan.
Buya Syakur mengutip ayat wa ‘allama aadama al-asmaa’a kullahaa. Kemudian Adam dipersandingkan dengan Malaikat, tsumma ‘aradlahu ‘alal malaaikah.
Ketika ditanya tentang ini-itu Malaikat tidak bisa menjawab, hanya bisa berucap subhaanaka laa ‘ilma lanaa illaa maa ‘allamtanaa. Sebaliknya, Adam bisa menjawab segala tanya yang diluncurkan padanya. Atas hal itu Malaikat mengakui kelebihan Adam.
Lantas ia pun bersujud kepada Adam atas perintah Allah. Sedang Iblis, walau tahu potensi Adam, tetap, ia enggan pogah bersujud. Artinya Iblis tidak mau mengakui kelebihan pada diri Adam dan tetap ngotot merasa lebih baik.
Ketiga, orang sombong itu tidak bisa ditegur. Jika ada yang menegur, kata Buya Syakur, orang sombong akan berkata “jangan coba-coba menggurui saya”. Mengapa? Karena orang yang di dalam hatinya nyaman menyemai kesombongan selalu merasa “akulah yang paling”.
Keempat, orang sombong itu tidak pernah menyesal. Atas kesombongannya Iblis diusir dari surga. Kesombongan Iblis ini tentu merupakan kesalahan fatal di hadapan Allah Ta’ala. Tapi sungguhpun demikian, lanjut Buya Syakur, Iblis tidak pernah merasa salah dan menyesalinya. Ini artinya orang sombong itu keras kepala tidak pernah menyesal atas kesalahan yang diperbuat. Maka sangat logis orang seperti ini tidak berhak masuk surga. Di mana surga adalah tempat yang mulia.
Kelima, orang sombong tidak pernah mau meminta maaf. Nabi Adam dikeluarkan dari surga sebab kesalahannya kemudian menyesal dan memohon ampunan pada Allah Ta’ala. Sedang Iblis tidak pernah meminta maaf pada Allah. Inilah watak orang sombong. Orang sombong tidak mungkin akan meminta maaf. Sebab orang sombong selalu merasa benar.
Inilah psikologi kesombongan, pungkas Buya Syakur, orang sombong sulit untuk bertaubat. Orang sombong selalu menganggap remeh dan menghina orang lain. Dan orang sombong tidak mau paham ada orang tersinggung. Itulah sederet dosa kesombongan. Itulah mengapa surga tidak layak dihuni orang-orang sombong.
“Laa yadkhula ahadukum al-jannata man kaana fii qalbihi mistqaalu habbatin min al-kibr”
Wal’iyadz billah.