Jakarta – Kementerian Agama melalui Direktorat Penerangan Agama Islam sedang menyiapkan program strategis untuk implementasi pengembangan manajemen sistem peringatan dini konflik sosial berdimensi keagamaan di seluruh Indonesia.
“Program ini akan memperkuat peran tokoh agama dalam merawat kerukunan sosial, memfasilitasi pengambilan keputusan yang responsif terkait konflik sosial keagamaan, dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya toleransi dan kerukunan,” kata Ahmad Zayadi, Direktur Penerangan Agama Islam, pada Rabu (30/8/2023), di Jakarta.
Zayadi mengatakan, keanekaragaman agama di Indonesia membawa tantangan dan peluang yang harus dikelola secara bijak. Menurutnya, Manajemen Sistem Peringatan Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan (MAS PERDI KSK) dalam konteks ini menjadi sangat penting sebagai kebijakan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan tokoh agama.
“Dengan berlandaskan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 dan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 332 Tahun 2023, rancangan program strategis ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi konflik sekaligus memitigasi atas pencegahan perluasan konflik sosial berdimensi keagamaan di Indonesia,” ujarnya.
Pria kelahiran Brebes ini menjelaskan, rancangan program MAS PERDI KSK merupakan bentuk proyek perubahan selama mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan (Diklatpim) Tingkat II yang diadakan Lembaga Administrasi Negara (LAN).
“Proyek perubahan pasca Diklatpim ini berorientasi pada peningkatan kualitas serta kapasitas diri dan mutu layanan di instansi masing-masing yang berdampak langsung di kehidupan masyarakat,” jelasnya.
Rancangan program MAS PERDI KSK, lanjutnya, akan memaksimalkan potensi peran aktor-aktor layanan keagamaan di Indonesia yang jumlahnya saat ini sangat melimpah, antara lain penyuluh agama Islam (50.262), ormas Islam (12.386), majelis taklim (93.854), dai/penceramah (10.500), lembaga seni dan budaya Islam (142), dan Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (548).
“Para aktor layanan keagamaan tersebut selama ini memiliki kontribusi yang tidak sedikit. Karena itu dalam jangka pendek September-Oktober 2023 ini, kami sedang menyiapkan modul manajemen sistem resolusi konflik sosial keagaaman, buku saku wawasan kebangsaan dan moderasi beragama,” ungkap Zayadi.
Untuk jangka menengah, pihaknya akan menyiapkan pelatihan dan sertifikasi khusus pencegahan dan penanganan konflik bagi aktor-aktor di bidang layanan keagamaan sekaligus kolaborasi dengan beberapa lembaga mitra seperti BNPT, BPIP, Lemhannas, Polri, TNI, dan Kemendagri.
“Proyeksi jangka panjang di tahun 2024, program MAS PERDI KSK ini nantinya dapat diaplikasikan berbagai pihak secara massif di seluruh Indonesia, sehingga para tokoh dan ormas Islam juga ikut berperan dalam mendeteksi dan mencegah konflik sosial keagamaan di lingkungan masing-masing,” terangnya.
Zayadi berharap, program ini tidak hanya akan berdampak pada pencegahan dan pengelolaan konflik, tetapi juga akan memberikan pijakan bagi pengembangan masyarakat yang lebih sadar akan nilai-nilai toleransi, kerukunan dan perdamaian.
“Melalui kerja sama antar pemerintah, masyarakat, dan tokoh agama ini, keanekaragaman agama di Indonesia bisa diarahkan menuju kesejahteraan bersama,” pintanya. (mzn)