Dibedah, Buku “Di Balik Meja Birokrat” Hadir untuk Perkuat Layanan Publik Berbasis Fikih
Jakarta – Sebuah buku baru berjudul “Di Balik Meja Birokrat” terbitan Elex Media Komputindo tengah mencuri perhatian masyarakat. Buku ini tidak hanya sekadar kumpulan kata-kata, melainkan juga cerminan mendalam dari pengalaman seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam menjalani tugasnya.
Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI menggelar Bedah Buku tersebut, yang ditulis oleh Jaja Zarkasyi, seorang Analis Kebijakan Ahli Muda Kementerian Agama. Acara berlangsung pada Rabu (27/04) di Jakarta, dihadiri oleh para undangan dari berbagai satuan kerja di lingkungan Kementerian Agama dan masyarakat umum.
Dalam bedah buku ini, penulisnya mengungkapkan bahwa menjadi seorang birokrat seharusnya dilihat sebagai sebuah amanah dan kesempatan untuk berbuat kebaikan bagi kemaslahatan umum. Buku ini mengajak pembaca untuk merenungkan peran dan tanggung jawab yang melekat pada jabatan sebagai seorang birokrat, dengan menghadirkan kisah-kisah inspiratif dari sejarah tata kelola birokrasi dalam Islam.
Jaja Zarkasyi membahas pertanyaan-pertanyaan besar seputar arah kebijakan birokrasi dan relevansi model-model kepemimpinan masa lalu dengan kondisi masa kini, termasuk pemikiran Ibnu Taimiyah tentang kepemimpinan yang tidak terbatas oleh latar belakang suku atau komitmen kebangsaan.
“Kesempatan menjadi birokrat itu harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Ketika masa pensiun tiba, jangan sampai menyesal karena tidak maksimal dalam memanfaatkan kesempatan yang telah diberikan oleh Allah ini,” ujarnya.
Melalui kisah-kisah dan refleksi yang disajikan dalam buku ini, pembaca diajak untuk membaca sejarah bagaimana pemerintahan dalam Islam membangun tata kelola birokrasi. Umar Bin Khattab misalnya, meletakkan dasar-dasar distribusi kewenangan dengan mengangkat para Gubernur di beberapa daerah. Begitu pula dengan Muawiyah bin Abu Sufyan yang menata Dinasti Umayyah dengan sistem administrasi modern seperti membentuk kantor pos, mengangkat para menteri, hingga perpajakan.
“Dengan fikih kita bisa melihat bagaimana perkembangan tata kelola birokrasi itu sangat dinamis, partisipatif dan inklusif. Karena tujuan utama dari birokrasi itu adalah menjaga kemaslahatan untuk seluruh masyarakat,” pungkasnya.
Muhammad Imanuddin, Analis Kebijakan Ahli Utama dari Kemenpan RB, juga turut menyumbangkan pandangannya mengenai perubahan paradigma dalam perundang-undangan terkait pelayanan publik. Diskusi juga mengulas pentingnya memahami keberagaman agama dalam konteks negara, dengan menekankan bahwa Indonesia adalah model yang ideal dalam memadukan keberagaman agama.
Acara ini diharapkan memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana fikih Islam dapat menjadi landasan yang kuat dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di Indonesia. Kementerian Agama RI, melalui Balitbang Diklat, berkomitmen untuk terus memajukan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan kualitas layanan publiknya.
Bagi para pembaca yang ingin mendalami isi buku tersebut, mereka bisa memperolehnya di toko-toko buku terdekat.