Dikisahkan, satu rombongan delegasi dari kampung pedalaman datang untuk menemui Khalifah Hisyam bin Abdil Malik. Mereka datang menemuinya untuk meminta sumbangan karena wilayah mereka dilanda paceklik. Dalam rombongan tersebut terdapat seorang anak kecil. Melihat ada anak kecil di antara orang-orang yang menemuinya, Khalifah memanggil dan memarahi pengawalnya. “Memangnya setiap orang bisa menemuiku seenaknya, termasuk anak kecil?” bentaknya.
Anak kecil itu maju mendekati Khalifah dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Kedatanganku kepadamu tidak akan merugikanmu sedikit pun, tapi akan membuatku sangat terhormat. Orang-orangku datang ke sini karena sesuatu yang membuat mereka tidak akan meninggalkanmu tanpa mendapatkan sesuatu itu. Berbicara adalah mengutarakan, sedangkan diam adalah melipat. Pembicaraan hanya akan diketahui dengan mengutarakannya. Jika diizinkan, aku pasti mengutarakannya.”
Khalifah terkesima mendengarkan kata-kata anak tersebut.
“Silakan utarakan!” jawab Khalifah.
“Wahai Amirul Mukminin! Tiga tahun ini kami dilanda musibah. Tahun yang pertama menggerogoti lemak di tubuh kami. Tahun yang kedua mengikis daging kami. Dan tahun yang ketiga mengeroposkan tulang kami. Sementara itu, pada kalian ada kelebihan harta. Jika harta itu milik Allah, tolong bagikan kepada hamba-hamba-Nya. Jika harta itu milik hamba Allah, apa alasannya kalian menahannya dari mereka. Jika harta itu milik kalian, tolong sedekahkanlah kepada mereka. Sesungguhnya Allah bakal membalas orang-orang yang bersedekah.”
Khalifah Hisyam bergumam, “Tiga alasan yang dikemukakan anak ini membuatku tidak bisa berkutik.”
Khalifah kemudian memerintahkan pengawalnya agar memberikan hadiah kepada orang-orang itu dan hadiah khusus bagi anak kecil tersebut.
Melihat hadiah yang diberikan kepadanya lebih baik dibanding dengan yang diterima orang-orangnya, anak kecil itu protes, “Wahai Amirul Mukminin! Tolong, orang-orang juga mendapatkan hadiah yang sama denganku, karena keperluanku sama dengan keperluan kaum muslim pada umumnya.” Lalu dia mendendangkan sebuah syair:
“Seandainya aku dianugerahi keabadian sendirian
Aku sama sekali tidak ingin menyendiri dalam keabadian.
Janganlah diturunkan kepadaku dan tanahku
Hujan yang tidak merata ke seluruh negeri.”
[Sumber: Anwar Wardah–“Yuhka ‘An”, 2016)