Jakarta – Keluarga Alumni Futuhiyyah (KAFAH) Jabodetabek menggelar acara Halal Bihalal di Jakarta Selatan, Sabtu (4/5/2024). Hadir, antara lain Masrokhan Sulaiman, Prof. Munif Suratmaputra, Prof. Masykuri Abdillah, dan Dr. Thobib Al Asyhar. Sementara dari Mranggen hadir Prof. Dr. KH. Abdul Hadi Muthohar sekaligus menjadi penceramah.

Selaku tuan rumah, Masrokhan Sulaiman yang juga Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri Kementerian Perindustrian merasa bahagia dengan kehadiran alumni Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak.

“Saya terharu dan bahagia dengan kedatangan para kiai dan alumni Pesantren Futuhiyyah di tempat ini,” ujarnya saat memberi sambutan selaku tuan rumah.

Futuhiyyah memiliki kedudukan istimewa di hati pria asli Semarang ini.

“Saya dulu mulai belajar di Futuhiyyah Mranggen di akhir tahun 70-an dan saya merasa mendapatkan banyak ilmu dari sana,” lanjutnya.

“Saya tidak pernah lupa dengan jasa-jasa para kiai saya di Mranggen dulu,” sambungnya.

Masrokhan berharap terjalin sinergi dan kolaborasi di antara sesama anggota Kafah Jabodetabek. Menurutnya, apabila anggota Kafah yang berkiprah di berbagai sektor dapat bersinergi dan berkolaborasi satu sama lain, maka jangkauan manfaatnya akan lebih besar.

“Kami di Kemenperin, misalnya, mempunyai program pendidikan dan pelatihan secara gratis untuk mereka yang disiapkan bekerja di dunia industri,” jelasnya.

Kami, lanjut Masrokhan, telah bekerja sama dengan ribuan industri yang siap menjaring para peserta Diklat tersebut. Ribuan industri tersebut, ujar Masrokhan, bahkan mengantre untuk merekrut lulusan Diklat Kemenperin.

“Kalau ada saudara-saudara anggota Kafah yang ingin ikut pelatihan, atau bahkan Kafah mau mengkoordinir orang-orang yang hendak ikut pelatihan di sini, tentu kami sangat senang,” tukasnya.

Pentingnya sinergi dan kolaborasi juga disampaikan oleh Ketua Kafah, Thobib Al Asyhar. Pria asal Grobogan yang juga Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Agama itu berharap perkumpulan ini dapat mempertemukan alumni Futuhiyyah yang ada di Jabodetabek.

Untuk itu dia berupaya merancang program-program yang efektif dan efisien, tetapi bermanfaat.

“Alhamdulillah, di bulan Ramadhan kemarin kami mengadakan serial Talkjil: Talkshow Kajian Keislaman secara on line dan Alhamdulillah sukses,” ujarnya.

Dia berharap terjadi sinergi dan kolaborasi antarsesama anggota Kafah.

“Selain Pak Masrokhan di Kemenperin, di sini ada yang berkiprah di Kementerian Koordinasi Perekonomian, di SKK Migas, dan tempat-tempat lainnya, tentu kalau bisa bersinergi akan memiliki dampak positif yang luas,” jelasnya.

Sementara itu Kiai Abdul Hadi Muthohar berpesan agar seluruh anggota Kafah memegang pemahaman agama yang moderat.

“Islam itu diamalkan dalam dua bentuk, ada yang keras dan kaku, yang menganggap Indonesia harus menjadi negara Islam, dan ada yang moderat, yang menganggap bentuk negara seperti sekarang ini sudah cukup,” terangnya.

“Nah bentuk yang kedua itulah yang dianut oleh masyayikh-masyayikh kita dari Nahdlatul Ulama, termasuk Masyayikh Mranggen,” lanjutnya.

Dia juga mengisahkan kenangannya dengan Kiai Jailani Buntet Cirebon tak lama setelah meninggalnya sang ayah, Kiai Ahmad Muthohar, tahun 2005 silam. Kiai Jailani, dia mengisahkan, pernah bertanya kepadanya, “Gus, apa tinggalan Abah yang paling berharga?” Dia menjawab, “Tarekat.” Maka Kiai Jailani yang notabenenya guru Kiai Abdul Hadi kemudian meminta dibaiat.

Kiai Abdul Hadi berbaiat tareka Qodiriyah wa Naqsyabandiyah dari Kiai Ahmad Muthohar dari Kiai Muslih Abdurrahman terus menyambung sampai Syekh Khatib Sambas terus sampai ke Syekh Abdul Qodir Jaelani, ke Sahabat Ali dan Rasulullah.

Kiai Abdul Hadi kemudian memberikan kesempatan kepada seluruh anggota Kafah yang hadir untuk baiat tarekat. Mereka kemudian duduk bersila dan saling menautkan lututnya, dan berzikir mengikuti bacaan Kiai Abdul Hadi.

Sore itu lantunan zikir tarekat Qodiriyah dan Naqsyabandiyah menggema di Ruang Lt. 8 Gedung Pusat Industri Digital 4.0.