Dalam suatu pengajian kitab kuning bersama para santri, pengasuh Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA, Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) menceritakan tentang karomah Syaikhona Kholil Bangkalan Madura.
Berikut cerita dari Gus Baha:
Syaikhona Kholil Bangkalan (Madura) keramatnya terkenal wali. Haji-haji Madura ketika meninggal dunia yang talqin kalau tidak Mbah Kholil mereka tidak mau.
Nah, terkadang yang meninggal dunia ada yang berbarengan. Mbah Kholil saat datang untuk menalqin (di kuburan) tiba-tiba berkata, “Wes yo Ji, aku ape ngaji, wes pokoke lek angger ditakoi malaikat muni ngenteni aku (sudah ya Ji, aku mau ngaji, pokoknya kalau ditanya malaikat jawab saja nunggu aku).”
Beliau wali ya tidak ada yang berani bantah. Sehingga beliau tidak mengajari man robbuka seperti yang diajarkan modin-modin.
Nanti Mbah Kholil saat mentalqin mayit di tempat lain juga begitu. Didatangi saja di kuburan.
Kata Mbah Kholil begini alasannya, “Sok mben sowan pengeran rombongan wae, seng jawab ketuane (kelak kalau menghadap Pengeran (Allah) bareng-bareg saja, yang jawab ketuanya).”
“Lah ketuane sopo (lah ketuanya siapa)?”
“Aku! Lah aku dewe moh jawab, tak kon seng jawab ketuane dewe, Nabi Muhammad (aku sendiri tidak mau jawab, biar yang jawab ketuanya, Nabi Muhammad).”
Malaikat ya tidak berani bertanya Nabi Muhammad. Apa malaikat berani bertanya man rabbuka? Ya kualat…
Makanya, tidak boleh shalat itu munfarid, tapi rombongan! Karena rombongan itu ada ketuanya. Yang dipanggil ketuanya: يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ اُنَاسٍ بِاِمَامِهِمْ.
Jadi kayak kalian ini yang dipanggil aku. Tapi, kamu ini resmi tidak muridku? Hahaha
Kelak kalau aku yang maju, lalu Mustofa ditanya, aku jawab, “Ini Musthofa, Gusti. Tampaknya dia sudah miskin lama, jadi rahmati saja Gusti.” Hehehe
Kecuali ada malaikat, “Sampun kulino loro, Gusti… Diteruske mawon (sudah terbiasa sengsara, Gusti… Dilanjutkan saja)”. Hehehe
Malaikat kok hasud… Hehehe. Tidak-tidak, insyaallah tidak begitu.
Jadi, ketua itu penting. Kalau cara Mbah Kholil itu menunggu ketua rombongan. Jadi, kalian jangan keburu-buru jawab (pertanyaan malaikat), ”Ngentosi ketua kulo (nunggu ketua saya).”
Tapi, apakah malaikat bisa diomongin begitu apa tidak?
“Ditanya kok banyak omong, hantam saja!” kata malaikat.
Maka, yang penting itu menjadi kekasihnya Allah. Jadi kekasih Allah itu aman. Malaikat pun wajib sopan. Tidak mungkin malaikat berani mereteli orang yang jadi kekasih Allah.
Makanya, penting menjadi wali. (Menghadapi) Malaikat Munkar Nakir itu gampang. Kalau wali masuk ayat:
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ (62) الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (63) لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ لَا تَبْدِيلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (64)
Semua wali itu pasti bahagia. Malaikat pun berkata:
نَحْنُ أَوْلِيَآؤُكُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَفِى ٱلْءَاخِرَةِ ۖ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِىٓ أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ
Simak video sumber pengajian ini: klik >> “Gus Baha – Karomah Mbah Kholil”