KH Bahauddin Nursalim yang akrab disapa Gus Baha lahir pada 15 Maret 1970 di Sarang, Rembang, putra dari KH Nursalim Alhafidz. Saat ini Gus Baha adalah pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3IA di Kragan, Narukan, Rembang.
Dalam suatu majelis ngaji, Gus Baha menceritakan Imam Syafi’i pernah hampir saja membakar kitabnya sebab salah paham menilai karakter dan tindakan seseorang yang ditemuinya. Mungkin dalam bahasa gaul sekarang, Imam Syafi’i kena ‘prank’ yang membuat dirinya sangat kesal. Berikut ini cerita selengkapnya:
Saat berkelana untuk mencari ilmu di Yaman, Imam Syafi’i pernah kesal (Jawa: mangkel). Waktu itu Imam Syafi’i ngaji ilmu Firasat (kitab yang membahas tentang karakter manusia), kemudian ia sudah dinyatakan lulus belajar ilmu Firasat oleh gurunya.
Kitab ini bisa memprediksikan watak seseorang, misal jika orang rambutnya begini, maka wataknya begini. Semua ilmu (teori) dalam kitab Firasat ketika diuji hasilnya benar terus dan tidak ada yang meleset.
Suatu saat Imam Syafi’i bertemu seseorang di jalan, yang menurut ukuran ilmu Firasat, orang ini seharusnya paling jahat dan mengecewakan. Namun, Imam Syafi’i menilai orang ini sangat baik.
“Orang ini kok menghormati tamu sampai sebegitunya,” pikirnya.
Kemudian Imam Syafi’i dipersilakan untuk singgah di rumah orang yang ditemui itu. Beliau disuguhi makan, bahkan orang itu mengusir anaknya dari kamar (karena dulu tidak ada hotel).
“Nak, jangan tidur di kamar ini. Mau dipakai tamu agung, yaitu golongan Quraisy,” ujar laki-laki itu kepada anaknya. Ia mengetahui kalau Imam Syafi’i adalah keturunan Quraisy.
Imam Syafi’i sudah dihidangkan makanan enak. Saat pagi disuguhi susu hangat. Hingga anaknya pun diusir demi dipakai menginap Imam Syafi’i.
Orang ini menurut kriteria dalam kitab seharusnya jahat dan mengecewakan, namun faktanya orang ini malah baik. Imam Syafi’i saat itu bingung karena kitab Firasat yang ada di dalam ranselnya akhirnya meleset dari teori.
Menghadapi situasi tersebut, Imam Syafi’i sampai-sampai hendak membakar kitabnya. Sebelum membakar kitab Firasat tersebut, beliau pamit pulang. Dan ternyata apa yang terjadi? Imam Syafi’i disuruh membayar biaya menginap selama tiga hari dan biayanya pun dilipatgandakan.
Mendengar hal itu, Imam Syafi’i lantas kesal, lantaran uangnya habis buat membayar mahal biaya menginap selama 3 hari.
“Kamu kan tahu, anakku saja sampai saya usir. Tapi kamu bayar cuma segini? Harganya harus khusus sebab sampai harus mengusir anak!”
“Kamu setiap mandi pagi tidak sekadar air, tapi menggunakan air hangat yang kamu pakai untuk mandi.”
Akhirnya Kitab Firasat tersebut tidak jadi beliau bakar, karena memang ternyata teori ilmu Firasat tadi tidaklah meleset.
Imam Syafi’i menyesal sekali telah menganggap orang tadi adalah orang baik. Sampai-sampai beliau hendak membakar kitabnya karena tidak sesuai kriteria ilmu Firasat.
Jadi, ulama zaman dulu itu mencari ilmu sampai seperti itu (berkelana ke berbagai negara). Imam Syafi’i pernah berkata, “Saya tidak bisa menghitung berapa kali masuk Yaman, Baghdad, Mesir. Semua itu demi ilmu.” (M. Zidni Nafi’)