Ulama ahli Qur’an dan Tafsir KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) dalam suatu majelis pengajian bersama para santri pernah menjelaskan tentang ajaran Manunggaling Kawula Gusti yang diajarkan oleh Syekh Siti Jenar.
Berikut penjelasan Gus Baha:
Sampai ada aliran Wahdatil Wujud / Manunggaling Kawula Gusti karena seseorang terburu-buru GR merasa dekat dengan Tuhan. Lalu Tuhan dianggap bersemayam di dirinya masing-masing, akhirnya mempunyai keyakinan Manunggaling Kawula Gusti, disebut Wahdatil Wujud.
Seperti cerita Syekh Siti Jenar. Kacau..!!
Siti Jenar dipanggil Walisongo untuk diadili sebab mempunyai aliran Wahdatil Wujud.
Ketika dia berada di rumah, ada utusan Walisongo yang datang, “Siti Jenar, kamu dipanggil Walisongo..!!”
“Di sini tidak ada Siti Jenar, adanya Allah!”
Akhirnya, utusan Walisongo pulang.
Kata Syekh Siti Jenar, tidak ada makhluk, yang ada hanyalah Allah. Entah Walisongo lupa atau memang keliru, namanya wali juga manusia.
“Ya sudah, Allah panggil..!!” kata Walisongo. Karena kalau disebut Siti Jenar tidak mau.
Utusan Walisongo tadi akhirnya datang lagi, “Siti Jenar, kata Walisongo, Allah dipanggil…”
“Wali bodoh, Allah jangan dipanggil, tidak sopan!” kata Syekh Siti Jenar kepada utusan Walisongo.
Sudah dua kali utusan tadi keliru terus. Memanggil Siti Jenar tidak mau datang, memanggil Allah malah tidak sopan.
Masyhur cerita ini, akhirnya Walisongo kesal lalu mengutus Sunan Kalijaga untuk mengajak perang Syekh Siti Jenar.
Nah, salahnya Siti Jenar, dia kalah dalam peperangan tersebut. Akhirnya kita secara sederhana kan bisa menyimpulkan, bahwa jelas itu bukanlah Allah, masak Allah kok kalah sama Sunan Kalijaga.
Setelah itu, cerita Syekh Siti Jenar dibolak-balik. Para penggemar Wahdatil Wujud menyebut yang menang perang adalah Syekh Siti Jenar, jenazahnya wangi, lalu mengarahkan Walisongo yang curang.
Apapun itu, aliran Wahdatil Wujud tidak mungkin benar, karena bagaimana pun kita pernah “tidak ada” menjadi “ada”, itu bukti bahwa kita adalah “makhluk”.
Link ngaji versi audio-visual: