Ulama ahli Al-Qur’an dan Tafsir asal Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang dikenal dengan Gus Baha, dalam suatu pengajian tafsir bersama para santri, menerangkan perbedaan pendapat ulama tentang kurban atau menyembelih ayam pada hari raya Idul Adha.
Berikut penjelasan dari Gus Baha:
Saya pernah melarat (miskin) pada zaman merantau ke Jogja. Ketika Idul Adha jika tidak punya uang, saya menyembelih ayam atau membeli daging setengah kilo atau beberapa kilo.
Butuhnya hanya satu, Allah sudah melarang puasa hari ‘id (Idul Adha) karena hari makan-makan.
Kedua, menghilangkan tamak ke panitia kurban masjid. Nanti kalau tamak, kecewe terus nggremeng (menggerutu).
Sudah kere, nggremeng, hasud, kan double dosanya. Tambah fakir tambah ngawur!
Tapi, kalau kamu menyembeli ayam apa bebek, pokoknya jangan tikus. Pokoknya menyembelih yang halal-halal.
Ibnu Abbas (sahabat Nabi) itu hebat, saat Hari Raya tidak menyembelih kambing tapi menyembelih ayam.
Ketika ditanya, “Apa ini kurban?” jawabnya, “tidak”.
“Lah kok ayam, apa ada dasarnya (dalil hukum) kurban ayam?”
“Tidak,” jawab Ibnu Abbas.
Pokoknya kata Allah, yaumu aklin wa surbin (يوم أكل وشرب), hari makan-makan dan minum. Pokoknya saya ikut Allah. Diingat-ingat..!!
Dalam sebagian hadis, ulama itu khilaf (perbedaan pendapat). Kalau menurut Imam Qurtubi, ada kemungkinan boleh kurban ayam. Tetapi, jangan ditaruh masjid nanti ditertawakan orang.
Paham nggeh..?
Alasan Imam Qurtubi masuk akal, Nabi berkata, orang yang berangkat Jum’atan awal/pagi (jam 08.00-09.00) itu fakaannama qarraba badanatan (seolah-olah dia kurban dengan unta).
Kalau agak mepet, misalnya jam 10.00 itu seperti kurban sapi. Kalau dekat misalnya jam 11.30 itu sama dengan kurban ayam, redaksi hadisnya fakaannama qarraba dajatan (فَكَأنَّما قَرَّبَ دَجَاجَةً).
Terakhir, kata Nabi, kalau Jum’atan mendekati khotib akan naik mimbar sama dengan kurban telur. Nabi mengistilahkan itu “kurban”.
Paham nggeh maksudnya?
Berarti, ketika Idul Adha kurban telur satu kilo namanya kurban. Paham nggeh yang saya maksud?
Tapi, agar tidak kontroversi jangan dibawa ke masjid. Pokoknya dipakai sendiri saja. Kalau dibawa masjid kan lucu.
Tapi, menurut pengamatan saya, seumpama beneran itu bagus, tapi jangan dibawa ke masjid syaratnya.
Misalnya satu kampung 300 orang. Yang kaya kurban sapi, rada kaya kurban kambing, yang miskin menyembelih ayam. Sehingga tetap ada makan-makan satu kampung.
Yang penting pada hari itu yaumu aklin wa surbin, hari makan-makan.
Jadi, kalau melihat hadis menurut Imam Qurtubi itu, seperti kurban unta, seperti kurban sapi, seperti kurban ayam yang Jum’atan mendekati (adzan) dan yang paling belakang kurban telur.
Saya punya teman mondok kurang ajar sekali.
“Kok tidak pernah Jumatan di depan, seperti kurban unta?”
“Indonesia, unta mati, Gus. Belakang saja dapat telur, gampang masaknya.”
“Oh, kurang ajar, cah elek!” Hehehe
Sumber video pengajian: “Gus Baha – Hukum Kurban Ayam”