Ulama ahli Qur’an dan Tafsir asal Kab. Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) dalam suatu majelis pengajian kitab bersama para santri menjelaskan hukum tentang menikahi perempuan yang sedang hamil tapi di luar nikah yang sah.
Berikut penjelasan Gus Baha:
Saya sampai sekarang tidak bosan-bosannya ditanyai oleh orang. Sudah tidak ikut merasakan tapi kebanyakan mikir hukum.
Dalam Mazhab Syafi’i, kalau ada orang (perempuan) hamil di luar nikah itu kan normalnya tidak boleh menikah, masalahnya membawa janin. Sehingga iddah-nya orang hamil itu ketika melahirkan. Ini maknanya hamil dari nikah secara sah (shahih).
Tapi, hamil dari nikah yang tidak sah itu rata-rata kiai berpendapat boleh dinikahkan kalau ada yang mau menikahi. Sebab, hamil di luar nikah itu tidak ada iddah.
Paham nggeh?
Iddah itu disyariatkan untuk menikah secara sah.
Ini penting saya utarakan! Karena kalau tidak dinikahkan nanti bisa repot.
Misalnya, ada orang kecelakaan hamil di luar nikah, si laki-laki tanggung jawabnya, lalu dia ingin menikahi, maka harus kita nikahkan. Karena dengan demikian, perilaku ‘kumpul kebo’ berakhir.
Cuma, nanti kalau anaknya nanti putri, (ketika dewasa) tidak bisa dinikahkan oleh bapaknya karena ‘bapak selingkuhan’, bukan bapak dari SK Syariat.
Jadi, nanti kalau anak putrinya baligh hendak hendak menikah, maka yang menikahkan adalah hakim, bukan bapaknya, karena ini bapak yang ilegal.
Tapi, kalau nanti mempunyai anak kedua kok perempuan lagi, maka nanti bisa dinikahkan oleh bapaknya, sebab anak sah.
Itu hukum menurut Mazhab Syafi’i. Seluruh Indonesia dan hampir sedunia mengikuti Mazhab itu.
Link Ngaji Versi Audio-Video: