Ulama ahli Qur’an dan Tafsir asal Kab. Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim dalam suatu majelis pengajian kitab bersama para santri pernah menjelaskan tentang maksud filosofi dari tarian sufi yang diajarkan oleh Jalaluddin Rumi.
Berikut penjelasan Gus Baha:
Sebetulnya Jalaludin Rumi itu ya orang sholeh, karena logikanya masuk akal. Kalau orang bisa asyik dengan musik untuk hal-hal yang mungkar, masak kita kalah asyik dengan Tuhan?
Kalau orang bisa joget karena alunan musik, masa tidak bisa joget karena alunan nyanyian Tuhan?
Wong iso nyanyi iso njoget mergo lagu ayat-ayat cinta, lagu munajat cinta, mosok ra iso joget mergo cinta neng Pengeran? (Orang bisa menyanyi dan berjoget sebab lagu Ayat-ayat Cinta, lagu Munajat Cinta, masak tidak bisa berjoget sebab cinta Tuhan?)
Makanya di dalam kitab Jam’ul Jawami’ mengatakan:
Kita meyakini bahwa Husain Al-Hallaj adalah orang sholeh, kita meyakini bahwa Rumi orang sholeh, Ibnu Arabi juga orang sholeh, karena mereka berangkatnya dari keasyikan dengan Tuhan.
Kamu coba lihat di kitab ‘Imrithi, satu kitab yang dipakai semua pondok di Indonesia:
Terjemah bebas: (Maka [La ilaha illa Allah] tenggelam dalam dhomir sya’n [lubuk hati], bagaikan seorang pecandu minuman yang sedang asyik dengan diiringi irama musik).
Jadi, orang kalau tasawuf dan mahabbah (cinta)-nya kepada Allah itu sudah tinggi, maka menyebut lafal Allah saja sudah tidak bisa. Menyebut La ilaha illa Allah (لا إله إلا الله)saja sudah tidak bisa, karena terlalu lama, keburu rasa senangnya hilang.
Sekarang ini secara sejarah, karena yang memulai adalah Jalaluddin Rumi, lalu disebut “Tarian Rumi”. Dia itu ketika ingat dengan Tuhan, karena keasyikan lalu dilakukan sambil menari.
Lha makanya saya pernah membaca kitab Matsnawi, memang masuk akal tarian Rumi itu kan ada filosofinya.
Misalnya, tangan kanan menengadah ke langit, tangan kiri menyebar rahmat di bumi. Inti filosofinya itu tangan kanan mengambil rahmat dari langit, tangan kiri menyebar rahmat di Bumi.
Lha tapi kalau kata para pemuda: “Karek sing nari to Gus. Nek sing nari artis yo menarik, nek ora yo ora, hahahaha…” (Bergantung orang yang menari lah Gus. Kalau yang menari artis ya menarik, kalau tidak ya tidak, hahaha).
Karena, ketika tari Rumi diperagakan oleh orang yang berjenggot, tua-tua, tidak ada yang menonton, tapi pas waktu di kampus, diteatrikalkan, yang menari mahasiswi cantik-cantik, lalu orang-orang pada menonton semua.
Lha menontonnya, karena filosofi cinta Allah atau karena cinta penarinya?! Yang bikin perkara (masalah) kan itu. Hehehe
Giliran yang menari orang yang cantik kan menarik. Lha yang menarik itu filosofi menarinya apa penarinya?
Nyatanya, jika yang menari orang sudah tua ya tidak ada yang menarik. Makanya bikin masalah. Kembali lagi, nafsu itu memang bikin gara-gara. Tapi, memang begitu. (M. Ulin Nuha)
Link Ngaji Versi Video:
“Gus Baha – Filosofi Tarian Rumi”
Ingin menyimak GUS BAHA lebih banyak lagi dengan translate BAHASA INDONESIA?