Ulama ahli Al-Qur’an dan Tafsir KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha dalam suatu pengajian bersama akademi Universitas Gadjah Mada (UGM) menjelaskan tentang sejarah lengkap syariat kurban.
Berikut ini penjelasan Gus Baha:
Dulu tokoh-tokoh Quraisy penunggu Ka’bah itu tidak bertauhid dan musyrik menurut bahasa agama. Nah, di mana-di mana, termasuk kebutuhan manusia, kalau kumpul-kumpul itu makan-makan.
Zaman dulu, yang menyortir kurban itu adalah Abu Jahal dan kawan-kawan. Hewan kurban harus bagus, spesial, bahkan tidak boleh dikawinkan, tidak pernah dikendarai, tidak boleh pernah dipakai bajak sawah dan sebagainya.
Nanti hewan itu dikurbankan di Ka’bah. Dulu yang dijual (oleh Abu Jahal Cs.) ya Ka’bah.
Pertanyaaannya, Ka’bah ini kan tidak doyan daging? Yang untung ya ketua-ketuanya dan itu diatasnamakan Allah.
Sehingga mereka (Abu Jahal Cs) bilang:
Wa qâlû hâdzihî an‘âmun wa hartsun hijrul lâ yat’amuhâ illâ man nasyâ u biza’hihim
Ini hewan kurban spesial dan yang berhak makan harus orang-orang spesial, yaitu para penunggu Ka’bah, para sadaanatul bait.
Karena mereka sudah tidak benar dan tidak jujur, Islam mau mengubah tradisi itu. Tapi, kalau tradisi itu diubah, maka Islam akan terkenal pelit. Alasannya, karena dari acara makan-makan menjadi tidak ada acara makan-makan.
Jadi, terkadang kebenaran itu harus diganti dengan sesuatu yang tidak ekstrem. Makanya terus diganti oleh Islam dengan kalimat udhiyyah (أضحية), dengan kata “kurban”.
Kenapa harus terjadi (kurban)?
Hal itu harus terjadi karena kurban sebetulnya syariatnya Nabi Ibrahim, di mana orang-orang Makkah adalah keturunannya Nabi Ibrahim.
Sehingga sisa-sisa makanannya masih ada. Cuma mulai ada melenceng, ada sesajen, ada khurafat, ada bid’ah.
Terus Rasulullah (Muhammad) datang ingin benahi itu. Tapi, yang dibenahi adalah menghilangkan kemusyrikannya, bukan makan-makannya. Akhirnya diganti oleh udhiyyah (kurban).
Nah, kenapa ada kurban? Kalau dalam banyak literatur, Nabi Ibrahim “mengklaim” bahwa beliau merupakan orang yang paling sayang. Paling sayang kepada Allah, paling dekat kepada Allah. Tidak ada yang dicintai selain Allah.
Nabi Ibrahim memaklumatkan itu baik secara lisan maupun dibisikan dalam hatinya. Waktu itu Nabi Ibrahim belum punya putra, karena beliau termasuk yang lambat punya anak.
Suatu saat, ditakdir punya putra yaitu Ismail. Saat senang-senangnya jalan, saat senang-senangnya punya anak, oleh Allah disuruh “menyembelih”.
“Anak kamu harus disembelih!” kata Allah.
Nabi Ibrahim kaget, “Kenapa ya Allah?”
Allah membalas, “Kamu adalah orang sering bicara bahwa yang paling kamu cintai adalah Saya. Tapi, setelah ada anak kamu, kayaknya tidak!”
Nabi Ibrahim protes, “Yang benar Gusti?”
“Iya, harus anak kamu!” tegas Allah.
Karena Nabi Ibrahim terlanjur berkomitmen yang paling dicintai yaitu Allah, tidak ada yang lain. “Saya akan mencintai Engkau Ya Allah meski saya harus mengorbankan anak saya.”
Singkat cerita, terus kurban disyariat itu. Ketika Nabi Ibrahim berkomitmen melakukan perintah itu dan Ismail juga mau, menurut, terus oleh Allah diganti oleh hewan kurban dengan hewan kambing.
Sehingga versi cerita (pertama) itu bahwa Allah akan memaklumi ketika orang mencintai Allah secara serius, bersamaan dengan itu orang juga mencintai anaknya dengan proporsi masing-masing.
Versi kedua, semoga ini versi yang benar. Nabi Ibrahim itu mengklaim bahwa dia adalah orang yang paling sayang kepada semua makhluk Allah.
Terus beliau diterbangkan ke langit, ke alam malakut. Tapi, ya tidak usah ditanyakan cara terbangnya bagaimana, jadi ribet nanti itu.
Setelah diterbangkan ke langit, terus dipertontonkan ada sekian hamba Allah yang nyabu, nge-fly, yang dugem. Pokoknya yang maksiat-maksiat.
Terus Ibrahim ditanya sama Allah, “Bagaimana itu mereka-mereka?”
Ibrahim menjawab, “Dammirhum (دمرهم), habisi saja mereka Ya Allah! Mereka makan rezeki-Mu, hidup di bumi-Mu, tapi mereka tidak mengindahkan Engkau. Matikan Saja!”
Permintaan itu oleh Allah kemudian “dituruti” (menghabisi orang maksiat). Ibrahim diajak jalan-jalan lagi, lalu sampai tiga kali peristiwa tempat-tempat maksiat itu dihabisi oleh Allah atas permintaan Ibrahim.
Jadi setelah permintaannya semua dikabulkan, yaitu dihabisi oleh Allah. Terakhir kata Allah, “Cobalah kamu sekali-kali dakwah ke mereka, kamu kan tidak pernah dakwah kok tahu-tahu minta mereka dihabisi. Coba kamu dakwah, jangan-jangan mereka mau kembali.”
Singkat cerita, terus Ibrahim diturunkan (ke bumi) sama Allah. Suatu saat Nabi Ibrahim disuruh Allah untuk menyembelih anaknya.
Ibrahim protes, “Ya Allah ini buah hatiku (هو ثمرة فؤادي), ini orang yang paling aku cintai, kenapa Engkau menyuruh ini supaya aku bunuh?”
Kemudian dijawab sama Allah:
“Kalau dulu kamu minta supaya hamba-Ku dihabisi karena maksiat, sekarang Aku juga minta kamu menghabisi anak kamu!”
“Tapi, ini kan anakku.”
“Sama, itu (orang-orang maksiat) hamba-Ku. Yang menciptakan juga Aku!”
Nah, semenjak itu Nabi Ibrahim dianggap sebagai ‘Bapak Kasih Sayang’, karena beliau adalah orang yang paling sayang.
Sumber video pengajian: “Gus Baha – Sejarah Syariat Kurban”