Dalam Islam, salah satu sifat seorang utusan atau Rasul adalah Tabligh. Yaitu menyampaikan dan menyebarkan ajaran-ajaran yang bersumber dari Tuhan. Selepas Rasulullah saw., ajaran-ajaran agama disampaikan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’it tabi’in, ulama dan para pendakwah.
Ulama dan para pendakwah adalah orang-orang yang mendedikasikan dirinya di jalan Allah Swt. untuk menyebarkan ajaran agama yang dibawa oleh Rasulullah saw. Namun saat ini, banyak para pendakwah justru mendegradasi ajaran agama hanya sebatas simbol-simbol, hukum, atau norma-norma saja. Sehingga hal tersebut menjadikan seorang pendakwah hanya mempunyai pemikiran yang hanya hitam putih atau legal formalistik saja.
Menyikapi hal tersebut, kita patut untuk merefleksikan kembali apa yang ada pada sosok KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Gus Dur yang juga seorang ulama dan pendakwah, dalam menyampaikan ajaran-ajaran agama tidak hanya berkutat pada simbol dan hukum saja.
Gus Dur yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk menyebarkan ajaran-ajaran agama, baik itu melalui ceramah-ceramahnya, tulisan-tulisannya, serta aktivitas kehidupannya dalam membela sesama manusia dengan menyampaikan ajaran tentang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan kemanusiaan.
Dalam dakwahnya, Gus Dur selalu menyampaikan inti dari ajaran agama yaitu tentang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dan kemanusiaan. Dengan model dakwah yang bersifat terbuka, menyeluruh dan mampu merangkum ajaran-ajaran agama dan peradaban lain. Dakwahnya juga bukan hanya dikhususkan kepada dan diterima kelompoknya sendiri, tetapi juga kepada pemeluk agama lain bahkan lintas bangsa.
Sebagai seorang pendakwah kemanusiaan, yang merupakan salah satu inti dari ajaran Islam. Gus Dur selalu mengembangkan pemikiran dan kesadaran bahwa agama diturunkan ke bumi tidak lain adalah untuk kebaikan, memudahkan kehidupan manusia dan alam seisinya.
Datangnya Islam bukan untuk memberi beban, atau menakut-nakuti apalagi menjadi ancaman bagi agama lain. Tetapi lebih kepada untuk mewujudkan kemaslahatan yang ada di muka bumi.
Selain itu, Gus Dur juga sering menyatakan bahwa Islam dan agama-agama yang ada, hanya satu bagian faktor dalam kehidupan masyarakat dan bangsa, bukan merupakan faktor tunggal. Oleh karena itulah, posisi dan ajaran agama harus ditempatkan dalam fungsi komplementer bersama nilai-nilai, ideologi, dan kelompok lain. Bagi Gus Dur, menempatkan agama sebagai faktor tunggal dalam kehidupan masyarakat bangsa akan membawa pada tindakan-tindakan yang justru malah bertentangan dengan agama itu sendiri.
Bagi Gus Dur, hukum atau norma-norma agama bisa berfungsi efektif jika ia menjadi etika sosial yang menyatu dengan kesadaran masyarakat. Jika norma-norma agama tidak bisa menyatu dengan etika sosial, maka norma agama akan kehilangan dimensi moral dan etisnya. Sehingga cara keberagamaan akan menjadi kaku.
Gus Dur adalah sosok pendakwah yang selalu mendakwahkan tentang pentingnya toleransi, baik itu di kalangan Islam sendiri maupun di luar Islam. Beliau juga sosok yang tidak pernah mengklaim dirinya paling benar. Dari kepribadiannya itulah, Gus Dur menjadi sosok yang toleran dan selalu mendakwahkan toleransi, agar agama tetap terjaga dan menampakkan wujud kemuliaan yang sesungguhnya.
Dakwah kemanusiaan Gus Dur bukan hanya pada bidang sosial keagamaan saja, tetapi juga dalam bidang politik. Dalam hidupnya, beliau selalu memperjuangkan tentang hak-hak berdemokrasi dan hak asasi manusia. Karena bagi Gus Dur, demokrasi adalah manifestasi terbaik dari nilai-nilai luhur agama.
Dengan dakwahnya yang sangat total terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang merupakan hal penting dalam agama, Gus Dur mampu melampaui hal-hal sulit yang mungkin bagi orang lain sulit untuk dilampaui.
Menjadi pendakwah kemanusiaan di tengah masyarakat yang sedang mengalami degradasi tentu tidaklah mudah, sehingga ketika itu Gus Dur sering berhadapan dengan pemimpin-pemimpin pro status quo, kaum fundamentalis agama dan lain sebagainya. walaupun begitu, Gus Dur terus berjuang untuk mewujudkan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan.