Saat ini, ngopi adalah aktivitas yang sangat digemari oleh semua orang, baik itu tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, kaya, dan seterusnya. Ngopi tidak pula memandang profesi pekerjaan, agama, mazhab, ormas, maupun partai politik.
Gaya hidup ini tidak hanya sebatas untuk menikmati aroma kopi yang diseduh dengan air panas. Ia sangat lekat dengan denyut nadi semua lapisan masyarakat.
Bagi umat Islam Indonesia khususnya, “ritual” ngopi sudah menyatu dalam berbagai tradisi keagamaan dan forum keilmuan. Misalnya, rapat panitia, selametan, manaqiban, tahlilan, mauludan, dan seterusnya. Seolah-olah, ngopi menjadi salah “rukun” yang harus dipenuhi dalam setiap aktivitas umat Islam.
Di balik realitas ngopi tersebut, tahukan Anda bahwa menurut Habib Umar Al-Muthohar, “kopi” merupakan minuman favorit para wali zaman dahulu?
Kedekatan wali dan kopi ini bisa ditemukan dalam sebuah maqalah seorang wali pada zaman dahulu menuturkan:
من مات في بطنه أثر من القهوة ليس سؤال الملائكة
“Barang siapa yang mati dalam keadaan perutnya ada sisa-sisa kopi, maka tidak akan ada pertanyaan kubur dari Malaikat.”
Lalu apa hubungannya kopi dan malaikat?
Habib Umar menceritakan bahwa zaman dahulu, ketika seorang wali berkata demikian, kopi menjadi minuman favoritnya kalangan ahli baca Al-Qur’an dan ahli zikir. Para orang-orang mulia ini ngopi supaya bisa kuat melek (begadang) untuk zikir dari tengah malam hingga waktu subuh.
Makanya, pada waktu itu ketika ada orang meninggal dunia masih ada bekas sisa-sisa kopi dalam perut, berarti ia adalah seorang ahli zikir dan ahli baca Al-Qur’an. Oleh sebab itu, malaikat tidak perlu memberi pertanyaan di alam kubur, karena sudah jelas-jelas itu orang saleh.
Kalau ngopinya orang zaman sekarang apakah kelak masih ditanya di alam kubur oleh malaikat?
“Wallahu a’lam,” kata Habib Umar, sebab orang zaman sekarang yang ngopi tidak hanya orang ahli zikir dan baca Al-Qur’an, melainkan orang ahli judi, maling, koruptor, juga sama-sama ngopi.