Solo – Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah secara resmi menutup International Symposium on Innovative Masjid (ISIM) 2024. Penutup ini digelar di Masjid Raya Sheikh Zayed, Kota Solo, Kamis (3/10/2024), yang dibarengi dengan launching buku berjudul “Inovasi Mewujudkan Masjid Ramah untuk Kemaslahatan Semua”.
Buku ini ditulis oleh 27 penulis dan memuat 25 topik yang mencakup konsep masjid ramah anak, perempuan, difabel, lansia, lingkungan, keragaman, serta dukungan bagi kaum duafa dan musafir.
Plt. Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Ahmad Zayadi, mengatakan buku ini akan memperkaya wawasan berbagai pihak terkait konsep pengelolaan masjid ramah dan mendorong implementasi gagasan tersebut di lapangan.
“Tulisan dalam buku ini mungkin belum sepenuhnya menggambarkan keseluruhan konsep masjid ramah. Tapi, ini sebagai stimulus bagi pembaca untuk menemukan dan mengonsolidasikan ide besar dan praktik masjid ramah,” ujar Zayadi.
Ia menjelaskan, kategori-kategori masjid ramah dirancang untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan inklusif bagi semua kalangan. “Karena itu, masjid ramah menjadi salah satu bentuk konkret dari spirit merawat jagad untuk membangun peradaban,” jelasnya.
Zayadi juga menyatakan siap untuk menggelar ISIM perdana ini menjadi kegiatan tahunan agar semakin banyak ide dan best practice inovasi masjid. “Gelar ISIM mendapat banyak sambutan hangat dari berbagai pihak. Kami siap ISIM menjadi kegiatan setiap tahun,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Subdit Kemasjidan Akmal Salim Ruhana mendorong para peneliti, akademisi, dan aktivis masjid agar memasifkan penelitian dan diskusi tentang inovasi masjid ramah.
“Inovasi masjid harus selalu dikembangkan agar semakin meningkatkan kemaslahatan bagi umat,” ucap Akmal selaku pelaksana program ISIM 2024.
Hadir sebagai pembedah buku, pendiri Peace Generation Irfan Amalee mengatakan bahwa masjid ramah perlu mempertimbangkan pentingnya gerakan zero waste (tanpa limbah) di lingkungan masjid.
“Selain itu, perlu juga meningkatkan sistem pemeliharaan barang di masjid dengan membangun rasa kesadaranpada jamaah masjid,” ujarnya.
“Masjid ramah juga berkaitan dengan membangun lingkungan yang nyaman dan menyenangkan bagi semua kalangan usia, termasuk pada anak-anak dan perempuan,” tambahnya.
Irfan juga mengapresiasi terbitnya buku Masjid Ramah, yang berisi ide dan praktik baik dari beberapa masjid di Indonesia yang telah menerapkan misi kelestarian lingkungan. “Saya berharap selanjutnya ada semacam buku pedoman teknis masjid ramah yang dapat diduplikasi oleh masjid-masjid lainnya,” pinta aktivis Green Masjid ini.
Pada kesempatan yang sama, Prof. Kustini, peneliti BRIN, mengungkapkan bahwa dia menulis tentang praktik masjid ramah anak di Masjid Al-Amanah, Tanah Abang, Jakarta, yang memiliki tempat bermain yang aman bagi anak-anak.
“Masjid memang sebaiknya memberikan kenyamanan kepada anak-anak serta menjadikan mereka datang ke masjid tanpa rasa takut,” ucapnya.
Dalam kesempatan ini, dia juga menyinggung soal beberapa masjid yang membuat larangan anak-anak untuk datang ke masjid.
“Sebaiknya tidak ada informasi di dinding masjid yang melarang anak-anak bermain. Sebaliknya, lebih baik disampaikan dengan baik bahwa anak-anak diperbolehkan bermain, asalkan tidak berisik saat azan dan salat berlangsung,” katanya.
Kustini menilai, struktur tulisan dalam buku Masjid Ramah ini dapat dibaca oleh semua kalangan. “Masyarakat perlu membaca ini buku, karena banyak masjid-masjid di Indonesia yang layak dijadikan percontohan masjid ramah,” terang Kustini.