Ulama ahli Al-Qur’an dan Tafsir asal Rembang KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha dalam suatu pengajian menjelaskan tentang pertanyaan shalat ‘Id di rumah.
Berikut penjelasan Gus Baha:
Kemudian pertanyaan, “Apakah ada di zaman Rasulullah dan Sahabat, Shalat ‘Id diadakan di rumah atau Shalat ‘Id tidak disyiarkan?”
Kalau masalah tarikh/sejarah, karena dulu tidak mengalami pandemi atau hal-hal yang luar biasa, maka memang Shalat ‘Id itu dirayakan di jalan, di tempat-tempat publik (umum).
Tapi, saya yakin dalam filosofi hukum Islam, ada kaidah:
Jika sekiranya kita yakin kalau berkerumun itu punya potensi buruk pada orang lain, maka di antara ajaran Islam adalah sebaiknya kita semua menjaga itu.
Jadi, saya mohon semuanya bisa memaklumi keadaan ini karena sejatinya ‘Id, benar-benar hari kemanangan, adalah hari di mana Allah memaklumatkan, disaksikan, dan dipersaksikan para malaikat, kita diampuni lagi dan kita dinobatkan lagi sebagai penduduk surga. Sebagaimana kita dulu memang ahli surga, karena Nabi Adam diciptakan di surga.
Umat Islam harus dilatih di antara ibadah tertinggi adalah rela terhadap qadha’ dan qadar (takdir).
Kita harus legowo dengan keadaan yang kita alami. Meskipun selalu berikhtiar untuk lebih baik, tapi tetap ibadah utama adalah ridha.
Ridha adalah apapun keputusan Allah harus kita terima dengan lapang dada. Sehingga kita menjadi umat yang tidak berontak, tidak komplain.
Di antara ancaman Allah pada manusia:
“Orang yang tidak ridha dengan qadha’ dan qadar-Ku, silahkan mempertuhankan selain Aku, tetapi jangan tinggal di bumi-Ku dan langit-Ku!”
Sumber video pengajian: “Gus Baha – Shalat ‘Id di Rumah”