Perspektif umum terhadap perempuan dikenal dengan sifat kelembutannya. Karena kelembutan itu pula, seringkali perempuan diidentikan dengan kekecewaan.
Lalu apa hubungannya sifat kelembutan perempuan dengan kekecewaan? Jawabannya sederhana saja, kelembutan perempuan pada umumnya rentan dimanfaatkan tidak baik oleh orang lain, terutama laki-laki.
Yang sering kita dengar dan saksikan adalah laki-laki membuat perempuan kecewa dengan melukai hatinya walaupun tidak sedikit juga perempuan melukai hati seorang laki-laki. Tapi ini sangat jarang kita dengarkan apa lagi saksikan.
Dalam siaran televisi, tiap hari kita disuguhi sinetron dan FTV dengan cerita yang sama, selalunya perempuan pada posisi yang dikecewakan oleh laki-laki. Untung saja di akhir cerita perempuan mampu bertahan dan bangkit dari perlakuan ketidakadilan laki-laki dan laki-laki berakhir dengan kehancuran dan penyesalan.
Seandainya saja akhir dari sinetron dan FTV itu tidak demikian. Barangkali perempuan di depan televisi akan ngomel-ngomel karena yang disaksikannya dari awal hampir sampai akhir cerita adalah perlakuan tidak adil sang suami kepada istrinya. Begitulah cerita sinetron dan FTV di siaran televisi dengan soundtrack lagu yang berjudul, “Hati yang Kau Sakiti”.
Di sini kita tidak akan membahas cerita sinetron dan FTV dalam televisi atau laki-laki versus perempuan. Cerita sinetron dan FTV yang sering disiarkan dalam televisi itu meskipun tidak didapati nilai moral atau manfaat bagi penonton, paling tidak memberi kesan kepada kita bahwa perempuan itu memiliki kesabaran yang sangat luar biasa.
Perlakuan kasar, hati yang dilukai berulang kali hingga kehimpitan ekonomi diterimanya dengan lapang dada. Tidak bisa dibayangkan kalau cobaan hidup itu dialami oleh laki-laki sepertinya akan sulit diterima.
Kenapa perempuan dengan fisiknya yang lemah kuat memikul penderitaan seberat itu? Kalau dipikir-pikir dengan fisik yang tidak sekuat dengan laki-laki, secuil masalah saja mungkin sudah menyerah. Apa lagi segudang masalah pastinya sudah minta ampun. Tapi ini tidak, karena bukanlah fisik yang menjadi ukuran kuatnya seseorang menanggung masalah.
Dimensi keindahan pada diri perempuanlah yang memberi kekuatan untuk memikul semua beban yang dideritanya. Keindahan itu disimbolkan dengan hati.
Muhammad Nur Jabir mengutip salah satu ungkapan hikmah dari Ali bin Abi Thalib karomallahu wajhah, “Akal wanita pada keindahannya dan keindahan laki-laki pada akalnya.”
Muhammad Nur Jabir menjelaskan bahwa aspek yang lebih dominan pada diri laki-laki adalah akalnya sedangkan keindahannya tersembunyi. Sementara pada perempuan yang lebih dominan adalah keindahannya sedangkan akalnya tersembunyi.
Muhammad Nur Jabir melanjutkan penjelasannya, bukan berarti akal laki-laki lebih banyak daripada perempuan, sebaliknya pun begitu. Tidaklah dimaksudkan perempuan lebih memiliki hati (simbol dari keindahan) daripada laki-laki.
Tak heran kemudian jika perempuan lebih kuat menahan penderitaan dan kesabaran karena penderitaan dan kesabaran itu erat kaitannya dengan dimensi keindahan. Termasuk melahirkan, melakukan pekerjaan rumah;memasak, mencuci, menyapu, mengasuh anak, dan lain sebagainya. Semua itu dikerjakan dengan baik oleh perempuan karena dimensi keindahan pada diri perempuan yang menopangnya.
Dalam hal kehidupan ekonomi, meski perempuan pada posisi yang dilemahkan, misalnya dalam sebuah kehidupan rumah tangga seorang istri tiba-tiba ditinggalkan oleh suami kepala keluarga yang bertanggung jawab menafkahi istri dan anaknya, tentu perempuan akan shock.
Beban kehidupan rumah tangga semakin bertambah dan lebih berat karena selain menjadi ibu rumah tangga, perempuan juga berperan sebagai kepala rumah tangga. Tapi semua itu bisa dipikul oleh perempuan karena keindahan yang dimilikinya.
Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim AS. adalah perempuan tangguh yang menginspirasi perempuan di muka bumi ini. Di tengah tanah tandus yang kering, tak berpohon, tak berair dan sepi dari manusia, Siti Hajar ditinggal sendiri oleh suaminya Nabi Ibrahim AS. bersama anaknya Ismail.
Apakah Siti Hajar kemudian menyerah dengan keadaannya? Tidak. Dengan keyakinan, kesabaran dan kegigihan survive (bertahan hidup), ia tidak hanya memerankan dirinya sebagai seorang ibu yang penyayang. Tapi juga mampu mengambil peran sebagai ayah yang menghidupi diri dan anaknya.
Itulah dimensi keindahan pada diri Siti Hajar yang menguatkannya. Pada akhirnya ia mampu melalui ujian seberat itu dengan keyakinan pada Tuhannya dan kesabaran.
Demikian sedikit sajian tentang keindahan pada perempuan. Bila kelebihan itu bisa dimanfaatkan dengan baik, bukan hanya bisa menjadi perisai atas segala terpaan masalah kehidupan yang menimpa. Tetapi juga dapat merangsang kecerdasan sosial perempuan menuju pada kesuksesan karir.