Kiai Najib Abdul Qodir, cucu KH Munawwir yang mewarisi keahlian dan kepakaran di bidang tahfidz Al-Qur’an dan qiraah sab’ah seperti sang kakek. Beliau telah menghadap Allah Swt pada hari Senin sore, 4 Januari 2020, pada usia 66 tahun. Berita ini sangat mengejutkan terutama bagi santri-santrinya yang tersebar di seluruh penjuru negeri.
Belum lama ini, beliau sempat mampir ke kediaman keluarga kami yang sedang menggelar acara haul Kiai Anwar Kudu Semarang. Beliau dari mudanya dikenal sering menyambangi rumah santri-santrinya yang dilalui pada saat melakukan perjalan ke luar kota. Inilah salah satu keistimewaan Kiai Najib yang sulit dilupakan oleh para santrinya.
KH Najib Abdul Qodir merupakan sosok kiai yang sangat rendah hati dan enggan menonjolkan diri. Pada saat Pesantren Krapyak kedatangan tamu penting mulai dari presiden sampai pejabat daerah lainnya, seperti biasa para pengasuh berkumpul menyambut mereka. Hanya saja kalau yang lainnya duduk di depan, Kiai Najib memilih duduk dalam deretan para santri.
Pernah terjadi pada waktu kunjungan Wakil Presiden Tri Sutrisno ke Pesantren Krapyak, Kiai Najib terlihat duduk di deretan kursi paling belakang. Pangeran Joyokusumo adik Hamengkubuwono X yang ikut hadir mendampingi Tri Sutrisno pada saat itu juga menghampiri Kiai Najib supaya bergeser ke deretan kursi paling depan. Peristiwa ini dilihat langsung oleh para santri dan para tamu yang hadir waktu itu.
Dalam kesehariaanya Kiai Najib terbiasa hidup sangat sederhana. Beliau menempati rumah peninggalan ayahnya, Kiai Abdul Qodir Munawir. Di rumah ini pula beliau menjamu tamu-tamu yang datang dengan selalu mempersilahkan makan bersama beliau.
Istri beliau setiap harinya selalu memasak lebih banyak untuk disajikan kepada para tamu Kiai Najib. “Tamu harus dimuliakan sebaik-baiknya,” kata beliau menasehati santrinya.
Kediaman beliau baru direnovasi setelah terjadi gempa besar di wilayah Bantul, Yogyakarta, karena sebagian besar bangunan rumah rusak dan membahayakan. Seperti sebelumnya, rumah ini selalu saja didatangi para tamu yang ingin sowan kepada Kiai Najib yang dikenal warak.
Kiai Najib merupakan putra Kiai Abdul Qodir dan cucu Kiai Munawir. Semua merupakan penghapal Al-Qur’an baik dari riwayat bacaan Imam Hafs maupun imam ahli qiraat yang tujuh lainnya.
Kiai Najib ditinggal mati ayahnya dari usia belia. Beliau menghafal Al-Qur’an digirukan kepada pamannya bernama Kiai Ahmad Munawir pengasuh Komplek L. Setelah khatam 30 juz beliau mengulang setoran hafalannya kepada Kiai Arwani Amin Kudus. Kepada murid kakeknya ini, Kiai Najib juga setor hafalan qiroah sab’ah.
Di mata gurunya, Kiai Najib dipandang sebagai santri jenius. Beliau mendapatkan perhatian khusus dari gurunya sekaligus menjadi santri yang diperlakukan beda. Hal ini terbukti pada satu sisi Kiai Arwani melarang santri mengikuti perlombaan MTQ, tapi di sisi lain beliau mengizinkan santrinya bernama Gus Najib Abdul Qodir mengikuti MTQ.
Kiai Najib tercatat pernah menjuarai cabang Tahfidz yang pertama kali diperlombakan dalam MTQ Nasional. Beliau juga pernah diminta mewakili Indonesia untuk mengikuti perlombaan MTQ Internasional dan berhasil menyabet juara satu.
Kiai Najib tercatat membolehkan santrinya mengikuti ajang perlombaan MTQ. Walaupun demikian pesan beliau kepada santrinya bahwa jangan niat mengejar menjadi juara, tetapi niatkan sebagai sarana untuk memperlancar halalan Al-Qur’an.
Beliau selalu menekankan kepada santrinya agar selalu menjaga halalan Al-Qur’an. Sebagai tanggung jawab seorang guru agar santrinya betul-betul hafal, beliau sangat selektif menerima santri yang diasuhnya.
Santri yang diizinkan menetap di Madrosatul Huffadz tidak lebih dari 100 orang. Kalaupun ada yang ingin setoran bin-nadhor disarankan tinggal di komplek-komplek lain di lingkungan pesantren al-Munawwir.
Kiai Najib melayani setoran halalan Al-Qur’an pada malam hari. Kebiasaan ini dilakukan setiap harinya hingga tengah malam. Santri yang setor hapalan kepada beliau harus berulang-ulang sampai dinyatakan layak dan benar.
Banyaknya santri yang setoran halalan Al-Qur’an disimak beliau sampai terkadang beliau ketiduran. Hal ini sangat wajar karena beliau harus duduk menyimak dari menjelang waktu Isya’ hingga di atas pukul 11 malam.
Hanya saja anehnya, sekalipun beliau tampak tertidur, namun apabila ada setoran hapalan yang salah dari santrinya beliau langsung “bangun” dan membetulkan sampai benar. Padahal dalam majelis itu ada 3 sampai 4 santri yang setoran halalan secara bersamaan.
Hal ini menunjukkan bahwa halalan Al-Qur’an Kiai Najib terjaga sampai beliau dalam kondisi tidur sekalipun. Oleh sebab itu pantaslah disematkan kepada Kiai Najib derajat guru sejati di bidang tahfidz Al-Qur’an.
*Catatan seorang santri yang pernah berguru selama 4,5 tahun (1994 sd 1999) kepada KH Najib Abdul Qodir.