Dalam berbagai literatur yang marak dibaca, kita akan menjumpai tokoh pendidikan Nasional, yang hari kelahirannya diperingati sebagai Hardiknas. Beliau adalah Ki Hajar Dewantara. Ternyata beliau adalah seorang santri yang kelak menjadi Bapak Pendidikan Nasional.
Ya, tanggal 2 Mei selalu saja diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Mengenang kebesaran salah satu putra terbaik bangsa ini, yang juga pernah diamanahi sebagai Menteri Pendidikan Indonesia pertama kali.
Dalam sejarah keindonesiaan, kita hanya mengenal empat orang yang diperingati hari kelahirannya. Sebab peran mereka yang luar biasa.
Tokoh agung itu; pertama, Nabi Besar Muhammad saw. yang diperingati kelahirannya setiap tanggal 12 Robi’ul Awal yang dikenal dengan nama Maulid Nabi.
Kedua, Nabi Isa as. atau dikenal dengan nama Yesus Kristus, yang diperingati setiap tanggal 25 Desember yang dikenal dengan nama Hari Natal.
Ketiga, Ibu Raden Ajeng Kartini yang diperingati setiap tanggal 21 April sebagai Hari Kartini. Menjadi simbol emansipasi wanita Indonesia. Keempat, Ki Hajar Dewantara yang diperingati setiap tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Hampir semua info yang kita terima, seakan menyebutkan bahwa Ki Hajar Dewantara adalah seorang Nasionalis sekuler yang agak sedikit kejawen. Sehingga nama beliau tidak banyak dikenal di dunia santri. Padahal, sebenarnya Ki Hajar Dewantara, yang tatkala masih muda memiliki nama RM Suwardi Suryaningrat adalah seorang santri yang kelak menjadi Bapak Pendidikan Nasional. Guru beliau adalah seorang ulama bernama Kyai Sulaiman Zainudin Prambanan.
Di bawah asuhan Sang Kyai inilah, Ki Hajar muda mengenal firman-firman Gusti Allah, merasuk dalam jiwa dan hatinya sehingga menjadi tenaga penggerak dalam mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Melalui jalan santri inilah, nasionalisme beliau dikobarkan. Bergerak melawan penjajah yang senantiasa menyengsarakan rakyat, membiarkan kebodohan merajalela.
Bahkan beberapa sumber menjelaskan bahwa RM Suwardi Suryaningrat, nama kecil Ki Hajar Dewantara, adalah seorang hafidz, penghafal Alquran.
Satu hal yang tidak boleh terlupa untuk generasi muda semua. Tokoh Nasional yang sangat terkenal dengan ajaran pendidikannya ini terlahir dari tangan dingin seorang Kyai.
Dikisahkan secara turun temurun, salah satu riyadloh beliau ialah bisa dalam waktu tiga hari tiga malam tidak tidur, tidak makan dan tidak mandi. Waktu hanya digunakan untuk menulis buku tanpa jeda. Waktu istirahat hanyalah saat menjalankan sholat wajib 5 waktu saja. Setelah itu beliau segera kembali menenggelamkan diri dalam karyanya.
Salah satu mahakarya yang menjadi kebanggaan kita adalah beliau mampu menggali filosofi pendidikan untuk kemajuan bangsa ini. Kita kenal dengan istilah “ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani“.
Mari kita pelajari maknanya secara singkat. Ing Ngarso Sung Tulodho, bermaksud (para guru sebagai pendidik) yang ada di barisan terdepan hendaklah bisa menjadi suri taudalan yang baik, sehingga para pemimpin tidak hanya mengemban amanah saja melainkan juga bisa dijadikan sebagai model bagi generasi yang lebih muda.
Ing Madyo Mangun Karso, para guru di tengah-tengah kesibukan hendaknya bisa senantiasa membangun dan memberikan semangat. Bisa memotivasi untuk kemajuan bersama. Menebarkan aura positif sehingga bisa mewujudkan situasi yang kondusif.
Tut Wuri Handayani, bermaksud kondisi seorang guru yang berada di “belakang layar” hendaknya bisa memberikan dorongan kepada para murid untuk mencapai cita-citanya. Filosofi ini luar biasa dahsyatnya. Sinkron dengan ajaran Jawa maupun ajaran Islam.