Kisah Para Sahabat Perempuan yang Meminta Turunnya Ayat Emansipasi
Dikisahkan–sebagaimana dilansir oleh as-Suyuti (w. 911 H) dalam Lubâb an-Nuqûl dan at-Tirmidzi (w. 279 H) dalam kitab sunan-nya. Seorang sahabat perempuan dari kalangan Anshar bernama Umm Umarah al-Anshari (w. 13 H) sowan kepada baginda Nabi Besar Muhammad saw.
Ia sengaja mendatangi Rasulullah saw. untuk mengajukan ‘protes’. Dengan berani Umm Umarah mengungkapkan di depan Nabi saw., “Wahai Rasul, yang saya ketahui mengapa setiap ayat Alquran turun hanya disebutkan redaksi untuk laki-laki saja? Saya tidak pernah tahu ayat yang disebutkan untuk perempuan.”
Tak lama berselang turunlah ayat Q.S. al-Ahzâb [33]: 35.
Artinya: “Sesungguhnya laki-laki muslim dan perempuan muslimah, laki-laki mukmin dan perempuan mukminah, laki-laki yang taat dan perempuan yang taat, laki-laki yang benar dan perempuan yang benar, laki-laki penyabar dan perempuan penyabar, laki-laki yang khusyuk dan perempuan yang khusyuk, laki-laki yang bersedekah dan perempuan yang bersedekah, laki-laki yang berpuasa dan perempuan yang berpuasa, laki-laki memelihara kemaluannya dan perempuan yang (juga) memelihara, laki-laki yang banyak berzikir (menyebut) Allah dan perempuan yang banyak berzikir (menyebut) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”
Masih ayat yang sama dengan latar belakang yang berbeda. Riwayat lainnya berasal dari Muqatil bahwa isteri Ja’far bin Abu Thalib yang bernama Asma’ binti Umais (w. 39 H), sepulang dari hijrah Habasyah (Ethiopia) dengan suaminya, ia berkunjung kepada para isteri Nabi Muhammad saw.
Kepada mereka, ia menanyakan “Apakah sudah ada ayat yang turun tentang kita (kaum perempuan).
Para isteri Nabi saw. menjawab, “Belum ada”
Dengan sergap Asma’ binti Umais pun lalu menemui Rasulullah saw. “Wahai Rasulullah saw., sejatinya kaum perempuan sangat kecewa dan rugi,” keluh Asma’.
Rasulullah saw. menimpalinya, “Mengapa itu bisa terjadi?”
Asma’ dengan tegas menyampaikan rajukannya, “Sebab kaum perempuan tidak pernah disebutkan kebaikannya pada ayat Alquran sebagaimana kaum laki-laki”. Lalu turunlah Q.S. al-Ahzâb [33]: 35, sebagaimana diwartakan oleh Al-Wahidi (w. 468 H) dalam bukunya Asbâb Nuzûl al-Qur’ân.
Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, kisah-kisah yang melatarbelakangi turunnya ayat al-Ahzâb [33]: 35 bermaksud menekankan peranan perempuan. Sebab ayat di atas menyebut laki-laki dan perempuan dalam sifat-sifat yang sama.
Tapi jika hanya perempuan yang disebut bisa jadi ada kesan mereka tidak sama dengan laki-laki dalam hal keberagamaan. Sementara mengenai ayat Q.S. al-Ahzâb [33]: 35 ini, dalam Tafsir al-Munir Wahbah az-Zuhaili (w. 2015 M) memberikannya tema al-Musâwâh bain ar-Rijâl wa an-Nisâ’ fî Tsawâb al-Âkhirah (kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam ganjaran akhirat).
Hematnya, penyebutan kata mudzakkar (maskulin) dan kata muannats (feminin) dalam sifat-sifat yang ada pada Q.S. al-Ahzâb [33]: 35 memberikan penegasan akan kesamaan dan kesetaraan kaum perempuan dengan kaum laki-laki. Hal ini tidak lepas dari upaya emansipasi para Kartini di era Nabi Muhammad saw. di atas.
Kisah lainnya dengan ayat yang berbeda -dikutip dari Lubâb an-Nuqûl karya as-Suyuti (w. 911 H) dan al-Mustadrak li ash-Shahîhain karya al-Hakim. Bahwa Ummu Salamah yang mempertanyakan hal serupa kepada Rasulullah saw.
“Wahai Rasulullah, mengapa saya kok tidak pernah mendengar Allah Swt. menyebutkan kaum perempuan tentang hijrah dalam satu ayat pun?” tanya Ummu Salamah. Kemudian turunlah ayat Q.S. Ali Imran [3]: 195.
Artinya: “Maka Tuhan mereka memperkenankan buat mereka permohonan mereka. “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu baik seorang laki-laki ataupun perempuan. (karena) sebagian kamu dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, dan yang diusir dari kampung halaman mereka, yang disakiti pada jalan-Ku, dan yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Ku-tutup kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik.”
Emansipasi yang diupayakan oleh Ummu Salamah berbuah penyebutan kata min dzakar wa untsâ (baik laki-laki maupun perempuan) dalam Q.S. Ali Imran [3]: 195 yang mana dalam konteks ini kesetaraan peran dan sumbangsih dalam suksesnya hijrah. Sehingga tidak ada superioritas peran yang hanya didominasi oleh kaum laki-laki atas kaum perempuan.
Demikian kisah para sahabat perempuan yang meminta turunnya ayat emansipasi. Wallahua’lam