Alam dan seisinya diciptakan oleh Allah dalam rangka menunjukkan kepada seluruh makhluk akan keberadaan-Nya. Kemudian, Allah menyerahkan tonggak kepemimpinan dalam pengolahan segala sumber daya yang ada kepada manusia.
Peradaban demi peradaban telah dijalani manusia, membentuk sebuah kronologi cerita yang selanjutnya kita kenal sebagai sejarah. Perputaran dan pergantian peradaban dari masa ke masa, selalu dibubuhi dengan pro-kontra antara manusia satu dengan manusia yang lain yang selalu menimbulkan konflik, kemudian berakibat kepada hancurnya salah satu pihak. Hal ini muncul sebagai pertanda peradaban lama akan berakhir dan akan dimulai peradaban baru.
Meskipun posisi kepemimpinan dalam pengolahan alam dan seisinya telah diserahkan sepenuhnya kepada manusia, Allah tidak serta-merta lepas tangan begitu saja. Allah selalu mengiringi setiap generasi, mengajarkan mereka ideologi lurus dan senantiasa merawat peradaban manusia menuju jalan yang benar.
Jejak perjalanan dan peralihan sejarah manusia dari masa ke masa direkam dalam kitab suci umat Islam, Al-Qur’an. Perjalanan sejarah manusia yang senantiasa dalam iringan Allah memberitahu kita, bahwa proses sejarah tidak bersifat netral.
Dalam Q.S. An-Nahl [16] : 128 Allah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang takut kepada-Nya dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”
Dalam kitab Mafatih al-Ghayb, Imam Fakruddin al-Razi mengemukakan pendapatnya mengenai maksud ayat di atas. Menurutnya maksud takut kepada Allah adalah kepatuhan manusia terhadap perintah-perintah Allah. Sedangkan maksud berbuat kebaikan berarti kebaikan dan kebajikan yang menandai perbuatan manusia yang beriman terhadap sesama manusia.
Di lain pihak, Al-Qur’an menegaskan bahwa kejahatan dan perbuatan buruk apa pun tidak akan membawa manusia kepada keberhasilan atau pun kemakmuran pada kelompok mana pun.
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia. Ibrahim berkata: (Dan saya mohon juga) dari keturunanku. Allah berfirman: Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang jahat (zalim).” (Q.S. Al-Baqarah [2] : 124)
Proses sejarah juga berlaku selektif dalam artian adanya penyaringan dari Allah terhadap para manusia. Pemusnahan orang-orang yang memiliki moral jahat dan pemeliharaan orang-orang yang memiliki budi pekerti dan moral baik.
Upaya penyaringan tersebut Allah lakukan ada kalanya dengan cara lembut melalui dakwah para rasul yang diutus-Nya, ada pula secara paksa melalui azab yang Allah turunkan kepada suatu kaum atau bangsa.
Walaupun demikian, Al-Qur’an menyatakan dengan jelas bahwa suatu kaum atau bangsa tidak akan dibinasakan tanpa diberi kesempatan sebelumnya.
Ketika kesempatan yang diberikan kepada mereka tidak digunakan sebagai momen mawas diri, belajar dari kesalahan yang mereka buat dan berusaha memperbaiki diri. Akan tetapi, kesempatan itu mereka abaikan, bahkan semakin tenggelam dalam kepuasan diri mereka, maka Allah akan menimpakan hukuman berupa azab pada mereka sehingga luluh lantak dan musnahlah peradaban bangsa-bangsa itu.
Allah berfirman dalam Q.S. Al-An’am [6] : 42-44 ;
Artinya : “Dan sungguh, Kami telah mengutus (para rasul) kepada umat-umat sebelum engkau, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kemelaratan dan kesengsaraan, agar mereka memohon (kepada Allah) dengan kerendahan hati. Tetapi mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan kerendahan hati ketika siksaan Kami datang menimpa mereka? Bahkan hati mereka telah menjadi keras dan setan pun menjadikan terasa indah bagi mereka apa yang selalu mereka kerjakan. Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.”
Dalam penjelasannya al-Suyuti mengutip hadis Nabi menurut sumber ‘Ibadah bin Samit di masa Nabi, bahwa jika Allah menghendaki suatu bangsa untuk tetap hidup dan berkembang, Ia akan memberkahi bangsa tersebut dengan kemurnian akhlak, dan jika Ia hendak menghancurkannya, dibuka-Nya pintu-pintu kehidupan yang penuh ketidakjujuran, sehingga bila bangsa itu menjadi congkak dan sombong, Allah akan menghancurkannya dengan tiba-tiba.