Lima Obat Hati Menurut Kiai Sholeh Darat
Kiai Sholeh Darat memiliki penjelasan yang cukup apik dalam mengobati hati manusia. Obat hati yang keras atau cinta dunia, yakni sesuatu yang bisa menjadikan baiknya hati itu ada lima perkara—sebagaimana dicatat dalam Kitab Minhajul Atqiya’ Syarah Hidayatul Adzkiya’ karya Syekh Zainuddin al-Malibari.
Membaca Alquran dengan syarat harus dengan meresapi maknanya. Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata:
“Tidak baik dan tidak ada manfaatnya ibadah yang kita tidak mengerti dan tidak memahami tujuannya. Tidak baik dan tidak ada gunanya membaca Alquran tanpa merenungi maknanya, karena jika mengerti maksudnya, dia akan merasa bahwa bacaanAlquran nya didengarkan dan dilihat oleh Allah Swt.”
Membaca Alquran harus disertai adab. Di antaranya; tenang, tidak banyak bergerak, dalam kodisi suci dari najis dan hadas, menghadap arah kiblat, memakai pakaian yang bersih, bersurban (bagi laki-laki) atau kerudung (bagi perempuan), memakai wangi-wangian, menghadirkan hati, tidak bercanda, khusyuk anggota tubuhnya, tenang dan duduk dengan posisi tarobbu’.
Dalam membaca Alquran, yang dipertimbangkan bukanlah banyaknya bacaan. Tetapi seberapa banyak isi Alquran yang dipahami dan diamalkan.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
سَيِّدُ الْعَمَلِ الْجُوْعُ
Tuannya ibadah adalah rasa lapar
الْجُوْعُ مُخُّ الْعِبَادَةِ
Lapar adalah intisari atau murninya ibadah
أَحْيَوْا قُلُوْبَكُمْ بِقِلَّةِ الضَّحكِ وَقِلَّةِ الشَّبَعِ وَطَهِّرُوْهَا بِالْجُوْعِ تَصْفُوْ وَتَرِقُّ
“Hidupkanlah hatimu dengan sedikit tertawa dan sedikit makan, jangan sampai kenyang. Bersihkanlah hatimu dengan rasa lapar, maka hatimu akan jernih dan lunak.”
أَقْرَبُكُمْ مِنِّيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَكْثَرُكُمْ جُوْعًا وَتَفَكُّرًا
“Orang yang paling dekat denganku kelak di hari kiamat adalah yang paling banyak menahan lapar dan bertafakkur.”
مَنْ كَثُرَ طَعَامُهُ كَثُرَ عَذَابُهُ
“Orang yang banyak makan maka banyak pula siksanya.”
لَا صِحَّةَ مَعَ كَثْرَةِ النَّوْمِ وَلَا صِحَّةَ مَعَ كَثْرَةِ الْأَكْلِ وَلاَ شِفَاءَ بِحَرَامٍ
“Tidak ada kesehatan yang disertai dengan banyaknya tidur, tidak ada kesehatan yang disertai dengan banyaknya makan, dan tidak ada kesembuhan yang disertai dengan keharaman.”
Rasulullah Saw. juga bersabda: “Barang siapa yang kenyang saat di dunia, maka akan lapar kelak di hari kiamat, barang siapa yang lapar saat di dunia, maka akan kenyang kelak di hari kiamat.”
Ibadah di waktu malam mampu menghilangkan keburukan setan, mencegah dari melakukan dosa, menolak datangnya penyakit pada tubuh, mendapatkan ridha Allah Swt. dan melakukan tradisi orang-orang saleh. Qiyamullail itu ibadah paling berat bagi nafsu, meskipun dilakukan setelah tidur. Qiyamullail bisa terasa ringan jika sudah terbiasa. Qiyamullail adalah melakukan ibadah berupa shalat atau lainnya, seperti membaca al-Qur’an di waktu malam.
Ketika seseorang telah istiqamah qiyamullail, maka hatinya akan dibuka oleh Allah. Sehingga akan merasakan unsu (nyaman) bersama Allah, manisnya bermunajat, nikmat khalwat (menyendiri) dengan Allah. Ketika sudah dalam kondisi seperti ini, maka seorang hamba tidak akan bosan melakukan qiyamullail. Sampai-sampai sebagian orang-orang saleh merasa sedih jika fajar shadiq muncul, sebab saking enaknya melakukan qiyamullail.
Sebagian ulama ‘Arifin berkata: “Jika bukan karena untuk melakukan qiyamullail dan bertemu saudara dalam agama Allah, maka aku sama sekali tidak menginginkan hidup di dunia ini.”
Waktu sahur merupakan waktu yang paling mustajabah dan bersihnya hati. Sahur adalah sunah Nabi Muhammad. Setiap sunah mengandung kebaikan dan bila dikerjakan akan mendapatkan pahala. Para ulama setuju di waktu sahur adalah momen yang tepat untuk meminta ampunan kepada Allah karena banyak keberkahan saat sahur.
Berkumpul dengan orang-orang saleh akan menuntun untuk mengikuti dan meniru perilaku mereka. Dan dengan berkah mereka, seorang hamba akan mendapat kebahagiaan di hari kiamat. Shalihin adalah orang-orang yang menjaga hak-hak Allah dan hak-hak Hamba-Nya. Orang seperti ini sudah langka di zaman ini.
Itulah lima obat hati menurut Kiai Sholeh Darat. Wallahu a’lam.