Meneladani Metode Dakwah KH Hasyim Asy’ari
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. World Population Review mencatat ada sekitar 229 juta muslim Indonesia merupakan 13% populasi muslim dunia.
Potensi Islam Indonesia mewakili wajah Islam yang damai sangat mungkin menghiasi panggung dunia. Di tengah kekacauan dan krisis keteladanan yang dialami berbagai negara muslim di Timur Tengah, Islam Indonesia sangat layak mengambil posisi ini.
Nahdlatul Ulama (NU) sebagai salah satu organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia menangkap peluang ini dengan baik. Dengan kampanye Islam Nusantara sejak Muktamar tahun 2015, NU hendak menjadikan Islam Indonesia sebagai kiblat peradaban Indonesia dan dunia.
NU membawa misi bahwa Islam hadir untuk memberi rahmat bagi seluruh alam. Sehingga, di tengah konflik dunia, misi rahmah menjadi kata kunci untuk mengakhiri kekacauan dunia.
Ada beragam model pemikiran dan gerakan yang ditawarkan NU. Salah satu yang sangat penting untuk dikaji lebih dalam adalah metode dakwah pemimpin besar (Rais Akbar) NU Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari mensyiarkan Islam.
Sebagai pendiri organisasi NU, metode berdakwah KH Hasyim Asy’ari mempunyai pengaruh besar terhadap model beragama warga NU. Dalam hal ini, warisan dakwah Kiai Hasyim dapat menjadi bakal bagi NU hari ini untuk mengkampanyekan wajah Islam Indonesia.
Kiai Hasyim Asy’ari dikenal sebagai ulama yang memiliki kedalaman ilmu agama. Beliau memiliki sanad kitab Shohih Bukhori dan Shohih Muslim yang bersambung ke Rasulullah.
Beliau belajar kepada beberapa ulama Nusantara hingga ulama dunia di tanah Haramain. Abdurrahman Mas’ud (2004) menyebutnya sebagai salah satu intelektual sekaligus arsitek pesantren di Nusantara yang dikategorikan sebagai kiai pergerakan.
Salah satu kitab yang memotret biografi beliau ialah kitab karya Muhammad Asad Syahab yang berjudul al-‘Allamah Muhammad Hasyim Asy’ari; Wadhi’u Lubnati Istiqlali Indunisiya.
Di dalam kitab ini dijelaskan bahwa KH Hasyim Asy’ari mendakwahkan Islam kepada Karl von Smith, seorang nonmuslim yang merupakan arsitektur Belanda kelahiran Jerman. Ia memeluk agama Islam karena kagum dengan cara Kiai Hasyim Asy’ari mengenalkan Islam.
Karl von Smith mengatakan jika tidak bertemu KH Hasyim Asy’ari, dirinya tidak akan memeluk Islam. Kemampuannya menjelaskan segala sesuatu secara sederhana, membuat orang yang mendengarkannya dengan mudah memahami Islam.
Hal tersebut menunjukkan pemahaman Kiai Hasyim yang mendalam atas ajaran-ajaran Islam. Bahkan, Karl Von Smith mengandaikan jika ada sepuluh orang seperti KH Hasyim Asy’ari di dunia maka situasi dunia akan berbeda. Jika ada seratus orang seperti beliau maka mereka akan menyelesaikan dakwah Islam di Eropa (Muhammad Asad Syahab, 1971: 42).
Menurut Asad (1971: 43) berdasarkan penjelasan tersebut, keberhasilan KH Hasyim Asy’ari mengislamkan Karl von Smith karena metode dakwahnya yang santai dan menarik simpatinya.
Kiai Hasyim tidak pernah menjelaskan Islam kepada Karl von Smith dari sumber-sumber ajaran Islam seperti Al-Quran, Hadis dan kitab-kitab ulama Islam dikarenakan Karl tidak meyakini sumber tersebut. Beliau justru menjelaskan dari sumber-sumber ajaran Nasrani yang diyakini Karl von Smith.
Akan tetapi, setelah 10 bulan KH Hasyim Asy’ari baru mulai menuturkan makna ayat Al-Quran dan Hadis dengan cerita-cerita hikmah, nasihat-nasihat yang indah, dan pendapat para ulama. Dari sinilah Karl takjub mendengar keagungan maknanya kemudian semakin tertarik mendalaminya dan hatinya semakin yakin untuk memeluk Islam.
Meskipun Karl semakin yakin untuk memeluk Islam, KH Hasyim Asy’ari justru mengatakan kepadanya bahwa dia bebas memilih agama yang dikehendakinya. Agama Islam yang ia ketahui boleh ia pilih sepanjang didasari ilmu, pengetahuan dan keyakinan yang kuat setelah mengkaji Islam (Asad, 1971: 43).
Hingga akhirnya Karl memutuskan memeluk Islam. Dua tahun setelahnya ia mengislamkan istrinya. Beberapa bulan setelahnya, anaknya memeluk Islam tanpa paksaan dan tekanan melainkan dengan pengetahuan dan keyakinan.
Pondasi pengetahuan, kesantunan, fleksibilitas dan menjunjung tinggi kebebasan atas pilihan keyakinan seseorang justru membuat orang di luar Islam simpati kepada metode dakwah KH Hasyim Asy’ari.
Begitu pun dengan gaya berdakwah KH Hasyim Asy’ari dalam internal umat Islam. Beliau sangat menghindari ujaran-ujaran yang menyinggung perasaan manusia. Kelembutan ucapan dan kesabaran dalam berdakwah menjadi strategi KH Hasyim Asy’ari.
Ada sebuah kisah KH Hasyim Asy’ari menegur seorang ahli ilmu yang bersikap keras terhadap umatnya. Kisah ini direkam dalam kitab beliau yang berjudul al-Tibyan fi al-Nahyi ‘an Muqatha’ati al-Arhami wa al-Aqarib wa al-Ikhwan.
Kiai Hasyim pada waktu mendatangi ulama tersebut ketika beliau mendengar bahwa sang ahli ilmu berkhutbah dengan memarahi jamaah dan berkata kasar. Ia memutuskan untuk ber-‘uzlah dari manusia, tetapi masih tetap menerima tamu pejabat negara.
Kemudian KH Hasyim Asy’ari mendatangi rumah sang ahli ilmu tersebut lalu menyuruh istrinya agar suaminya menemui Kiai Hasyim di depan rumah. Kemudian saat sang ahli ilmu itu menemui Kiai Hasyim.
Ia ditanya oleh KH Hasyim Asy’ari mengapa melakukan hal tersebut. Menurut orang tersebut, ia memutuskan ber-‘uzlah karena perilaku umat Islam sudah tidak layak sebagaimana mestinya. Ia menyebut mereka berperilaku seperti binatang (monyet).
Kemudian KH Hasyim Asy’ari menasihatinya bahwa ia sebenarnya sedang dijebak oleh tipu daya setan. Dengan ber-‘uzlah sang ahli ilmu akan merasa bahwa dirinya adalah wali yang kelak didatangi, dimintai berkah dan doanya, dan diberi hadiah oleh masyarakat.
Sedangkan umat sebagai tamu memiliki hak yang sama seperti tamu pejabat lainnya. KH Hasyim Asy’ari meminta orang itu agar merenungkan nasihat beliau.
Pada akhirnya orang tersebut menemui KH Hasyim Asy’ari untuk mengabarkan kepadanya bahwa ia telah berhenti ber-‘uzlah. Ia pun kembali beraktivitas sebagaimana kesibukan masyarakat pada umumnya hingga akhir hayat.
Dari kisah ini, KH Hasyim Asy’ari mengajarkan pada kita bahwa menghadapi kenyataan dengan kesabaran dan kebijaksanaan adalah kunci mensyiarkan Islam. Bukan dengan amarah serta lari dan menyalahkan keadaan. Karena sikap tersebut merupakan tipu daya setan.
KH Hasyim Asy’ari telah mengajarkan pada kita, bahwa dakwah harus disertai dengan ilmu pengetahuan, kesabaran, dan kebijaksanaan. Dengan tampilan wajah Islam yang demikian, justru Islam akan dikenal dan menarik perhatian.
Keimanan dan keislaman seseorang bagi KH Hasyim Asy’ari harus berlandaskan pada pengetahuan dan keyakinan yang matang terhadap Islam. Cara-cara santun dan penuh kebijaksanaan yang akan mendorong syiar Islam secara luas.