Wasathiyah atau moderasi sebenarnya bukan barang yang baru dalam Islam. Semua orang Islam pun mengakui pentingnya wasathiyah atau moderasi ini, karena memang wasathiyah inilah yang digunakan Allah untuk menggambarkan ciri dari umat Islam sebagaimana yang tersebut dalam Alquran.
Meskipun demikian, tampaknya banyak yang masih kabur dalam pemahaman mengenai makna, tujuan dan bagaimana cara menerapkan moderasi ini. Makna wasathiyah yang sangat luas ini kemudian menimbulkan semacam kekaburan makna, sehingga baik yang ekstrem dalam praktik agamanya maupun yang terlalu menggampangkan agama sama-sama mengakui bahwa diri mereka telah menerapkan wasathiyah ini, sambil menuduh yang berbeda itu belum menerapkan. Ibarat pepatah “semua mengaku cinta pada Jelita, tetapi si Jelita menampik cinta mereka”. (hal. ix)
Hal inilah yang melatarbelakangi cendekiawan Muslim Indonesia, M. Quraish Shihab untuk mengupas mengenai wasathiyah atau moderasi khusunya dalam bidang agama. Dengan keluasan ilmunya, M. Quraish Shihab menjabarkan aspek-aspek yang terkandung dalam konsep wasathiyah dengan teliti dan detail.
Melalui buku yang berjudul “Wasathiyah, Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama” ini, M. Quraish Shihab mengajak kita para pembaca untuk mengenali wasathiyah dari segi filsafat keilmuan sehingga menghasilkan pemahaman yang sedalam-dalam mengenai hakikat makna dari kata ini. Kepakaran M. Quraish Shihab dalam bidang tafsir menjadikan warna tersendiri yang khas dalam setiap tinjauan-tinjauannya mengenai hakikat dari makna dari wasathiyah.
Buku ini terdiri dari tiga pembahasan pokok, yaitu mengenai apa, mengapa dan bagaimana wasathiyah itu. Untuk mendapatkan hakikat dari makna wasathiyah ini, M. Quraish Shihab menelusuri ayat-ayat Alquran beserta penafsiran ulama mengenai konsep Wasathiyah, terutama surat al-Baqarah ayat 143.
Setelah menghadirkan pendapat-pendapat dari para ahli tafsir dari berbagai metode penafsiran, M. Quraish Shihab kemudian menarik suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan wasathiyah adalah keseimbangan dalam segala persoalan hidup duniawi dan ukhrawi, yang selalu harus disertai upaya menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi berdasarkan petunjuk agama dan kondisi objektif yang sedang dialami. (hal. 43)
Untuk membantu pemahaman makna wasathiyah yang telah dijelaskan sebelumnya ini, M. Quraish Shihab kemudian menggambarkan secara luas praktik wasatiyah atau moderasi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari aspek keberagamaan, hukum, sosial, ekonomi dan bahkan hingga aspek politik dan pengelolaan negara. Semua membutuhkan sikap moderat atau wasatiyah agar senantiasa bisa berjalan dengan seimbang.
Setelah pencarian hakikat makna dari wasathiyah, buku ini kemudian menjelaskan mengenai mengapa harus ada konsep wasathiyah. Untuk menjawab ini, M. Quraish Shihab menyajikan logika-logika ilmiah, yang membenarkan pentingnya konsep wasathiyah ini.
Salah satu yang dicontohkan adalah bagaimana keseimbangan yang diciptakan Allah terhadap penciptaan Bumi yang beliau kutip juga dari pendapat para ahli geologi. Ukuran Bumi yang tidak lebih kecil atau lebih luas dari yang ada sekarang ini diciptakan oleh Allah untuk menyeimbangkan keadaan Bumi, sehingga bisa menopang kehidupan diatasnya.
Jika seandainya saja ukurannya lebih kecil, maka Bumi akan kehilangan atmosfernya karena gravitasi yang kecil tidak akan gagal untuk menahan gas ke angkasa. Namun jika ukurannya lebih besar, maka gravitasi Bumi akan menahan begitu banyak atmosfer termasuk gas-gas yang membahayakan kehidupan manusia. (hal. 124)
Pentingnya wasathiyah dalam kehidupan ini pasti akan mendorong setiap umat untuk menerapkannya. Di akhir buku ini, M. Quraish Shihab memberikan pandangannya mengenai bagaimana cara agar wasathiyah bisa diterapkan.
Menurut Quraish Shihab ada tiga kunci pokok dalam penerapan wasathiyah ini, yaitu pengetahuan yang benar, emosi yang terkendali dan kewaspadaan. (hal. 188) Tanpa ketiga hal ini, wasathiyah akan sangat susah bahkan mustahil untuk diwujudkan.