Pada seri tulisan Munasabah Al-Qur’an sebelumnya, telah dijelaskan tentang definisi, sejarah kemunculan, pro-kontra, faedah, aspek, macam, dan contoh ilmu munasabah. Sedangkan munasabah ditinjau dari segi materi, maka munasabah itu ada dua macam, sebagai berikut:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا
Dengan ayat 102 surah Ali-Imran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Faedah dari munasabah dengan ‘athaf ini ialah untuk menjadikan dua ayat tersebut sebagai dua hal yang sama (al-Nadzirain). Ayat 102 surah Ali-Imran menyuruh bertakwa dan ayat 103 surah Ali-Imran menyuruh berpegang teguh kepada agama Allah, dua hal yang sama.
كَدَأْبِ آلِ فِرْعَوْنَ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا
Dengan ayat 10 surah Ali-Imran:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا لَنْ تُغْنِيَ عَنْهُمْ أَمْوَالُهُمْ وَلَا أَوْلَادُهُمْ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَأُولَئِكَ هُمْ وَقُودُ النَّارِ
Dalam munasabah ini, tampak hubungan yang kuat antara ayat yang kedua (ayat 11 surah Ali-Imran) dengan ayat yang sebelumnya (ayat 10 surah Ali-Imran), sehingga ayat 11 surah Ali-Imran itu dianggap sebagai bagian kelanjutan dari ayat 10 surah Ali-Imran.
كَمَا أَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْ بَيْتِكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَكَارِهُونَ
Dengan ayat 4 surah Al-Anfal:
أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
Kedua ayat itu sama-sama menerangkan tentang kebenaran. Ayat 5 surah Al-Anfal itu menerangkan kebenaran bahwa Nabi diperintah hijrah dan ayat 4 surah tersebut menerangkan kebenaran status mereka sebagai kaum mukminin.[1]
ثُمَّ بَدَّلْنَا مَكَانَ السَّيِّئَةِ الْحَسَنَةَ حَتَّى عَفَوْا وَقَالُوا قَدْ مَسَّ آبَاءَنَا الضَّرَّاءُ وَالسَّرَّاءُ
Dengan ayat 94 surah Al-A’raf:
وَمَا أَرْسَلْنَا فِي قَرْيَةٍ مِنْ نَبِيٍّ إِلَّا أَخَذْنَا أَهْلَهَا بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَضَّرَّعُونَ
Ayat 94 surah Al-A’raf tersebut menerangkan ditimpakannya kesempitan dan penderitaan kepada penduduk, tetapi ayat 95 surah Al-A’raf menjelaskan kesusahan dan kesempitan itu diganti dengan kesenangan.
هَذَا وَإِنَّ لِلطَّاغِينَ لَشَرَّ مَآبٍ
Dialihkan pembicaraan kepada nasib orang-orang yang durhaka yang benar-benar akan kembali ke tempat yang buruk sekali, dan pembicaraan ayat 54 surah Shaad yang membicarakan rezeki dari para ahli surga:
إِنَّ هَذَا لَرِزْقُنَا مَا لَهُ مِنْ نَفَادٍ
لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ
Awalan surat Quraisy tersebut sesuai dengan surah Al-Fiil:
فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ
الم ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
Awal surah Al-Baqarah tersebut sesuai dengan akhirannya yang memerintahkan supaya berdoa agar tidak disiksa, bila lupa atau bersalah.
وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
Syarat menelusuri munasabah haruslah memiliki keahlian di bidangnya. Penggalian munasabah harus bertumpu pada metode dan langkah yang tepat. Menurut Al-Suyuthi, Sebagaimana telah digunakan oleh sebagian ulama yang meliputi sebagai berikut.
Pertama, hendaknya memperhatikan tujuan yang dibahas oleh suatu surah. Kedua, hendaknya memperhatikan inti uraian dari surah-surah sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surah. Ketiga, memperhatikan tingkat uraian dengan mencari apakah ada hubungannya atau tidak. Keempat, ketika menarik kesimpulan perlu diperhatikan ungkapan yang terkesan berlebihan.[3]
Dalam konteks tafsir Nusantara, M. Quraish Shihab adalah salah seorang mufassir yang bisa dibilang mewakili karya tafsir di Indonesia. Curahan pemikirannya di bidang Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan munāsabah dihidangkan melalui Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an. Dari sisi tema sudah bisa dianalisis, kata “keserasian”, ini mengandung makna “munāsabah”, karena munāsabah mengandung arti keserasian. Selain itu, percikan pemikiran Quraish Shihab banyak terpengaruh oleh al-Biqā‘ī seorang tokoh penggagas tanāsub al-ayāt wa al-suwār.[4]
Contohnya, بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ yang jumlah huruf-hurufnya sebanyak 19 huruf. Demikian pula dengan ucapan hauqalah لاحول ولاقوة إلا بالله, tiada daya (untuk memperoleh manfaat) dan upaya untuk (menolak mudarat) kecuali dengan (bantuan) Allah. Kalimat ini pun (bila digunakan dalam aksara uang digunakan Al-Qur’an) mempunyai 19 huruf.
Dengan demikian permulaan dan akhir usaha setiap muslim adalah bersumber dan berakhir pada kekuasaan Allah yang Rahmān dan Rahīm, Yang Maha Pengasih dan Penyayang itu. Dalam al-Mudatsir (74): 30 dinyatakan bahwa penjaga neraka terdiri dari 19 malaikat. Basmalah dan Hauqalah yang masing-masing mempunyai 19 huruf itu, dapat menjadi perisai bagi seseorang yang menghayati dan mengamalkan tuntunan kedua kalimat tersebut. Menjadi perisai terhadap kesembilan belas penjaga neraka itu.[5]
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu munasabah ini sangat penting dalam membantu penggalian substansi dari Al-Qur’an. Meski menuai pro kontra, namun ilmu munasabah harus terus digali dalam rangka menambah khazanah wawasan tentang kandungan kitab suci Al-Qur’an.
[1] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an…, h. 159.
[2] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an…, h. 161.
[3] Fauzul Iman, Munasabah Al-Qur’an, Al-Qalam, No. 63/XII/1999, h. 54.
[4] Hasani Ahmad Said, Menggagas Munasabah Al-Quran…, h. 26.
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), cet. ke-7, h. 16.