Nama-nama bulan pada kalender Hijriyah, sebagaimana dijelaskan Ahmad Zarkasih dalam buku Rajab: Keutamaan dan Hukumnya (2020: 8-11), bukanlah dari wahyu yang turun kepada umat Islam. Justru nama-nama itu telah ada sebelumnya dan digunakan berabad-abad lamanya oleh bangsa Arab.
Mereka terbiasa menggunakan bulan sebagai media untuk menentukan waktu. Karena itu penanggalan mereka disebut dengan al-Taqwim al-Qamari (kalender Bulan), yang mana basis perhitungannya bergantung pada peredaran Bulan. Walaupun ada beberapa suku, khususnya di selatan Jazirah Arab (Yaman) yang menggunakan matahari sebagai media menentukan hari.
Bangsa Arab juga memberi nama sesuai dengan keadaan alam atau keadaan sosiologi dan budaya yang mereka lakukan pada bulan-bulan tersebut. Berhubung bangsa Arab juga punya kelas yang berbeda (suku), maka hal itu membuat mereka berbeda pula dalam kebiasaan dan adat dari setiap masing-masing suku. Kendati menggunakan perhitungan yang sama, yakni memakai bulan, namun mereka berbeda-beda dalam memberikan nama bulannya.
Barulah ketika tahun 412 Masehi terjadi konvensi para petinggi-petinggi dari lintas suku dan kabilah bangsa Arab di Mekkah di masa Kilab bin Marrah (kakek Nabi Muhammad ke-6). Konvensi ini untuk menentukan dan menyatukan nama-nama bulan agar terjadi kesamaan, serta memudahkan mereka dalam perdagangan.
Penomoran bulan belum terjadi karena memang orang-orang Arab terdahulu pun tidak tahu bulan apa yang pertama. Muncul penomoran bulan qamari ini setelah adanya kebijakan “politik” Umar bin al-Khaththab yang mengeluarkan perintah untuk membentuk kalender Islam.
Bulan Muharram akhirnya ditunjuk sebagai bulan pertama kalender Islam yang sekarang dikenal dengan kalender “Hijriyah”. Setelah itu, barulah kemudian ada nomor urut untuk setiap bulan dalam kalender qamari.
Berikut sejarah munculnya nama-nama bulan dalam kalender tahun Hijriyah atau Qamariyah dan artinya yang dirujuk dari kitab Tafsir Ibnu Katsir (4/146 – 147):
Kata Muharram (محرم) berarti yang terlarang. Disebut demikian karena memang pada bulan ini, bangsa Arab seluruhnya mengharamkan peperangan. Tidak ada tumpah darah pada bulan Muharram. Hal ini merupakan hukum adat yang tak tertulis yang berlaku sejak lama.
Shafar satu suku kata dengan kata Shifr (صفر) yang berarti kosong. Bulan ini dinamakan shafar atau shifr, karena pada bulan ini bangsa Arab mengosongkan rumah-rumah mereka yang beralih ke medan perang.
Sesuai namanya, Rabi’ (ربيع) yang berarti musim semi. Bulan ini dinamakan demikian karena memang yang terjadi musim semi pada bulan tersebut.
Nama bulan ini mengikuti nama bulan sebelumnya karena musim gugur yang masih berlangsung. Tsani (ثاني) artinya yang kedua.
Dulu di masa Jahiliyah, namanya Jumada Khamsah. Jumada, asal katanya Jamid (جامد) yang berarti beku atau keras. Dikatakan demikian karena bulan ini adalah musim panas, yang karena saking panasnya, air bisa saja membeku, artinya kekeringan.
Bulan ini disebut juga Jumada al-Akhirah. Namanya mengikuti bulan sebelumnya.
Dalam tradisi Arab, bulan Rajab adalah termasuk bulan yang haram bagi mereka untuk melakukan peperangan. Artinya haram membunuh ketika itu. Disebut Rajab, karena memang salah satu makna rajab (رجب) dalam bahasa Arab ialah sesuatu yang mulia. Maksudnya, mereka memuliakan dirinya dan orang lain dengan tidak saling membunuh. Ada juga yang mengatakan bahwa Rajab berarti melepaskan mata pisau dari tombak sebagai symbol berhentinya perang.
Asal katanya dari syi’b (شعب) yang berarti kelompok. Dinamakan begitu karena ketika masuk bulan Sya’ban, orang-orang Arab kembali ke kelompok (suku) mereka masing-masing. Mereka berkelompok lagi untuk berperang setelah sebelumnya di bulan Rajab mereka hanya duduk di rumah masing-masing.
Berasal dari kata Ramadh (رمض) yang maknanya adalah panas yang menyengat atau membakar. Disebut demikian sebab memang matahari pada bulan ini jauh lebih menyengat dibanding bulan-bulan lain, sehingga sengatan panas matahari yang dihasilkan lebih tinggi.
Bangsa Arab mengenal jenis burung an-Nauq (نوق) yang kalau biasanya hamil di bulan ini burung itu mengangkat sayap serta ekornya, sehingga terlihat kurus badannya burung tersebut. Mengangkat sayap atau ekor disebut dengan Syaala (شال) yang merupakan asal kata dari nama bulan Syawwal.
Asal katanya dari qa’ada (قعد) yang berarti duduk atau istirahat tidak beraktivitas. Dinamakan demikian karena memang bulan ini orang-orang Arab sedang duduk dan istirahat dari berperang guna menyambut bulan haji, yaitu Dzul-hijjah. Di samping itu, pada bulan ini juga diharamkan perang.
Sudah bisa dipahami dari katanya bahwa bulan ini adalah bulannya orang berhaji ke Mekkah. Sejak sebelum Islam datang, bangsa Arab sudah punya kebiasaan pergi haji dan melakukan thawaf di Ka’bah yang berlokasi di Mekkah (Ahmad Zarkasih, 2020: 12-14).
Demikian ini penjelasan tentang sejarah nama-nama bulan dalam kalender tahun Hijriyah dan artinya. (M. Zidni Nafi’)