Tokoh sahabat Nabi ini dikenal dengan keberanian dan ketangkasannya. Sekian banyak pujian Nabi terhadap dirinya. Sebagai seorang perempuan, ia tak kenal takut dalam membela perjuangan Nabi saw. Kisah keheroikannya diceritakan oleh para ahli sejarah dalam perang Uhud dan perang Yamamah.
Nusaibah merupakan sahabat Nabi dari kalangan Anshar. Nama lengkapnya adalah Nusaibah binti Ka’ab bin Amr bin Auf bin Madbzul bin Amr al-Khazrajiyyah al-Mazaniyyah al-Anshariyyah. Ia lebih dikenal dengan nama Ummu Umarah. Nusaibah merupakan saudara dari Abdullah bin Ka’ab yang gugur di medan perang Badar.
Keislaman Nusaibah dimulai dari keikutsertaannya bersama rombongan Muslim dari Madinah yang berkunjung ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Rombongan ini sepakat untuk berbaiat kepada Nabi. Adapun jumlah dari rombongan yang berbaiat kepada Nabi ini, yaitu tujuh puluh tiga laki-laki dan dua orang perempuan. Baiat tersebut dikenal dengan nama Ba’iat al-‘Aqabah ast-Tsaniyah (janji setia kedua di Aqabah).
Ummu Umarah menceritakan peristiwa Ba’iat al-‘Aqabah ast-Tsaniyah ini:
Saya menyaksikan baiat Nabi dilakukan pada malam hari di bukit Aqabah. Aku berserta kaumku turut serta dalam baiat tersebut. Setiap laki-laki berjabat tangan dengan Nabi saw.
Ketika tinggal saya dan Ummu Mani’, suamiku Ghaziyyah bin Amr berkata: Ya Rasulallah, kedua perempuan ini datang bersama saya untuk berbaiat kepada engkau.
Nabi menjawab: Baiatlah keduanya olehmu sebagaimana saya membaiat kalian. Sungguh saya tidak berjabat tangan dengan para perempuan (bukan mahram).
Perlu diketahui, baik Ummu Umarah dan Ummu Mani’, keduanya turut berjuang dalam membela Islam. Jika Nusaibah binti Ka’ab ikut terlibat dalam perang Uhud dan sebagian perang-perang sesudahnya, maka Asma binti Amr atau Ummu Mani’ ikut berjuang dalam berbagai bidang.
Jangan menduga hanya laki-laki yang terlibat dalam peristiwa peperangan. Sekian banyak perempuan yang memiliki andil besar, bukan saja dalam merawat dan mengobati mereka yang terluka, tetapi di antaranya ada yang turut serta dalam mengangkat senjata.
Nusaibah beserta suaminya dan keduanya orang anaknya ikut terlibat dalam peristiwa perang Uhud. Pada mulanya, Nusaibah hanya bertugas merawat, mengobati pasukan yang terluka dan memberi minum pasukan yang kehausan, namun melihat perang Uhud yang berkecamuk dan umat Islam mengalami kekalahan. Ia lari menghampiri Nabi dengan membawa pedang dan anak panah dan berusaha melindunginya.
Nusaibah dengan gagah beraninya melindungi Nabi. Dengan pedangnya, ia beberapa kali memukul para kafir Quraisy. Hingga datang Ibnu Quma’ah yang memukul bagian belakang lehernya dengan keras dan membuat dirinya terluka parah. Namun dengan kekuatannya yang tersisa, ia mampu membelas pukulan Ibnu Quma’ah.
Sikap inilah yang membuat Nabi terkagum-kagum atas keberanian dan ketangkasan Nusaibah. Nabi saw. menyatakan “Sedikit pun aku tidak memalingkan pandanganku ke kanan dan ke kiri, kecuali hanya melihat keberanian dan ketangkasan Nusaibah binti Ka’ab dalam berperang.”
Dalam satu riwayat dikisahkan, setelah perang Uhud berakhir, Nabi melihat Nusaibah yang bercucuran darah, dengan pandangan belas kasihnya, Nabi menyuruh anak Nusaibah yaitu Abdullah untuk mengobati luka ibunya. Lalu Nabi mengangkat kedua tangannya mendoakan kesembuhan Nusaibah.
Kemudian Nabi berkata kepada Abdullah, “Kedudukan ibumu lebih baik dibandingkan dengan kedudukan fulan dan fulan, dan kedudukan ayahmu lebih baik dibandingkan dengan fulan dan fulan. Semoga Allah swt. merahmati kalian wahai Ahl al-Bait”.
Perjuangan yang diikuti Nusaibah tidak hanya berhenti di situ, dalam buku-buku sejarah ditemukan keterlibatannya dalam peperangan lainnya. Salah satu di antaranya yang dikenal adalah keterlibatannya dalam memerangi Nabi palsu yakni Musailamah. Ketika peperangan ini, ia menderita dua belas luka, dan kehilangan satu tangannya, namun ia bersujud syukur ketika putranya, Abdullah berhasil membunuh Musailamah.
Selain dikenal dengan keberaniannya, Nusaibah juga dikenal dengan sikap kekritisannya. Tak tanggung-tanggung, ia “berani” menyampaikan keberatannya kepada Nabi saw.
Suatu hari, Nusaibah datang menemui Nabi saw. Ia berkata kepada Nabi: Aku tidak pernah melihat setiap sesuatu kecuali hanya untuk laki-laki, dan aku tidak melihat perempuan sedikit pun disebutkan”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Mengapa al-Qur’an tidak menyebutkan perempuan?”
Allah menjawab pertanyaan Nusaibah tersebut, dengan diturunkannya Surah al-Ahzab ayat 35, yang menjelaskan persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal keberagamaan, dan dalam segala hal kebajikan serta balasan (pahala) masing-masing di antara keduanya.
Nusaibah binti Ka’ab wafat pada tahun 13 Hijriyah, pada masa Khalifah Umar bin Khatab, dan di makamkan di Jannatul Baqi Madinah.
Nusaibah binti Ka’ab merupakan salah satu sosok perempuan terbaik yang dimiliki Anshar. Keberanian, ketangkasan, serta perjuangannya patut menjadi teladan bagi kita. Demikian seklumit kisah perjuangan Nusaibah binti Ka’ab sang perisai Nabi.