Tiga pakar Al-Qur’an, Quraish Shihab, Said Agil Husin Al-Munawwar, dan KH. Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menjadi narasumber dalam Lailatul Qur’an bertajuk “Pesan Wasathiyah Ulama Al-Qur’an” di Pesantren Krapyak Yogyakarta, Rabu malam (17/11/2022).
Hadir secara daring, Quraish Shihab yang juga pendiri Pesantren Bayt Al-Qur’an Jakarta menjelaskan bahwa untuk dapat bersikap wasathiyah seseorang harus tahu apa makna wasathiyah.
Menurutnya, wasathiyah tidak bisa dimaknai secara tekstual sebagai tengah-tengah. Lebih dari itu, wasathiyah adalah ketegasan seseorang untuk bersikap adil. Ia mengibaratkan seorang wasit di dalam pertandingan sepak bola.
“Seorang wasit yang memimpin pertandingan sepak bola tidak harus selalu berada di tengah, tetapi ia dituntut dapat menegakkan keadilan di lapangan,” terangnya.
Sementara itu, agar memiliki sikap wasathiyah atau sikap moderat dan toleran, menurut Said Agil Husin Al-Munawwar, seseorang harus mempunyai keluasan ilmu. Hal itu, menurutnya, tidak beda dengan seseorang yang ingin memahami Al-Qur’an, maka harus memiliki banyak ilmu, khususnya yang terkait dengan Al-Qur’an.
“Makanya tidak disebut ilmu Al-Qur’an, tetapi ‘Ulum Al-Qur’an, karena untuk memahami Al-Qur’an memang harus menguasai banyak ilmu,” jelas Pakar Al-Qur’an UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Adapun Gus Baha menekankan sikap husnuzan agar seseorang memiliki sikap wasathiyah. Sebab, menurutnya, apa pun sikap seseorang bisa dilihat dan dimaknai dengan berbagai perspektif.
“Misalnya kedatangan saya kesini, apakah itu baik atau tidak, tergantung bagaimana perspektif yang digunakan,” ucapnya.
Dilihat dari perspektif bahwa kedatangan Gus Baha memberikan wawasan dan ilmu kepada hadirin, mungkin itu baik.
“Tetapi bagi santri-santri yang malam ini seharusnya belajar dengan saya, kedatangan saya kesini mungkin tidak baik,” ujarnya.
Itulah sebabnya seseorang harus mengedepankan sikap berbaik sangka atau husnuzan.