IQRA.ID – Pusat Studi Pesantren (PSP) menggelar Pra-Halaqah Perempuan Ulama 2020 pada Jum’at (29/05). Kegiatan daring yang bertema “Jalan Dakwah di Media Sosial dan Penguatan Literasi Pesantren” ini diikuti oleh 20 orang perempuan alumni pesantren dengan beragam latar belakang profesi.
Hadir sebagai narassumber dalam kesempatan itu yakni Pembina Pesantren Kauman Karangturi Lasem Rembang Nyai Durrotun Nafisah Zaim dan Pembina Pesantren Raudhatut Thalibin Rembang Nyai Ienas Tsuroiya.
Nyai Nafisah menceritakan tentang pengalamannya membuka pengajian kitab Tafsir Al-Ibris yang dipadukan dengan Tafsir Iklil dan Ibnu Katsir secara daring (online) selama Ramadhan kemarin.
“Respon yang ngaji online bagus. Yang menyimak ngaji kebanyakan bapak-bapak, para kiai. Begitu ada kajian kitab yang sifatnya rutin, kontinu dari halaman ke halaman, dari ayat ke ayat, respon mereka bagus. Sehingga diminta untuk dilanjutkan kembali setelah Ramadhan,” tuturnya.
Menurut Nyai Nafisah, mengajar hakikatnya adalah proses belajar, karena biasanya yang dihadapi selama adalah anak-anak santri. “Tapi sekarang yang dihadapi lebih banyak dan luas lagi sehingga persiapannya harus benar-benar matang,” ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Nyai Ienas Tsuroiya menceritakan pengalamannya merintis Ngaji Ihya secara online bersama suaminya KH Ulil Abshar Abdalla yang dimulai pada bulan Ramadhan tahun 2017.
“Pada awal-awal dulu modal saya cuma handphone dan tripot kecil. Pokoknya sama sekali tidak memadai,” ujar perempuan yang akrab disebut ‘Mbak Admin’ itu tentang cerita-cerita lucu merintis ngaji online dengan peralatan yang sangat terbatas.
“Awal awal, yang ikut ngaji online kebanyakan para santri alumni pesantren. Mereka terkadang saling tik-tok balas guyonan ala santri di kolom komentar. Cerita-cerita lucu itu lah yang membuat saya senang,” tambah Mbak Admin.
Selain cerita lucu-lucu itu, ia juga senang sebab yang menyimak pengajian Ihya ada dari kalangan nonmuslim. Hal ini karena saat itu Mas Ulil memulai membaca Ihya Ulumuddin dari jilid 3 tentang bab mengelola hati.
Nyai Ienas Tsuroiya menilai bahwa banyak kalangan perempuan yang layak maju di depan layar untuk membuka kajian atau dakwah di media sosial . Apalagi netizen sekarang sangat haus akan ilmu ilmu. Oleh sebab itu, ia mendorong kalangan santri dan nahdliyin untuk percaya diri dan jangan takut di-bully.
“Para santri punya bekal untuk bersaing di media online. Soal teknologi bisa sambil belajar. pesan saya, jangan malu, jangan ragu, kita harus percaya (pede), media sosial membutuhkan anda semua,” dorong Ienas. (M. Zidni Nafi’)