Halaqah Perempuan Ulama ke-10 dengan tema “Dakwah di Media Sosial dan Penguatan Literasi Pesantren” yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Pesantren disambut antusias oleh para peserta. Acara yang live di fanpage facebook Pusat Studi Pesantren ini hanya dihadiri oleh 20 peserta dari 20 pesantren di nusantara ini. Pembicara yang hadirkan adalah tokoh-tokoh populer dan poros Cirebon. Mereka adalah KH. Husein Muhammad (Buya Husein) dari Pesantren Dar al- Tauhid, Cirebon, Nyai Hj. Afwah Mumtazah, dari Pesantren Kempek, Cirebon, dan Mbak Zahra Amin, pimpinan redaksi mubadalah, Cirebon.
Acara yang berlangsung selama 2 jam ini, diawali dengan pembacaan puisi yang sarat makna oleh Buya Husein,
“Bukanlah kematian yang menggelisahkan jiwaku. Bagiku, ia bukanlah persinggahan terakhir. Aku gelisah manakala mati, aku tidak meninggalkan warisan ilmu pengetahuan (Ketuhanan). Aku ingin mengalihkan pengetahuan yang telah aku peroleh kepada orang lain; guru maupun muridku”. (Syams al-Tabrizi).
Jejak pena lebih abadi, Jejak lidah sering bikin bingung
Buku dibaca di setiap ruang dan waktu
Jejak lidah untuk yang hadir, Jejak pena untuk yang hadir dan yang tak hadir
Setiap pemateri memberikan pemaparanya hanya 15 menit. Mereka menjelaskan tentang kegiatan literasi di pesantren masing-masing, seperti kegiatan ngaji kitab kuning dengan metode bandongan yang merupakan bagian kegiatan literasi pesantren.
Berbeda dengan 2 narasumber lainnya, Zahra Amin lebih menjelaskan tentang Perempuan dan Media Sosial. Menurutnya, perempuan saat ini menjadi pengguna yang paling aktif di media sosial, meskipun mereka tidak menggunakannya untuk tujuan dakwah. Karena itu, ia berharap adanya edukasi dan penguatan literasi bagi perempuan sehingga di media sosial, mereka dijadikan subjek bukan objek.
“Jika tidak demikian, maka sistem patriarki yang ada di masyarakat juga terjadi di media. Yang menyebabkan sering terjadi candaan-candaan seksis dan misoginis terhadap perempuan,” ungkapnya.
Perempuan sangatlah penting untuk hadir di medsos, menyusun strategi, menanggalkan ketawadluan dan rasa malunya. Perempuan harus memiliki rasa prihatin dan tidak boleh membiarkan berita yang tidak ramah dibaca oleh generasi-generasi mendatang. Pentingnya membangun pemikiran kritis bagi pembaca, supaya mereka bisa memilah yang mana konten yang ramah dan yang tidak ramah.
Ada banyak konten yang tidak ramah untuk perempuan di medsos. Kampanye nikah usia dini yang hanya dengan alasan menghindari zina tapi tanpa memperhatikan aspek lainnya seperti kelemahan ekonomi, ketidakmampuan intelektual, kesehatan reproduksi, dan aspek lainnya. Juga biasanya mengenai definisi istri solehah yang digambarkan dengan perempuan menunduk dan tidak keluar rumah.
Padahal kita bisa mengambil sudut pandang lain, istri solehah yang seharusnya dimaknai sebagai perempuan yang mengabdi kepada Allah, mengabdi kepada kemanusiaan, dan yang bekerja untuk kebaikan bersama. Karena itu, mereka perlu hadir untuk menjawab permasalahan pandangan partiarkhi. Perempuan harus bahagia dengan dirinya sendiri, dengan mengaktualisasikan apa pun profesi apa pun.
Dawuh Buya Husein, laki-laki dan perempuan yang beriman itu harus saling bekerja sama, saling menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Tugas kita menciptakan ruang lingkungan damai, terlebih banyak problem diskriminasi perempuan. Padahal mereka sumber kehidupan, masa depan itu ada di tangan mereka. Mencerdaskan mereka berarti mencerdaskan generasi yang akan datang. Perempuan juga harus tampil, tidak boleh mengandalkan laki-laki, wajib tampil dan menyuarakan isi hatinya, karena pengalaman itu otentik.
“Perempuan yang memiliki tujuan berdakwah dan menyebarkan kebaikan ke masyarakat harus percaya diri. Ia harus memiliki kesadaran akan pentingnya ibadah sosial. Perempuan juga perlu berpikir anti mainstream, juga tekat yang kuat,” tutur Nyai Afwah menambahkan.
Acara halaqah virtual ini ditutup dengan closing statement tegas oleh masing-masing narasumber. “Jangan pernah minder menjadi sosok perempuan, perempuanlah yg menghasilkan generasi hebat dan bermutu, teruslah menimba ilmu agar kita menjadi manusisa yang berguna,” kata Bu Nyai Afwah
“Apa pun peran perempuan, kita harus bahagia, sadar, tidak ada paksaan terkait pilihan yang kita ambil dan paling penting adalah bahagia dan membahagiakan,” kata Zahra Amin.
“Hari inimu adalah masa depanmu, masa depanmu tergantung hari ini, menanamlah hari ini, kelak kau akan memetik, jangan biarkan hari-harimu pergi tanpa membaca, menulis, dan memberi cahaya pengetahuan,” kata Buya Husein Muhammad sebagai penutup closing statement.