Sebagian dari problematika anak muda sekarang, terutama yang berada di umur seperempat abad adalah menghadapi pertanyaan “kapan nikah”. Pertanyaan yang sering dilontarkan oleh tetangga, teman, sanak saudara meski hanya sebagai pemanis sebuah obrolan tapi menghujam bagi yang dihadapkan pertanyaan.
Pasalnya, persoalan nikah ini menjadi teka-teki yang susah ditebak. Ada yang sudah berusaha tapi gagal. Ada yang dengan jalan dijodohkan (atas dasar ridho dan tidak ada unsur paksaan), atau dengan jalan taaruf lalu berjodoh, dan lain sebagainya. Karena jodoh adalah rahasia Allah, dan kewajiban manusia sebagai hamba adalah ikhtiar.
Pada sebuah kesempatan bersama Mbak Najwa di segmen Shihab dan Shihab #JodohPastiBertemu, Prof. Quraish menjelaskan perihal ikhtiar ini, “Manusia dalam pandangan mayoritas ulama, memiliki kemampuan untuk berusaha. Hasil usahanya itu pada akhirnya ditentukan oleh Tuhan.”
Kemudian Mbak Najwa melontarkan tanya kalau dalam konteks jodoh itu jadi takdir yang ditentukan ataukah kita harus berusaha atau menjemput jodoh itu. Prof. Quraish langsung menjawab, “Harus berusaha dengan berbagai cara. Salah satu cara yang paling mudah berdoa pada Tuhan, Ya Allah semoga apa yang saya kehendaki Kamu restui. Jadi berusaha, jangan tidak usaha. Siapa tahu Tuhan menetapkan bahwa orang ini akan saya beri jodoh kalau dia berusaha.”
Ikhtiar menjadi signifikan dalam hal ini. Apapun bentuk ikhtiar yang dijalankan harus tetap di jalan dan dengan cara yang baik, tidak keluar dari norma agama, tidak ada paksaan maupun ketidakrelaan dari salah satu calon pasangan. Bahkan, Prof. Quraish memberikan cara ekstrem ikhtiar bagi perempuan, yaitu “melamar”.
Perempuan dalam agama diperbolehkan melamar laki-laki, seperti Sayyidah Khodijah yang melamar Nabi saw. Selain itu ada Sayyidah Maimunah yang mengutarakan perasaanya terlebih dahulu melalui perantara saudarinya, Lubabah al-Kubro. Kemudian disampaikan oleh suaminya, Abbas bin Abdul Muthalib kepada Nabi saw.
Agama memperbolehkan perempuan mengutarakan perasaannya atau oleh Prof. Quraish langsung melamar. Beliau mengatakan, “Budaya yang melarang atau yang menganggap buruk, tapi agama tidak. Tidak ada perbedaan dalam konteks ini antara laki-laki dan perempuan. Dua-duanya membutuhkan, hanya satu memiliki rasa malu yang melebihi. Bisa melalui orang lain. Bisa melalui teman ibunya, menunjukkan ketertarikan.”
Bahkan dalam budaya pula, perempuan yang berani ikhtiar dengan cara mengutarakan atau menunjukkan ketertarikannya justru mendapat cap lebih rendah dari perempuan-perempuan lain meskipun dengan cara yang baik tetap mendapat labelling negatif.
Lantas, pasangan yang bagaimana yang harusnya diyakini kalau ia adalah jodoh kita. Prof. Quraish berpesan kepada seseorang yang sudah senang kepada seseorang hendaklah ia jangan lagi tanya kepada akal, karena akal dan hati memiliki pertimbangan yang berbeda.
Akal akan selalu melihat kekurangan, sehingga tanyakanlah kepada hati. Ketika hati bergerak ketika itu carikan pembenaran untuk akal. Harapan dari sebuah pernikahan adalah sakinah, mawaddah, dan rahmah, dan semua itu berhubungan dengan hati.
Di sebuah kesempatan lain, Prof. Quraish Shihab bersama Gus Baha’ dan Mbak Najwa Shihab dalam segmen yang sama menuturkan tips memilih pasangan yang bisa mengurangi kebingungan kita saat dihadapkan pada persoalan memilih pasangan.
“Kalau anda mau pasangan, laki-laki bagi perempuan, perempuan bagi laki-laki yang sempurna. Kawinnya di surga. Di dunia ini tidak ada yang tidak berkekurangan. Jadi ada pilihan, pilihlah yang agamanya baik fadhfar bi dzatiddin. Setelah itu pilih yang lain. Jangan mencari yang sempurna. Tidak mungkin dapat yang sempurna semua ada kekurangannya.”
Boleh saja memilih kriteria lain, tapi ada hal jauh yang lebih baik untuk dipertimbangkan, yaitu agamanya. Agama dulu baru kriteria yang lain. Namun, kita perlu ingat dari pernyataan Prof. Quraish di atas bahwa tidak ada yang sempurna jika kita masih di dunia. Jika ingin yang sempurna, maka nikahnya ya di akhirat.
Hadis Nabi telah menegaskan hal ini bahwa hendaknya ketika memilih pasangan melihat empat hal ini yaitu harta, nasab, cantik atau tampan, dan agama (akhlak). Tapi ada penekanan di akhir fadhfar bi dzatiddin taribat yadaaka (nikahilah karena agamanya, maka kamu akan beruntung), karena ketiganya tidak langgeng.
Memilih kirteria apapun adalah pilihan, meski ada pilihan terbaik yang disarankan yaitu berdasar agamanya dahulu. Namun, perlu menengok ke diri sendiri. Perlu introspeksi ke diri sendiri, namun juga jangan berputus asa jika belum menemukan jodohnya.
Prof. Quraish memberikan beberapa alasan mengapa jodoh tidak kunjung datang. Seperti harus instrospeksi diri, ada sifatnya yang menonjol yang tidak disenangi orang yang perlu diperbaiki, boleh jadi juga ia belum dikenal sama jodohnya, atau usahanya yang belum maksimal.
Sebagai penutup, Prof. Quraish mengutarakan pesan dari Alquran kepada orang tua dan kepada mereka yang hendak menikah, “Kepada yang hendak menikah, dinyatakannya: peliharalah dirimu, sampai engkau mampu untuk menikah, jangan menikah sebelum mampu (mampu mental, spiritual, material).
Tetapi kepada orang tua diingatkan begini: jangan mengahalangi seseorang yang melamar putrimu atau putramu dengan alasan bahwa dia belum mampu. Tetapi yang belum mampu menikah, sedangkan dia sudah sangat butuh kepada pernikahan in sya Allah Allah akan menjadikannya mampu. Apa yang ingin saya katakan, yang belum menikah jaga dirimu, jangan sampai terjerumus ke dalam yang haram. Pada orang tua, wahai orang tua jangan memperberat syarat-syarat untuk menerima seorang calon karena kalau dia masih berkekuranangan, Allah akan membantunya sehingga ia berkecukupan”.