Tidak lama lagi umat Islam akan kembali menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Bulan ini selalu dinanti-nantikan dan disambut bahagia oleh umat Islam karena mengandung begitu banyak keistimewaan. Bahkan sejak dua bulan sebelumnya umat Islam biasa membaca doa agar disampaikan kepada bulan suci Ramadan.
Bulan Ramadan merupakan bulan yang kesembilan dalam penanggalan hijriah. Penanggalan yang digunakan sebagai pedoman waktu ibadah umat Islam ini menggunakan ketampakan Bulan sebagai acuan waktunya. Masuknya bulan baru ditandai dengan ketampakan hilal sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
“Allah menjadikan hilal sebagai tanda-tanda waktu bagi manusia, maka berpuasalah kalian karena melihatnya dan berbukalah kalian karena melihatnya. Apabila awan menutupi kalian, sempurnakanlah bilangan menjadi tiga puluh hari”.
Hilal sendiri merupakan bagian Bulan yang tampak dari Bumi setelah terjadinya ijtimak atau konjungsi pada saat Matahari telah terbenam. Nampak atau tidaknya hilal sebagai penentu masuknya awal bulan ditentukan melalui kegiatan rukyatul hilal yang dilakukan pada tanggal 29 setiap bulannya. Apabila selepas magrib hilal terlihat, maka sejak magrib tersebut dinyatakan sudah masuk bulan baru. Sedangkan apabila hilal tidak terlihat, maka bulan yang sedang berlangsung digenapkan menjadi 30 hari. Untuk penentuan awal Ramadan kali ini, rukyatul hilal akan dilaksanakan pada tanggal 22 Maret 2023.
Data hilal dari hisab kontemporer sebagaimana yang terdapat pada buku Ephemeris Hisab Rukyat tahun 2023 dari Kementerian Agama RI dan juga Informasi Prakiraan Hilal yang dikeluarkan oleh BMKG menujukan bahwa ijtimak akhir bulan Syakban 1444 H sebagai tanda kembalinya fase Bulan telah terjadi pada tanggal 22 Maret 2023 pukul 00:23 WIB. Dengan demikian maka jarak antara ijtimak dengan magrib cukup lama, yaitu berkisar antara 15 jam di Papua hingga 18 jam di Aceh.
Jarak yang cukup lama tersebut menjadikan hilal berada pada posisi yang cukup tinggi antara 6,78˚ di Merauke hingga 8,73˚ di Sabang. Ketinggian tersebut membuat hilal akan berada di atas ufuk setelah Matahari terbenam selama kurang lebih setengah jam. Elongasi atau jarak sudut antara Bulan dan Matahari juga cukup besar, yaitu 7,49˚ di Papua hingga 9,54˚ di Aceh.
Posisi hilal yang dihasilkan dari sebuah perhitungan bisa digunakan untuk memprediksi kemungkinan terlihatnya hilal dengan mengacu pada suatu kriteria tertentu. Salah satu kriteria kemungkinan terlihatnya hilal yang berkembang di Indonesia adalah kriteria imkanurrukyat yang baru dari menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS). Kriteria tersebut disusun berdasarkan pengalaman rukyatul hilal selama bertahun-tahun yang kemudian didapati bahwa hilal mungkin dilihat ketika memiliki tinggi minimal 3˚ dan elongasi minimal 6,4˚ pada saat terbenamnya Matahari di tanggal 29 bulan hijriyah.
Jika melihat data di atas, maka posisi hilal pada tanggal 22 Maret 2023 telah memenuhi kriteria imkanurrukyat, bahkan jauh di atasnya, sehingga sangat mungkin untuk bisa teramati. Meskipun demikian perlu diperhatikan juga beberapa objek yang kemungkinan bisa mengganggu ketampakan hilal atau bahkan disangka hilal yaitu adanya planet Merkurius dan Jupiter yang pada saat itu berada di sekitar hilal.
Apabila hilal pada saat magrib tanggal 22 Maret 2023 benar-benar bisa teramati, maka bulan Ramadan 1444 H akan jatuh pada 23 Maret 2023. Dengan demikian masyarakat Indonesia InsyaAllah akan memulai puasa Ramadan tahun ini secara bersama-sama karena prediksi hasil rukyatul hilal sama dengan keputusan dari Ormas Muhammadiyah dengan konsep wujudul hilalnya yang telah dikeluarkan sebelumnya.
Sumber gambar: www.bmkg.go.id