Rabiul Awwal adalah bulan di mana Nabi Muhammad lahir. Mayoritas sejarawan, seperti Ibnu Ishaq, menerangkan bahwa Rasulullah lahir pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal pada Tahun Gajah.
Rabiul Awwal termasuk salah satu bulan yang istimewa bagi umat Muslim sedunia. Selain kelahiran Nabi, pada bulan ini juga terjadi momen Hijrah Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah dan pelaksanaan salat Jumat perdana. Akan tetapi, yang sering lepas dari perhatian adalah bahwa pada bulan inilah Nabi Muhammad mengalami fase-fase awal kenabian.
Pada bulan Rabi’ul Awwal, setelah usianya genap empat puluh tahun, Nabi Muhammad bermimpi menerima wahyu dari Tuhan dan Tuhan mengangkatnya menjadi Nabi. Sayyidah Aisyah menceritakan hal ini seperti yang Sahabat ‘Urwah riwayatkan.
“Dari Urwah, dari Aisyah, ia berkata, “Wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah saw. adalah melalui mimpi yang benar. Maka Beliau tidak melihat mimpinya itu kecuali (sejelas) seperti cahaya shubuh.” (Thabaqah Ibnu Sa’ad, juz 1 hal 194)
Nabi Muhammad terus menerus mengalami mimpi yang sama sehingga kemudian hari-harinya Beliau habiskan untuk menyendiri (khalwat). Tidak ada lagi kegiatan lain yang lebih beliau gemari kecuali menyendiri. Beliau senantiasa berkhalwat di Gua Hira.
Kata Sayyidah Aisyah:
“Tidak ada kegiatan apa pun yang lebih disenangi Beliau daripada berkhalwat. Beliau terus beribadah di Gua Hira selama beberapa malam lama baru kemudian kembali pulang ke keluarganya.” (Thabaqah Ibnu Sa’ad, juz 1 hal 194)
Nabi Muhammad menjumpai banyak keajaiban. Salah satunya seperti tertera dalam Sirah Ibnu Hisyam,
“Setiap kali Rasulullah saw. berjalan beliau menjumpai batu-batu dan pohon-pohon menyapanya, “Assalamualaikum, wahai Utusan Allah.” (Sirah Ibnu Hisyam, hal 94)
Bertolak dari beberapa riwayat di atas, dan bahwa Beliau diutus menjadi Nabi pada usianya yang ke-empat puluh, menjadi masyhur bahwa Rabiul Awwal merupakan bulan di mana Nabi Muhammad diangkat menjadi Nabi, bulan yang sama dengan momen kelahirannya.
Namun jangan sampai kita lalu memahami bahwa al-Qur’an juga turun pada bulan Rabiul Awwal, sekalipun Nabi Muhammad menerima wahyu melalui mimpi mula-mula pada bulan ini. Imam al-Suyuthi telah mengulas hal ini dalam kitab al-Itqan fi ‘ulum al-Quran.
“Untuk menjawab pertanyaan ini perlu diketahui bahwa Nabi Muhammad diutus sebagai nabi terlebih dahulu melalui mimpi pada Bulan Rabi’ul Awal. Saat itu al-Quran belum diturunkan kepadanya. Selang enam bulan kemudian (Bulan Ramadan) barulah Belaiu diberikan wahyu secara langsung dalam keadaan terjaga. Pendapat ini disebutkan oleh Imam al-Baihaqy dan ulama-ulama lainnya.” (Al-Itqan, hal 66)
Imam al-Baihaqy dalam kitabnya mentakhrij hadits dari Watsilah bin al-Asqa’,
“Bahwa Nabi saw. bersabda, “Suhuf Ibrahim diturunkan awal Bulan Ramadan, Taurat diturunkan pada hari ke-enam Bulan Ramadlan, dan Injil pada hari ke-tiga belas, dan Zabur pada hari ke-delapan belas, dan al-Quran pada hari ke dua puluh empat.” (Al-Sunan al-Kubra li al-Baihaqy, juz 9 hal 317)
Dari hadis di atas dapat disimpulkan bahwa Rabiul Awwal merupakan momen di mana Nabi Muhammad mendapat wahyu pertama kali melalui mimpi. Hanya saja wahyu itu bukan berupa al-Quran.
Al-Quran baru diturunkan kepada Nabi Muhammad enam bulan kemudian pada tanggal 17 Ramadan, bertepatan dengan momen malam Qadar. Hal ini sebagaimana muatan ayat 185 Al-Baqarah dan ayat pertama Al-Qadar. Pada bulan ini beliau menjumpai keajaiban berupa batu dan pohon yang menyampaikan salam kepadanya.
Shallallahu ‘alai wa sallam.