IQRA.ID, Surabaya – Dalam acara peluncuran dan bedah buku ‘Gus Sholah: Kembali ke Pesantren’, KH M Zaki Hadziq membeberkan resep mendapatkan keturunan hebat yang dari kakeknya, Hadratus Syekh KH M Hasyim Asy’ari.
Menurut Gus Zaki biasa disapa, langkah pertama adalah memiliki istri yang shalihah. Dirinya kemudian berpesan kepada para hadirin jika ingin meniru Mbah Hasyim Asy’ari, jika mencari istri jangan dilihat dari kecantikannya saja.
“Kalau kalian ingin meniru Kiai Hasyim, maka mencari istri jangan cari cantiknya saja. Lihat seberapa shalihahnya dia. Bu Nyai Halimah, ibunda Hadratus Syekh, itu berpuasa selama empat tahun. Ada yang kuat seperti itu?” ungkapnya pada acara yang diadakan oleh Barisan Gus dan Santri (BaGus) bersama Pustaka Tebuireng di Surabaya, Jumat (13/3), sebagaimana dilansir NU Online.
Pengasuh Pesantren Al-Masruriyah ini melanjutkan, langkah kedua setelah memiliki istri yang shalihah, harapannya akan mendapatkan keturunan yang baik pula. “Dari wanita shalihah pilihan Hadratus Syekh telah terbukti menurunkan anak-anak yang hebat,” tukasnya.
“Anak hebat lahir dari ibu yang hebat, bukan dari bapak yang hebat. Karena itulah wanita shalihah akan melahirkan seorang macan (hebat, red),” imbuh Ketua Pengurus Wilayah (PW) Rabithah Ma’ahid Al-Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMINU) Jawa Timur itu.
Langkah ketiga adalah memberikan uswatun hasanah atau teladan kepada anak-anak yang dimiliki. Dikatakan, ketika Hadratus Syekh sudah menikah dengan istri yang shalihah dan punya anak yang baik, putra-putri beliau ditempatkan tidak jauh dari Pesantren Tebuireng.
“Ibu saya (Bu Nyai Khodijah, red) ditempatkan di Al-Masruriyah. Yai Karim dibuatkan rumah di utara pondok. Pak Wahid ditempatkan di barat pondok. Bu Nyai Azzah ditempatkan di depan pondok. Bu Nyai Khoiriyah ditempatkan di Seblak. Semuanya tidak jauh dari Tebuireng,” bebernya.
Menurut Gus Zaki, hal itu dikarenakan adanya suatu keyakinan bahwa di mana pondok itu berada, di situlah tempat orang-orang shalih.
“Sekarang tidak. Kiai punya anak, bikin rumah di tengah kota. Dari mana anak cucunya dapat uswatun hasanah? Kapan dia berkumpul dengan orang-orang sholeh?” tanyanya kepada para hadirin.
Langkah terakhir sebutnya, Kiai Hasyim tidak pernah pergi jauh untuk urusan mencari uang.
“Tidak pernah ada satupun riwayat yang saya dengar bahwa Hadratus Syekh pergi dari Jombang, pergi dari Tebuireng hanya untuk urusan dagang,” kata Gus Zaki.
“Kiai Hasyim pergi keluar dari Tebuireng itu cuma karena dua alasan. Kalau tidak karena urusan silaturahim ya urusan mengaji, ilmu,” tambahnya.
Gus Zaki lantas menjelaskan bagaimana sosok Kiai Hasyim dalam mengelola keuangannya. Menurutnya, Kiai Hasyim jika mengirim hasil panen itu melalui surat yang ditulis dengan tulisan pegon. Setelah panen dibayar, yang menghitung uang hasil panen beliau adalah santrinya.
“Sehingga dari sana, jiwa Hadratus Syekh terjaga dari hubbud dunya ra’su kulli khati`ah. Ini yang sangat sulit dicontoh, karena masa dan waktu yang berbeda,” tuturnya.
Untuk itu, dirinya mengajak para hadirin jika menginginkan anak-anak yang dimiliki bisa menjadi macan adalah dengan senantiasa meniru apa yang telah dicontohkan oleh para kiai.
“Jika kita tidak pernah meniru kehidupan kiai-kiai kita, tidak mungkin bagi kita untuk menggapainya,” urainya. (Ahmad Hanan/ Abdul Muiz/NU Online)