Sambel Peupeuh, Perempuan, dan Tradisi Sunda Pasca Melahirkan
Tidak semua sambal identik dengan cabe. Ada jenis sambal tanpa cabe. Namanya sambel peupeuh. Di Kabupaten Lebak Banten, sambel peupeuh menjadi hidangan wajib bagi perempuan pasca melahirkan.
Sambel peupeuh diyakini dapat memulihkan kondisi perempuan pasca melahirkan. Masyarakat Banten percaya, akibat melahirkan, syaraf-syaraf bisa peugat (putus), seluruh fungsi tubuh menurun.
Melahirkan layak perang, perkara hidup atau mati. Untuk memberikan kehidupan bagi makhluk baru, bahkan ada nyawa ibu tidak terselamatkan. Di Banten, angka kematian Ibu akibat melahirkan menyedihkan.
Peupeuh sendiri artinya adalah tumbuk. Cara membuat sambel peupeuh memang ditumbuk menggunakan lulumpang dan halu. Sepasang alat penumbuk yang dibuat dari kayu. Bukan dari batu.
Sambel peupeuh harus menggunakan alat tumbuk kayu. Sebab kalau batu, akan merusak tekstur bahan-bahan. Pada satu kampung, biasanya ada rumah yang menyimpan halu dan tutu. Umumnya warisan para nenek moyang. Perempuan mewariskan ilmu pengetahuan.
Banten merupakan provinsi dengan mayoritas warga suku Sunda. Masyhur bahwa orang Sunda terbiasa menyantap lalapan. Lalapan bisa berasal dari beubetikan (rempah yang berbentuk/berupa umbi).
Bebeutian rempah seperti lengkuas, jahe, kencur, temulawak, kunci dan lain-lain. Atau rempah yang berupa dedaunan. Masyarakat Sunda mengenal banyak dedaunan yang dapat dimakan sebagai lalapan.
Misalnya daun papaya, daun singkong, daun jambu mete muda, daun sintrong (kenikir), Jaat (kecipir), daun kacang panjang yang masih muda, daun ubi jalar dan masih banyak lagi.
Ada guyonan misalnya, “Kula mah dibere sangu putih geh, teras leumpang ka kebon geus bisa dahar (saya mah diberi nasi putih saja, lalu pergi ke kebun/hutan sudah bisa makan).”
Pepatah ini menggambarkan bahwa orang Sunda memiliki pengetahuan tingkat tinggi tentang apa saja yang bisa dimakan di kebun atau hutan.
Mamun Atmamiharja dalam Sejarah Sunda 1 yang terbit tahun 1956 mengatakan bahwa setidaknya ada 25 definisi kata Sunda. Beresih (bersih), caang (terang), adalah beberapa arti dari kata sunda.
Sunda sendiri merujuk pada nama sebuah suku, bahasa dan agama. Suku Sunda merujuk pada orang-orang yang mendiami Indonesia bagian barat yakni di Jawa Barat dan Banten. Dahulu Banten adalah wilayah provinsi Jawa Barat.
Pada tahun 2000, Banten resmi berpisah dari Jawa Barat dan membentuk provinsi sendiri dengan Ibu Kota provinsi di Kota Serang. Sunda juga merujuk pada bahasa yang digunakan oleh orang Jawa Barat dan Banten sampai sekarang.
Sedangkan agama merujuk pada keyakinan atau kepercayaan leluhur orang Sunda, yakni Sunda Wiwitan. Sampai saat ini, kepercayaan lokal Sunda Wiwitan menjadi agama lokal yang diyakini misalnya oleh orang Baduy di Lebak Banten, sejumlah warga adat di Cigugur Kuningan, Cireundeu Cimahi Jawa Barat dan beberapa daerah lain di Jawa Barat dan Banten. Sunda Wiwitan adalah masyarakat adat.
Masyhur bahwa warga adat dekat dengan alam. Mereka memiliki keyakinan luhur bahwa alam harus dijaga, dirawat bahkan disucikan. Jika ingin hutan terjaga, belajarlah pada masyarakat adat.
Mereka tahan dengan gempuran modernism, yang membawa janji kemakmuran tetapi kerap memorak-porandakan. Hutan ditebas, tanah dilibas. Warga adat dilumpuhkan.
Meski tidak memakai cabe, sambel peupeuh tetap berasa pedas. Rasa pedas, diperoleh dari jahe. Bahan baku sambel peupeuh terdiri dari jahe, kunyit, kencur, kunci, terong luweuh (terong hutan), terasi, garam dan gula.
Tidak menggunakan penyedap makanan seperti micin, masako atau royko. Sambel peupeuh adalah sambel nenek moyang. Nenek moyang tak perlu bumbu penyedap modern untuk menghasilkan hidangan lezat.
Hidangan lezat didapatkan dari kecanggihan meracik bahan alam. Kemampuan meracik berdasarkan pengetahuan kuat atas rempah-rempah. Pengetahuan meracik jahe, kunyit, kencur, kunci, terong lewueng, terasi menjadi hidangan yang layak makan adalah pengetahuan tingkat tinggi.
Jika tidak memiliki pengetahuan atas rasa tiap-tiap bahan, maka bisa jadi, makanan tidak layak disantap. Sambal bisa jadi pahit dan atau peunghar (menyengat). Sambel puepeuh, diciptakan dan dirawat oleh perempuan.
Lihatlah bahan berupa terong leweung (terong hutan). Biasanya berwarna kuning, tumbuh liar di hutan. Terong leweung tidak bisa konsumsi hanya terongnya saja. Kabarnya akan weureu (mabok) jika dimakan seperti umumnya terong biasa, dijadikan lalapan atau sayur. Ia hanya bisa dikonsumsi dengan cara diracik menjadi sambel peupeuh.
Simak, bagaimana luhurnya pengetahuan para perempuan itu terhadap jenis tanaman. Paham kapan bisa dimakan kapan tidak. Karena terong leweung, maka umumnya tidak ada di pasar. Jika ingin mendapatkannya maka harus ke leweung (hutan). Terong leweung mulai langka, sebab hutan tak terjaga.
Untuk membuat sambel peupeuh, umumnya dilakukan berkelompok, jarang yang membuat sendiri-sendiri. Tiap perempuan akan memastikan takaran dan rasa. Sebab, sambel peupeuh terdiri dari bahan yang memerlukan ketajaman takaran.
Jika salah, berbahaya bagi rasa. Bisa tak enak dimakan. Tiap orang biasanya patungan bahan-bahan sambal. Membuat sambal peupeuh adalah saat saat untuk berkumpul. Duduk bersama sambal bercerita hal-hal kecil sehari-hari. Sambel peupeuh menjaga tradisi ikatan kewargaan.
Perempuan habis melahirkan memerlukan pemulihan. Sambel peupeuh terdiri dari rempah yang diyakini manusia baik untuk kesehatan, tetapi dipinggirkan sebagai obat.
Obat harus modern. Dari bahan modern, diracik di dalam ruangan canggih, dikontrol dan dipantau. Namanya obat modern. Obat dari Barat. Barat, sumber ilmu pengetahuan dan kemajuan.
Ia melakukan berbagai cara untuk menjaga keunggulannya. Dunia mewajibkan kontrol atas obat. Supaya jika ada risiko, ada pihak yang bertanggungjawab. Meski jaraknya lebar sekali antara pengguna obat dan pembuat obat.
Jika pun tahu siapa yang mengeluarkan obat, rakyat akan memilih tidak berurusan jika ada risiko dari obat. Rakyat mana yang mau berurusan dengan perusahaan obat.
Kelak mungkin sambel peupeuh menjadi legenda. Legenda adalah perkara ia yang hilang, lalu pelan pelan dilupakan, tak diingat sama sekali. Dari situ, sejarah perempuan merawat tradisi lenyap tak berjejak. Kita tak ingin itu terjadi kan?