Perkembangan pendidikan Islam di Thailand tidak lepas dari sejarah masa silam bagaimana Islam masuk lalu memberikan pengaruh kepada masyarakatnya, khususnya di kawasan Patani (Thailand bagian Selatan). Secara bahasa, istilah Patani berakar kata dari kata “pantai” ini atau “pak tani”. Patani terletak di lokasi yang cukup strategis, sehingga kawasan ini menjadi ramai, bahkan sudah banyak berdiri bangunan yang megah pada waktu itu.
Patani merupakan sebuah negeri Kerajan Melayu yang terletak di Selatan negara Thailand saat ini. Dahulu kerajaan ini menjadi penguasa bumi Thailand sebelum ditaklukkan oleh Kerajaan Siam. Wilayah Kerajaan Patani meliputi Yala, Pattani, Setan, Narathiwat, dan sebagian dari Songkhala, yakni Tibor. Namun sejak tahun 1902, Tibor telah dihapus, padahal dunia dulu mengakui bahwa kawasan tersebut masuk ke bagian dari Siam yang dikenal dengan Thailand.
Ketika Islam mulai berkembang, Raja Kerajaan Patani bernama Phya Tu Nakpa mengidap penyakit kulit yang cukup parah. Tidak ada thobib (dokter) yang sanggup untuk mengobati penyakit tersebut. Lalu datanglah seorang bernama Syaikh Said yang berasal dari kampung Pasai Aceh, yang sanggup untuk mengobati penyakit kulit yang diidap oleh Raja Patani tersebut. Akan tetapi, terdapat suatu syarat bagi Raja agar sembuh, yaitu harus memeluk agama Islam.
Atas tawaran syarat tersebut, Raja Patani pun menyanggupinya lalu memeluk Islam. Dari situ Raja lantas mengubah namanya menjadi Sultan Ismail Syah. Termasuk juga mengganti nama anaknya yang semula bernama Krub Pichai Paina menjadi Sultan Muzaffar.
Perlu diketahui bahwa kurang lebih sekitar 300 tahun sebelum Raja Patani menjadi mualaf, Islam sudah tersebar secara individu di kalangan rakyat jelata oleh para pedagang muslim yang berasal dari Persia dan Arab.
Bermula dari islamisasi dari Raja dan seluruh keluarga serta pasukan penjaga istana, sehingga Kerajaan Patani dijuluki sebagai “Darussalam”. Setelah melalui waktu yang panjang, kawasan kerajaan ini pernah diserang oleh Kerajaan Siam menguasainya. Patani pun berupaya untuk melakukan perlawanan, namun tetap saja Siam semakin hari semakin kuat.
Hingga kini masyarakat Patani masih memiliki rasa dendam terhadap Siam yang sekarang dikenal sebagai Thailand. Meskipun wilayah Patani berada di tanah Thailand, namun mereka tidak mau dijuluki sebagai warga negara Thailand, akan tetapi mereka lebih memilih dijuluki sebagai warga Patani.
Pendidikan di Patani
Pada tahun 1921, pemerintah Thailand mengeluarkan peraturan pendidikan yang disebut dengan pendidikan rendah, sehingga warga Thailand harus wajib mengenyam pendidikan di sana. Adanya pendidikan nasional tersebut, maka negara seperti Melayu dan Patani harus berjuang untuk mempertahankan gerakan identitasnya meskipun ia harus tunduk terhadap sistem pemerintahan tersebut.
Perihal peraturan tersebut, masyarakat Patani beranggapan bahwa peraturan tersebut dapat menghapus kebudayaannya. Maka dari itu, masyarakat Patani tidak mau untuk mengirim anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan di sekolah pemerintah Thailand.
Sama halnya dengan beberapa negara yang terdapat masyarakat muslim yang lain, di kawasan Patani juga menggunakan masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah, melainkan juga untuk pusat kajian dan pendidikan Islam.
Haji Solong, Pelopor Pendidikan Islam Patani
Seiring berkambangnya zaman, pendidikan Islam di Patani berjalan melalui sistem pondok, mirip dengan sistem pondok pesantren Malaysia dan Indonesia. Adapun pelopor yang mempengaruhi majunya pendidikan Islam Patani adalah H. Solong Tuan Mina. Ia yang merupakan seorang politikus sekaligus ulama yang punya kharisma tinggi.
Nama Haji Solong Al-Fatani yang juga dikenal sebagai Muhammad bin Haji Kadir bin Muhammad bin Tuan Minal. Ia kelahiran asli Patani di kampung Anak Ru tahun 1895. Sebagai anak tunggal, Solong kecil pada usia 12 tahun telah ditinggal wafat oleh ibunya. Ia sewaktu masih kecil juga sudah terkenal cerdas, pintar dan humoris.
Haji Solong pernah mengenyam pendidikan agama di pondok yang diasuh Haji Abdul Rashid, Badar. Lalu berhijrah ke Mekkah untuk belajar agama. Beberapa tahun berselang, ia kemudian kembali ke Patani untuk mendirikan intuisi pendidikan agama yang memiliki corak baru.
Sistem pembelajaran semacam pondok sudah menjadi tradisi bagi pendidikan Patani. Haji Solong menilai sangat perlu adanya perubahan dari segi organisasi dan infrastruktur pondok. Akhirnya pada tahun 1933 sekolah (madrasah) telah selesai diperbaiki, lalu secara resmi dibuka oleh Perdana Menteri Thai.
Atas pembangunan yang dipelopori oleh Haji Sulong pada tahun 1933, sejak itulah Madrasah modern Al-Ma’arif Al-Wathaniah Fathoni mulai dioperasikan. Sekolah tersebut merupakan sekolah Islam yang pertama didirikan di Patani. Haji Sulong atas beberapa jasanya dalam memperjuangkan otonomi daerah khusus Patani diberi julukan sebagai Bapak perjuangan Patani.
Di antara pondok yang tertua dan berpengaruh besar bagi pertumbuhan pendidikan Islam Patani adalah pondok Bermin, Dala, Dual, Kota, Samela, Telok Manok, Gersih, yang berpengaruh besar bagi pertumbuhan pendidikan Islam Patani. Selain itu, terdapat juga beberapa pondok yang maju dan masyhur yaitu, Pondok Tok Guru Haji Leh, pondok Tok Guru Haji Nor, dan pondok Guru Haji Somad.
Adapun terdapat beberapa kebijakan tentang unsur-unsur pendidikan yang ada di Patani, antara lain, yaitu (1) bahasa pengantar pada pondok dan sekolah agama awalnya Melayu dan Arab, namun pemerintah secara paksa mengganti dengan bahasa Thai; (2) segala macam buku agama harus diterjemahkan ke dalam bahasa Thai, dan juga pembelajaran serta kaedahnya haruslah mengikuti dasar dari pendidikan yang dibentuk oleh pemerintah pusat Thailand.
Namun ketika tahun 1970-an, terjadi penyerangan secara besar-besaran yang dilakukan oleh militer pemerintah Thailand yang sasaran utamanya adalah pondok-pondok tersebut. Guru-guru pondok diincar karena dianggap sebagai pejuang pembebasan masyarakat Patani. Termasuk Madrasah Al Ma’arif al Wathaniah yang dikembangkan Tuan Guru Haji Solong ditutup secara paksa dan dibumihanguskan oleh pemerintah Thailand.