Dalam suatu ceramahnya di Universitas Islam Indonesia, Ulama Ahli Qur`an dan Tafsir asal Rembang, KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang akrab disapa Gus Baha memberikan pendapatnya tentang anak-anak yang terkadang suka ramai sendiri di masjid.
Nakal itu kalau dalam bahasa Jawa ndak harus dosa, seperti anak kecil yang menek-menek (naik-naik). “Bocah kok nakal?!” Padahal anak kecil menek (naik-naik) itu haram nggak? Enggak kan?
Malah orang tuanya yang (kena hukum) haram, karena perbuatan membentak. Yang nakal betul ya ibunya itu, karena ibunya itu orang yang sudah mukallaf (terkena beban hukum), sudah tua, eh, salah langkah.
Sebetulnya bahasanya bukan nakal, tapi lucu. Anda bisa mengatakan, “Oh kamu pinter ya nak, sudah bisa manjat meja” harusnya diapresiasi. Jangan malah dikata-katai, “wah nakal!”
Sebenarnya, senakal-nakalnya anak, masih nakal orang tuanya. Karena orang tua sudah kena khitob (ketentuan hukum), sedangkan anak-anak belum. Jadi anak tidak kena dosa.
Anak-anak itu belum punya kewajiban untuk bersikap sopan, belum kena hukum. Harusnya anda yang bersikap sopan sama anak-anak, karena anda sudah kena hukum.
Makanya, Rasulullah ketika sedang shalat, Hasan Husein (cucunya) itu naik. Kalau dalam istilah jawanya, Rasulullah itu dijadikan tumpakan (baca: tunggangan). Semua riwayat itu mengatakan, nabi itu hanya diam saja.
Sampai sahabat itu ada yang mendongakkan kepalanya ketika semua sedang sujud. Sahabat itu berkata dalam hatinya, “Ini ada apa? Kok Nabi sujudnya lama sekali?”
Inilah barokahnya ada sahabat yang “nakal” semacam ini, berani mendongakkan kepalanya ketika semuanya sedang sujud. Barokahnya itu ditemukan riwayat bahwa penyebab nabi sujudnya lama dikarenakan ada cucunya yang masih kecil sedang menaiki beliau ketika beliau sedang shalat. Ternyata yang sedang naik adalah Hasan, cucu nabi.
Setelah itu nabi memberi penjelasan bahwa “Saya ini seharusnya mengakhiri sujud saya sesuai aturan shalat yang umum, tetapi ada cucu saya, saya biarkan sampai dia puas. Sehingga ketika dia turun, baru saya mengakhiri sujud saya.”
Anak kecil itu tidak kena khitab (hukum).
Jangan sampai shalat itu menjadi problem atau masalah. Seandainya nabi membentak Hasan, “Hai cucu! ada kakeknya sedang shalat kok diganggu!” Maka Hasan akan menjadi trauma. Lama-lama anak akan trauma dengan shalat, karena shalat dianggap sebagai masalah.
Makanya saya ini, salah satu Kiai yang tidak berpendapat bahwa anak kecil tidak boleh di masjid. Sering kan? Anak kecil itu waktunya khutbah malah ramai sendiri. Saya tetap setuju bahwa anak kecil di masjid itu tetap boleh.
Kalau dibentak di masjid, maka ia akan trauma datang ke masjid. Wong di masjid kok dibentak. Lagipula orang itu kadang-kadang cuma nggaya, “Wah ada khutbah kok rame-rame begini anak-anak?”
Padahal kalau tidak diramaikan anak kecil, yang mendengarkan khutbah kebanyakan pada tidur. Kita tidak bisa menjamin kalau perilaku kita lebih baik. Kan mending, kalau anak-anak kita main di masjid, daripada main di karaoke.
Sumber: Menyikapi Anak-Anak yang Bermain di Masjid – Gus Baha