Jakarta – Wakil Menteri Agama RI, Saiful Rahmat Dasuki, menjelaskan, tahun baru Islam atau Hijriah ditandai dengan hijrahnya Nabi Muhammad dari Makkah ke Yatsrib. Nabi kemudian mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah, dan membangunnya menjadi sebuah kota yang maju dan berperadaban tinggi.
Ia berharap, acara Peringatan Tahun Baru Islam 1446 H dapat meningkatkan optimisme umat Islam Indonesia menuju masa depan yang lebih baik, kecemerlangan akhlak, serta peningkatan etos kerja dan integritas.
“Untuk mencapai kemajuan dan kebahagiaan bersama, umat Islam perlu terus meningkatkan kesalehan vertikal—kepada Allah- dan sosial—kepada sesama manusia,” katanya di acara Peringatan Tahun Baru Islam 1446 H di Auditorium HM. Rasjidi, Gedung Kemenag, Jakarta, Selasa (16//2024).
Penanggalan dalam Islam dimulai dengan awal malam, bukan tengah malam. Menurutnya, itu mengisyaratkan bahwa aktivitas spiritual yang dilakukan pada malam hari akan memengaruhi aktivitas fisik siang hari.
Abdurrahman Kasdi, penceramah di acara ini, memaknai hijrah bukan hanya sekedar perpindahan tempat, tetapi juga transformasi sosial, spiritual, dan kebudayaan yang mendalam. Hijrah harus dimaknai sebagai momentum untuk memulai lembaran baru, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam konteks kebangsaan kita.
Menurutnya, jika umat Islam Indonesia ingin menjadi lebih baik dan menggapai suatu tujuan maka harus berani melakukan perubahan-perubahan dengan cara dan strategi baru. Keberanian ini sangat relevan dengan kondisi bangsa kita saat ini. Dalam menghadapi berbagai tantangan global, termasuk geopolitik yang semakin dinamis, Indonesia harus siap melakukan ‘hijrah’ dalam berbagai aspek, mulai dari pendidikan, ekonomi, hingga sosial budaya.
“Keberanian dan kemauan untuk berubah ke arah yang lebih baik harus dilandasi dengan nilai-nilai ilahiah. Dan tercapai atau tidaknya tujuan hijrah sangat tergantung pada tiga hal, yaitu semangat kejuangan, komitmen, dan niat yang lurus,” ungkap Rektor IAIN Kudus ini.
Sementara Dirjen Bimas Islam, Kamaruddin Amin, menjelaskan tiga makna semangat hijrah. Pertama, semangat persatuan. Semangat hijrah mengeratkan seluruh sisi perbedaan di kalangan manusia. Setelah hijrah ke Yatsrib, Nabi Muhammad mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Ashar dan mendamaikan dua Suku Yahudi yang saling bertikai, yaitu Aus dan Khazraj.
Kedua, semangat kemanusiaan. Semangat hijrah menghadirkan rasa kasih sayang dan kepedulian sosial, di mana hijrah menjadi pembatas antara perbudakan dengan kebebasan hidup manusia, antara masa jahiliyah dengan masa ilmu pengetahuan.
“(Ketiga) Semangat hijrah adalah semangat kemajuan untuk menggerakkan seluruh potensi manusia untuk membangun individu yang unggul, masyarakat yang unggul sehingga tercipta negara Indonesia yang unggul, sejahtera lahir batin,” katanya.
Untuk meneguhkan nilai-nilai semangat hijrah tersebut, lanjutnya, Kemenag memperingati tahun baru Islam dengan beberapa kegiatan seperti Amazing Muharram 1446 H (doa, senam bersama, musikalisasi puisi, dan pemberian doorprize); khitanan massal gratis yang diikuti 100 anak; santunan 2000 paket sembako untuk anak yatim dan dhuafa yang berada di wilayah Jabodetabek serta pengajian dan pengkajian hikmah tahun hijriah—sebagai puncak peringatan awal tahun Hijriah.*